7

3.3K 47 0
                                    

Akhirnya Chee Toa Nio mengambil keputusan dalam hatinya ia mengangguk.
"Baiklah kita berbuat begini saja dan kedua nona itu akan kuhantar dulu ke dalam ruangan rahasia."
Kurang lebih seperminum teh Chee Toa Nio muncul kembali bersama2 Kiem Lan.
Nenek tua itu memandang sejenak keadaan ditempat kejauhan lalu memandang pula pohon tua yang berdaun rimbun ujarnya lirih, "Aaaai....semoga saja pohon tua yang telah berusia seribu tahun ini bisa lewati peristiwa ini dalam keadaan utuh."
Tiba-tiba Kiem Lan bergeser kesisi Siauw Ling lalu berbisik lirih, "Kamar rahasia dari Tjhe Loocianpwee itu sangat kuat dan aman sekali sekalipun mereka lepaskan api membakar gubuk inipun tidak akan membahayakan keselamatan nona Tong serta enci Giok Lan."
Siauw Ling menghembuskan napas panjang sehabis mendengar perkataan dari gadis tersebut.
"Oooo justru yang paling kukuatirkan adalah mereka lepaskan api membakar gubuk ini tapi kalau memang demikian kenyataannya hatikupun bisa lega."
"Samya dimana bisa mengampuni orang ampunilah mereka tindakanmu jangan terlalu telengas."
"Soal itu susah dikatakan aku akan lihat dulu bagaimana tindakan mereka terhadap kita."
"Samya kau sudah banyak bersabar dan kinipun Tjoe Koen San serta Poh Thian San telah menyanggupi untuk jelaskan duduknya persoalan Samya kepada jago-jago kalangan Bulim aku rasa tidak lama kemudian peristiwa ini bisa dibikin terang Samya kalau kau tak bisa menahan sabar lagi dan turun tangan melukai orang bukankah jasa2 baik mereka akan hancur berantakan?"
"Aaaai! perkataanmu sedikitpun tidak salah...." Siauw Ling mengangguk dan hela napas panjang.
Kiem Lan tertawa mesem sambungnya, "Racun keji yang bersarang ditubuh nona Tong serta enci Giok Lan menurut keadaan sebetulnya kecuali Djen Toa Cungcu dikolong langit tak ada orang yang bisa menolongnya lagi tapi justru mereka sudah berjumpa dengan Chee Loocianpwee dan berkata pemberian obat mujarabnya jiwa nona Tong serta enci Giok Lan bisa ditolong dari lembah maut ini membuktikan apalagi pepatah yang mengatakan orang budiman selalu mendapat berkah dari Thian bukan kosong belaka dan hal ini makin mempertebal maksud budak untuk banyak berbuat amal."
Sreet! tiba-tiba sebatang anak panah bersuara meluncur datang menembusi angkasa.
Melihat datangnya anak panah bersuara itu Chee Toa Nio tertawa dingin tongkatnya segera digetarkan membabat jatuh datangnya serangan tersebut ujarnya, "Mereka sudah bersiap melakukan serbuannya coba kau lihat ada baiknya aku bantu kalian melawan mereka...."
"Lebih baik Loo popo berdiri diluar kalangan" tukas Siauw Ling sebelum nenek itu menyelesaikan kata2nya.
Mendadak Chee Toa Nio gusar.
"Omong kosong bila aku tidak ingin membantu kalian sekalipun kamu berlutut mohon dan merengek2pun tak berguna tapi sekali aku tidak sekali aku sudah menyanggupi sekalipun kamu tidak setujupun tak bisa menahan niatku ini."
"Baik, baiklah! loocianpwee jangan marah2 dulu" buru-buru Kiem Lan berseru sambil tersenyum manis. "Jikalau Chee Loocianpwee ada niat membantu kita sekuat tenaga sudah tentu akan kami sambut bantuan loocianpwee ini dengan senang hati silahkan kau orang tua segera ambil pucuk pimpinan dan mulai atur siasat."
