3

3.4K 51 1
                                    

Dari bagian putik bunga merah tadi tetap tidak menunjukkan hal-hal yang bisa timbulkan kecurigaan hal ini membuat hati Siauw Ling jauh lebih tenang lagi.
Dengan demikian sekalipun pandangan mata Djen Bok Hong sangat tajam serta pikirannya bagaimana cerdikpun ia tak berhasil menemukan sesuatu hal yang patut dicurigai diatas wajah pemuda ini.

Melihat dirinya dipandang terus menerus Siauw Ling pentangkan matanya lebar-lebar ia tertawa hambar.
"Toako memandang diri siauwte sedemikian rupa entah apa maksudmu?"
Djen Bok Hong angkat pundak mendadak tertawa terbahak-bahak.
"Haaa....haaa....jikalau dalam hatimu tiada sesuatu perasaan menyesal atau rahasia yang perlu disimpan apa halangannya kalau toako memperhatikan dirimu sekejap."
Suara gelak tertawanya mendadak merandek. Dengan sepasang mata yang tajam ia alihkan sinar matanya dari atas wajah Siauw Ling keseluruh ruangan disekitar tempat itu.
Seluruh tubuh Siauw Ling tergetar keras diam-diam pikirnya, "Djen Bok Hong benar-benar seorang jago yang amat teliti dan cermat di dalam menghadapi sesuatu hal macam apapun tentu ia sudah temukan sikapku tadi yang kelihatan agak kaget sehingga mendesak terus persoalan ini hingga sampai kedasar-dasarnya."
Tetapi sangat kebetulan putik bunga merah yang terlepas tadi dengan mengikuti tiupan angin telah terbang keluar jendela dengan demikian walaupun Djen Bok Hong telah menyapu tajam seluruh ruangan hasilnya tetap nihil.
"Samte!" ujarnya kemudian dengan perlahan-lahan. "Jikalau di dalam ruangan ini tertinggal sebatang jarum yang kutungpun aku percaya tak akan lolos dari pandangan mataku."
"Tenaga sakti yang toako miliki sangat dahsyat siauwte percaya tak akan berhasil mengungguli."
Duduklah Djen Bok Hong diatas kursi yang ada disisinya.
"Lima tahun kemudian!" ujarnya perlahan. "Aku percaya hanya Samte seoranglah diantara para jago lihay diseluruh kolong langit yang bisa mendatangi kepandaian toakomu."
Dalam hati Siauw Ling merasa sangat terperanjat, tapi diluaran dia tetap tertawa.
"Toako terlalu memuji diri siauwte walaupun siauwte berhasil mendapatkan kasih sayang dari guruku sehingga mendapat pendidikan ilmu silat tapi patut disayangkan otakku terlalu kebal sehingga tidak sanggup untuk mempelajari seluruh kepandaian yang diturunkan oleh gurumu...."
Djen Bok Hong tertawa hambar potongnya, "Sekalipun kepandaian silatmu seperti sekarangpun belum tentu kau pandang sebelah mata toako."
"Yang kumaksudkan adalah kecerdasanmu di dalam menghadapi segala perubahan Samte adalah seorang jago bagaikan intan yang belum diasah asalkan kau telah memperoleh pengalaman yang luas maka kau pasti akan menjadi seorang enghiong yang gagah perkasa baik lihay dalam ilmu silatnya maupun lihay dalam kecerdasan cukup ditinjau dari sikapmu dalam menghadapi setiap perubahan sudah lebih untuk meyakinkan aku."
Walaupun pada dasarnya Siauw Ling adalah seorang yang berotak cerdik mendapat pula pendidikan dari Tjung San Pek yang sering menceritakan kegagahan para enghiong pada ratusan tahun berselang tetapi ia hanyalah seorang pemuda yang baru sekali ini terjunkan diri ke dalam dunia persilatan mendengar ucapan-ucapan Djen Bok Hong yang sangat tajam bagaikan pisau itu untuk beberapa saat tidak berhasil menemukan jawaban yang tepat untuk membantah.

