#BUKAN SITI NURBAYA# Part 9
Keesokan harinya ...
Cahaya matahari perlahan menusuk ke dalam matanya. Meski hanya melalui celah2 kecil.
Terpaksa Satria harus menunda rasa kantuknya itu.
Ia sudah berada di kasur pribadinya.
Ia merentangkan kedua tangannya dgn bugar. Memorinya terus mengingat apa yang terjadi tadi malam.
'bodoh!!!!' umpatnya.
'seharusnya gue tuh marah sama tuh cewek, eh gue malah abisin malam gue sama dia. dan bodohnya lagi gue cerita semua kegalauan gue.' pikirnya.
'dia itu penyebab dari semua ini. kalo bukan karena dia, gue gak akan putus dari Gissel !!!"
Sartika memukul-mukul botol minuman ke lantai. Setelah itu ia memainkannya seperti bola kaki. Hanya ini yang bisa ia lakukan. Setelah ia mengantar Satria pulang, Sartika memilih ke markas gaul.
'muka lo masem banget Sar' kata Kevan menyadari sikap Sartika yang uring2an.
'he-eh tuh, ditekuk muluk' sahut Iman.
'nothing!!' jawabnya singkat.
Namun jawaban itu tidak membuat mereka puas.
'gue lihat2 semenjak lo mau nikah, lo kebanyakan mikir' kata Hafis kali ini buka suara.
'yaps, betul sekali. cerita dong Sar. kita2 kan sahabat lo' kata Rayen juga.
'guys gue gpp. gue cuma kurang tidur.' ucapnya sebagai jawaban.
'apa lo galau karena skateboard lo hilang??' tanya Iman hati2.
Sartika beralasan bahwa tiba2 skateboardnya hilang.
Ia menggeleng. dan berdiri.
'gue pulang dulu yah. ngantuk' kata Sartika berlalu ke pintu.
Otaknya sedang memikirkan hal lain. Mungkin itu yang susah untuk ia bagi dengan orang lain.
Sartika menuju halte bus. tampaknya cuaca mendung pagi ini. Sartika pun mempercepat langkahnya ke halte.
Perkiraan Sartika benar. Hujan turun pagi ini. Malah dihalte juga banyak orang yang menunggu bus. Bisa2 Sartika bisa telat pulang. Belum lagi ia membayangkan wajah papanya yang mungkin sekarang sudah menjadi perpaduan singa dan harimau.
'lama amet bus-nya' seru beberapa orang yang mungkin para pekerja pagi.
Sebenarnya Sartika tidak buru2, tapi ia harus segera sampai di rumah.
Hujan semakin deras. Angkutan umum pun hanya sedikit yang berlalu-lalang di jalanan.
Dari kejauhan ada yang melihat bus menghampiri halte.
Semuanya bersiap2 untuk menyambut bus semata wayang itu. Namun mengingat jumlahnya, tidak mungkin semua penumpang tertampung.
Namun sebelum bus itu mencapai halte, sejumlah orang sudah memasukinya. Penumpang di sekitar Sartika juga ikut berlari ke arah bus. Mungkin mereka takut terlambat kerja.
Sartika memilih mengalah. Halte sudah tampak sepi, karena sebagian besar sudah berlalu bersama bus itu. Meski ada beberapa yang tertinggal.
Ia duduk di bangku halte yang tersisa. Sesekali percikan air hujan mampir ke kulitnya.
Sangat dingin. Hanya bisa bersedekap mengenakan kedua tangan. Kaos oblongnya tidak mampu melawan hawa dingin ini.
Sesaat kemudian, Sartika merasa hangat.
Setumpuk kain menumpuk bagian belakangnya. Lebih tepatnya jaket dengan ukuran besar,
Mata Sartiika bertemu dengan pemilik jaket itu.
Tiba2 lidahnya kaku. Sartika hanya bisa tertegun cukup lama.
'Wi.....ra' ucap Sartika gagap.
Namun, raut wajah orang tersebut tersenyum dan kali ini mengeratkan dekapan jaket itu pada Sartika.
Beberapa saat kemudian, Sartika menggeleng.
'sorry gue salah orang' kata Sartika cepat.
Alex pun jadi sungkan.
'lo mau pulang ??' tanyanya memandang lurus ke depan. Ke arah aspal yang sudah tergenang air hujan.
'kenapa lo bisa disini ??' tanya Sartika balik.
'ada seseorang yang memanggil gue kesini' ucapnya.
Sartika tidak mengerti maksudnya.
'lo ngikutin gue ??' kata Sartika dengan tensi tinggi.
Beberapaa orang merasa terganggu.
Alex malah menoleh pada Sartika. Tangannya mengaitkan resleting itu untuk menutupi tubuh Sartika.
Setelah siap, ia berdiri dan berjalan menembus derasnya hujan.
'heyy, jangan gila' kata Sartika keras.
Namun, Alex pergi menjauh dan karena derasnya hujan membuat Alex tidak terlihat lagi.
Tanpa sengaja Sartika menyenggol sebuah skateboard. Ya. Itu pasti milik Alex.
Mendadak Sartika membungkam mulutnya dengan tangan.
Posisi skateboard yang terbalik itu bertuliskan Wira.
Sartika segera meraihnya dan bermaksud mengejar Alex. Ia membutuhkan sebuah penjelasan.
Namun percuma, Alex sudah tidak ada lagi.
Ia pun kembali duduk lemas di bangku halte.
H-3. Tidak terasa pernikahan sudah akan menuju gerbangnya. Meski begitu, Satria-Sartika belum pernah bertemu semenjak kejadian di club malam tempo lalu.
Sartika rasanya sudah letih. Tiap malam ia menunggu seseorang yang bernama Alex itu. Namun, ia tetap tidak muncul2 di Alun2 Kota.
Sartika bingung harus mencarinya kemana. Nomer ponsel tidak ada. Alamat juga tidak punya. Kenal dekat pun tidak.
Alhasil, ia hanya terduduk lesu di pinggiran Alun2 Kota bertemankan skateboard bernama Wira ini.
'gue yakin betul. ini milik Wira. karena tulisan ini gue yang buat' ucapnya risau.
'tapi gue harus nyari kemana ???' ungkapnya bimbang.
'Satria' pikirnya cepat.
'ya. bukankah mereka teman SMA. seharusnya otak gue lebih cepat berpikir ' ucapnya panik.
Ia bergegas menuju rumah Satria.
Bersambung --)