Untold

Sorry

Hai...
Apa kabarmu?
Kuharap kau sehat disana.

Aku disini merindukanmu.
Apa kau juga merindukanku?
Kuharap iya.

Oh iya,
Bagaimana dengan hari harimu?
Apakah masih membosankan?

Kau tau tidak, aku terpilih ikut lomba piano lagi.
Aku harap kau bisa datang untuk melihatnya.

Oh iya,
Bolehkah aku bertanya sesuatu?
Apakah aku masih penting dalam hidupmu?
Ataukah kau mencintai dia?
Atau bahkan kau lebih mempercayainya dari pada aku?

Mungkin kamu bertanya kenapa aku berkata demikian.

Sekarang, kau jarang sekali memberiku kabar.
Kau selalu bilang kalau kau sibuk dengan urusanmu.
Tapi yang aku tau kau tidak pernah lupa memberikan kabarmu pada dia.

Mungkin kau bertanya kenapa aku bisa tau semua hal itu.
Singkat kata, perempuan itu adalah sahabat dekatku sendiri.
Aku sengaja menyuruh dia agar aku tau seberapa penting aku bagimu.

Kau tau, aku selalu melihat statusmu dan ketika itu juga hatiku retak.
Kau bahkan lebih memilih dia daripada aku.
Kau pasti pernah lihat piring kaca yang pecah.
Itulah hatiku sekarang.
Pecah, tak beraturan, dan tidak akan pernah kembali lagi seperti semula apapun caranya.
Bahkan jika di lem pun pasti masih akan ada secuil pecahan yang hilang.
Dan jika pecahan kaca itu dibuang, tidak akan ada sisa sama sekali, kecuali jika kaca itu menggores jari tanganmu.
Tapi sepertinya tak mungkin, karena kau akan mudah membersihkannya dengan sapu.

Dari dulu aku berusaha untuk membuang jauh jauh buruk sangka ku padamu.
Tapi sekarang aku tidak bisa untuk seperti itu lagi karena aku sudah melihat semuanya.

Mungkin memang aku bukan orang yang baik bagimu, tapi aku akan berusaha untuk membuatmu bahagia.

Namun aku rasa itu tidak perlu lagi, karena dihatimu sekarang sudah ada dia.

Maaf selama ini aku melakukan banyak kesalahan.
Mungkin itu yang bisa aku sampaikan padamu.

Sorry...

-A-