Terdengar Djen Bok Hong melanjutkan kembali perkataannya, "Ketika untuk pertama kalinya siauw heng menginjak ruangan tadi ketemukan air muka Samte sangat mencurigakan bila kutinjau dari situasi ketika itu aku berani menduga dibalik hatimu pasti tersembunyi sesuatu rahasia yang sangat besar apalagi setelah kutemukan lukisan Giok Sian Tju ini terbentang diatas meja semakin menguatkan dugaan siauw heng apabila rahasia yang ada dalam hatimu tentu punya sangkut paut yang sangat erat dengan lukisan tersebut."
Pada dasarnya Siauw Ling sudah timbul rasa was-was dalam hatinya terhadap orang ini mendengar tuduhan yang dilontarkan hatinya jadi panas ia siap berseru membantah.
Mendadak hatinya jadi bergerak pikirnya, "Banyak bicara kemungkinan salah omong sangat besar. Lebih baik aku membungkam saja sehingga memberikan suatu dugaan yang membingungkan bagi dirinya."
Segera ia tersenyum dan membungkam dalam seribu bahasa.
Sedikitpun tidak salah tindakannya ini seketika itu juga mendatangkan sikap diluar dugaan dari Djen Bok Hong. Setelah ditunggu lama sekali belum kedengaran Siauw Ling memberi jawaban. Alisnya langsung berkerut sambungnya lebih jauh, "Di dalam waktu yang amat singkat Samte bisa pulihkan kembali ketenangan hatimu tindakan tersebut sungguh mendatangkan rasa kagum dihati Siauw heng, tetapi siauw heng pun merasa yakin apabila yang kuduga sama sekali tidak salah! entah bagaimana menurut pendapat Samte?"
Bila didengar dari nada ucapannya ia ada maksud mendesak Siauw Ling untuk buka suara.
"Nasehat dari Toako sedikitpun tidak salah, siauwte akan pentang telinga mendengarkan semua nasehat toako?"
"Suatu ucapan pentang telinga mendengarkan semua nasehat yang amat bagus sekali!" kontan Djen Bok Hong meninggalkan kursinya dan mendongak tertawa terbahak-bahak.
Suara gelak tertawa tersebut mendatangkan hawa bergidik dan penuh dengan napsu membunuh bagi Siauw Ling yang mendengar jantungnya ikut berdetak keras.
Gelak tertawa berlangsung seperempat jam lamanya, suara pantulan memenuhi seluruh ruangan dan memekikan telinga sehingga terasa sakit.
Diam-diam Siauw Ling mulai salurkan hawa murninya mengelilingi seluruh tubuh untuk mempertahankan diri terhadap suara gelak tertawa yang sangat memekikan telinga itu kendati begitu air mukanya masih tetap mempertahankan ketenangannya.
Braaak....suara bentrokan keras tiba-tiba berkumandang memenuhi angkasa sehingga bercampur dengan suara gelak tertawa. Kontan Djen Bok Hong berhenti tertawa dan berpaling.
Tampak Giok Lan dengan wajah pucat pasi badan gemetar berdiri didepan pintu, nampan dicekal telah melemas kebawah sedang dua cawan arak berwarna putih tujuh hancur berantakan diatas lantai.
Air muka Djen Bok Hong berubah dingin menyeramkan tapi sebentar kemudian sudah penuh dihiasi kembali dengan senyuman.
"Sam Tjungtju telah mengambil keputusan nanti siang berangkat meninggalkan perkampungan Pek Hoa San tjung untuk kembali kedesa menjenguk orang tuanya apakah kalian ada maksud untuk mengikuti dirinya?" terdengar Djen Bok Hong bertanya.
"Budak sekalian akan mendengarkan perintah dari Toa Tjungtju." buru-buru Giok Lan menyahut dengan nada penuh hormat.

Bayangan Berdarah (Wo Lung Shen)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang