7 [ Rachel Walker pt.2 ]

41 7 13
                                    

Margo's POV.

"M-membunuh Rachel?!" teriakku kaget. "A-Aku tidak percaya dengan omong kosongmu, bu! Nggak ada yang namanya titisan iblis dan malaikat! Aku dan kembaranku normal bu! Kami di lahirkan dari ibu yang sama! Nggak mungkin ada titisan titisan segala!"
ucapku kesal.

"Oh, jadi dongeng yang ibu bacakan beberapa hari yang lalu tuh mau ngancem rachel atau gimana?!" teriakku kesal.

"Tenanglah, Margo. Ibu tidak peduli kalau kamu nggak percaya. Perhatikan mata Rachel. Mata orang normal biru biasa tidak seperti itu!Ia memiliki warna mata biru yang sangat terang dengan rambut pirangnya yang warnanya seperti es! Dia belum pernah menimbulkan rasa kesal, jika ia kesal akan sesuatu, kekuatan dia akan keluar. Sayangnya dia sangat pendiam. Sial, sial, sial!!!Pokoknya ibu menugaskanmu untuk membunuh dia!" ucap ibu dengan tegas.

"Kamu bukanlah ibu kandungku. Kamu nggak berhak membuatku membunuh kembaranku. Ia satu satunya anggota keluarga yang aku punya." kataku menahan sesak.

"Baiklah kalau begitu, aku saja yang akan membunuh dia, dengan kejam dan mayatnya akan kubuang dengan tidak manusiawi." kata ibuku tidak waras.

"Tidak! Jangan! Bagaimana jika...." aku terdiam sambil menangis.

"Aku tidak akan pernah bicara dengan dia lagi dan aku akan mencoba mengambil kekuatannya sebisa mungkin tanpa menyakitinya." Kataku. Lalu aku mengulurkan tanganku dengan berat. "Deal?"

Ibu tersenyum sinis. "Tentu saja." tak lama hujan deras pun datang.

Aku segera keluar dari ruang privasi ibu dengan menundukan kepalaku. Aku dapat melihat Rachel sedang menunggu di pintu kamar tempat bermain. Wajahnya khawatir dan hampir menangis.

"Margo..." Panggil dia.
Diam.
"Margo..."
Diam!
"Margo!!" Teriak dia sambil menarik bajuku.

"Pergilah dari hidupku. Kamu hanyalah sampah. Kamu, tidak berhak menjadi adikku lagi. Berhenti mendekatiku. Anggaplah aku hanya sebuah debu, anggaplah aku tidak pernah lahir!" ujarku sambil menampar pipinya. Aku dapat melihat reaksi kaget Rachel.

Aku segera lari menuju kamarku dan menguncinya.
Aku dapat mendengar Rachel menjerit sambil menangis.

Apa yang telah kulakukan? Aku baru saja membuat perjanjian besar bersama ibu tiriku. Maafkan aku Rachel, tapi ini semua untuk yang terbaik.

...

Rachel Walker.

Sudah sekitar 3 tahun insiden antara aku dan kakakku. Ketika aku berumur delapan. aku dikunci di penjara bawah tanah istana. Kakakku sekarang sangat membenciku. Aku hanya diberi makanan sisa dan pakaianku yang sobek sobek. Aku seperti.... Anak terbuang.
Sekarang aku berumur 10 tahun dan aku masih tiduran di lantai penjara.

Aku dapat melihat Lisa, teman hantuku sedang duduk di kasur sambil memperhatikanku. Oh, aku hampir lupa, ya, aku indigo. Aku bisa melihat hantu. Dan hantu hantu yang kulihat di istana ini sama sekali tidak menyeramkan. Aku malahan berteman dengan mereka. Apa salahnya jika aku berteman dengan hantu?

Bug! Bug! Bug!
"Buka pintunya!! Aku hanyalah manusia biasa! Kumohon!!"
Aku berteriak dan menggedor gedor pintu besi penjara, terdapat 3 penjaga penjara dan kakakku Margo sedang membaca novel sambil memakan apel. Sungguh kurang ajar, ia tidak memiliki rasa belas kasihan padaku!

Tunggu dulu.
Aku sudah dikunci di tempat ini selama tiga tahun, dan besinya sudah berkarat. Aku mencoba untuk marah supaya kekuatanku ini bisa keluar. Aku memikirkan hal yang membuatku kesal lalu aku memegang besi tersebut kencang kencang. Es di pintu penjara itu mulai pecah dan aku mendorongnya sekuat tenaga dan akhirnya aku bisa keluar.  Para penjaga itu lari kearahku, mencoba untuk menangkapku, begitupun Margo.

Tapi.... aku menginjak lantai lalu es mulai ada dimana mana sehingga mereka terpeleset. Aku segera lari secepat mungkin dan akhirnya aku bebas, aku dapat melihat sinar matahari.
Udara yang segar. Rumput hijau yang indah.
RASANYA INGIN MENANGIS!!

Ratu jalang itu lari kearahku, aku langsung lari secepat mungkin menuju pintu gerbang besar istana Philadelphia dan membukanya dengan kekuatanku.

***

Aku mencari cari keluargaku yang tersisa. Ketika aku melihat dokumen keluarga, ternyata masih ada paman dan bibi. Aku tahu dimana lokasi mereka tinggal.

Tunggu. Rambut pirangku panjang sekali, bahkan sering kuinjak. Bajuku yang bolong bolong, tidak memakai sendal, muka yang kucel, kuputuskan untuk memotong rambutku menggunakan gunting, dan meminjam baju remaja di desa kecil ini. Aku memang tidak cantik saat ini, sangat tidak cantik.

Tanpa basa basi aku langsung lari menuju lokasi dimana paman dan bibiku berada.

Aku sampai tepat di depan pagar rumah mereka.
Terdapat taxi dan aku dapat melihat mereka sibuk membawa koper.

"Paman? Bibi? Kalian mau kemana?" Tanyaku sok dekat.

Paman dan bibi saling bertatapan dan menjatuhkan tas mereka lalu mereka nangis bersamaan dan lari menuju kearahku dan mereka memelukku.

"Astaga Rachel..... kamu sudah besar sekarang.... kami sangat merindukanmu!" ucap bibi sambil menangis.

"Tunggu, bibi mengenalku?" tanyaku kaget.

"Tentu saja! Sayang, kami tidak punya waktu banyak, kami akan pindah ke Indonesia." ucap bibi sambil tersenyum kecut.

Aku terdiam sebentar.

"Kalau gitu aku ikut!" kataku enteng.

Dasar anak umur delapan tahun, sok-sokan udah dewasa!

"Kamu yakin?" kini giliran paman yang angkat bicara, ia kaget.

Aku mengangguk mantap. "Aku tidak tahu kemana aku harus pergi."

Bibi tersenyum lebar kemudian mengelus rambutku. "Lalu, bajumu mana? Bawaanmu?"

"Aku tidak punya baju. Nanti akan kuceritakan. Ayo berangkat!"

Mereka tampak heran tapi kemudian masuk ke dalam taxi bersamaku.

Dan sejak saat itu aku, paman, dan bibiku pindah ke indonesia.

Aku masih belum tahu siapa orangtua asliku, aku masih belum tahu kenapa aku bisa memiliki kekuatan seperti ini. Aku tidak tahu kenapa kakakku bersikap begitu kepadaku.
Tapi pasti aku akan tahu ketika waktunya tiba.

The Bloody Archangel [ Completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang