Dentingan demi dentingan jam terdengar serasa menusuk gendang telingaku. Waktu demi waktu terus berjalan membawaku memasuki lorong sebuah penyesalan. Jam demi jam menyadarkanku jika aku tak lagi bisa melihat segaris senyum di bibirmu. Menit demi menit menghempaskanku menuju ruang masalalu. Serta ribuan detik aku menghitung seberapa banyak penyesalan yang menghantuiku sepanjang waktu. Hampir setiap malam aku termenung di bawah langit kelam. Menyadari jika aku terlalu banyak membuang waktuku. Waktu adalah dirimu, waktu adalah kita. Waktu adalah dimana aku dan kamu dipertemukan. Tapi waktu pula yang memisahkan kita karena kebodohanku.
Aku ibaratkan sebuah jarum, terlihat berkilauan tetapi membawa kesakitan. Begitupun waktu, aku yang terlalu sibuk menyia-nyiakan ketulusanmu hingga dengan jahatnya waktu merenggutmu dari hidupku. Menamparku dengan kenyataan jika detik demi detik yang kulalui untuk menyakitimu dibalas dengan jahatnya. Waktu tak henti menghukumku dengan terus memutar ulang kejadian-kejadian dimana aku menyakitimu.
Terkadang aku merasa begitu bodoh dan tidak berguna. Bahkan jika aku mengingat kembali, terlalu banyak hal-hal buruk yang ku lakukan selama ini. Aku bukanlah seseorang yang suci tanpa cacat. Aku sama seperti manusia lainnya, penuh dengan noda dan berlumur dosa. Tak sedikit waktu yang ku gunakan untuk menyakiti orang-orang di sekitarku. Menusuk mereka dengan perkataan pedasku. Melukai mereka dengan perlakuan burukku. Kamu hanyalah satu dari seribu orang yang aku sakiti. Satu dari seribu orang yang diambil dari sisiku.
Setiap tetesan air hujan yang turun ke bumi ibaratkan kesalahanku, selalu terjadi berulang dan berkali-kali. Aku tahu waktu akan selalu memberiku kesempatan untuk memperbaiki diri. Tapi waktu tak akan pernah menungguku, waktu selalu meninggalkanku di belakang. Bahkan satu detik dari sekarangpun aku tidak tahu apa yang akan terjadi. Jika saja waktu bisa ku ulang, aku ingin memperbaiki semua kesalahanku padamu. Nyatanya semesta alam tak membiarkan hal itu terjadi. Aku kehilanganmu dan waktu pun tak akan bisa mengembalikan dirimu padaku.
Hidupku hampa. Pahit. Dan tidak bercahaya. Kau tahu bagaimana rasanya teh tanpa gula? Pahit. Begitu pula diriku tanpamu. Aku adalah teh yang pahit yang terkulai lemah di dalam sebuah cangkir . Dan kau adalah butiran-butiran gula yang menghilangkan kepahitanku. Tapi lagi-lagi waktu menyadarkanku jika si pahitlah yang membuat si manis pergi.
Orang pernah berkata "kesempatan kedua masih ada." Dan aku berfikir ya, mungkin ada. Dengan kekuatan yg masih tersisa dan dengan keyakinan yg ada, aku mencoba untuk melupakanmu. Mulai mengubur dalam2 semua kenangan indah kita namun tetap tidak bisa ku kubur kesalahanku yang sebelumnya. Aku mencoba kembali hidup dengan sisa kenangan yang aku jadikan pengalaman.
Seiring berjalannya waktu, siapa sangka ada seseorang yg menyukai teh tanpa gula? Dia menyukainya, seseorang yg berbeda. Yang menerimaku apa adanya, yang menerima segala kepahitanku. Waktu memberikanku kesempatan kedua yang tidak akan kusia-siakan. Mungkin waktuku untukmu telah habis, tapi aku tidak akan terjebak dalam kubangan masalalu yang sama. Engkau tetap satu yang selalu ku kenang di hati, meskipun hatiku sudah di singgahi orang baru.Karya : Raka_Putra
KAMU SEDANG MEMBACA
Time - October
Historia CortaApa yang kau pikirkan tentang waktu? Bungakan imajinasimu, rangkaikan ratusan kata dengan satu kunci yang diberikan: WAKTU. Lihatlah bagaimana cara The Rebels memaknai waktu lewat barisan aksara yang teruntai.