"Musuh yang datang menyerang berjumlah sangat banyak" kata Chee Toa Nio tidak sungkan2 lagi. "Dan pihak kita hanya tiga orang belaka hal ini sangat tidak menguntungkan kita kalau bergebrak saling berhadapan menurut pendapatku lebih baik kita masing-masing mempertahankan satu bagian tempat kedudukan dan bergebrak dengan saling bantu membantu."
Sinar matanya dia alihkan ke arah Kiem Lan lalu sambungnya, "Nona dapatkah kau menggunakan senjata rahasia."
"Bisa sih bisa hanya kurang sempurna."
"Bagus sekali silahkan nona bertahan di dalam rumah gubuk itu sedang aku serta Siauw Cungcu akan menahan serangan musuh dikedua samping gubuk ini kita batasi sekeliling gubuk sebagai tempat pertahanan jangan kasih kesempatan kepada mereka untuk mendesak terlalu dekat!"
"Baik akan cayhe ikuti petunjuk dari Loo popo." Siauw Ling pun akhirnya mengangguk.
Sejak Lam Ih Kong memberi wanti2 kepadanya untuk tidak menyebut semua jago Bulim yang ada dikolong langit dengan sebutan Loocianpwee tidak terkecuali pula dengan Chee Toa Nio kali ini ia hanya menyebutnya sebagai Loo popo.
ooooo0ooooo
"Loocianpwee!" kata Kiem Lan lirih. "Budak ada beberapa patak ucapan, entah dapatkah kuutarakan?"
"Kalau ada pertanyaan katakan saja secara blak2an."
"Antara kira dengan para jago Bulim yang melakukan penyerangan tiada ikatan dendam ataupun sakit hati, rasanya tidak perlu buat kita untuk turun tangan keji terhadap mereka menurut pendapat budak kalau tidak terpaksa lebih baik jangan kita lukai orang."
"Mereka datang menyerang dengan hati berlapis2 sikap mereka tidak lebih mirip bajingan2 tengik ini menandakan kalau mereka semua tidak pandang sebelah matapun terhadap aku sinenek tua kalau tidak kuberi sedikit pelajaran kepada mereka dikemudian hari aku sinenek tua mana punya muka untuk tancapkan kaki kembali di dalam dunia persilatan."
Kembali Kiem Lan akan menasehati nenek itu dengan beberapa patah kata atau pada saat itu pula terdengar suara desiran tajam berkumandang datang sebatang anak panah dengan kecepatan laksana kilat kembali meluncur datang.
Kali ini Chee Toa Nio tidak menggerakkan tongkatnya untuk menyampok jatuh datangnya anak panah tersebut ia hanya menggetar miring datangnya anak panah tadi sehingga berganti arah dan menancap diatas pohon tua disisinya.
Sungguh hebat datangnya serangan barusan ternyata ujung anak panah terbenam sedalam enam tujuh coen diatas pohon tersebut bahkan ekor anak panah tadi bergetar tiada hentinya.
Melihat kelihayan anak panah tersebut Siauw Ling merasa amat terperanjat.
"Datangnya serangan anak panah barusan sangat ganas dan hebat ini menandakan tenaga kweekang yang dimiliki pihak lawan sangat mengejutkan hati" serunya terasa.
Air muka Chee Toa Nio pun ikut berubah hebat setelah melihat kehebatan serangan anak panah tersebut.
"Oooouw bagus, bagus sekali tidak kusangka diapun ikut hadir dalam serbuan ini" katanya dingin.
"Siapa?"
"Sin Cian Kan Koen atau panah sakti penyapu jagad Tong Yen Khie."
"Ia bisa menggunakan gendewa keras yang berkekuatan begitu besar kepandaian silatnya pasti tidak lemah" seru Siauw Ling.
"Orang ini memiliki tenaga dalam yang maha sakti ia bisa merentangkan gendewa seberat seribu kali senjata yang digunakanpun mempunyai bobot mati yang mengerikan."
"Oooo begitu? senjata apa yang ia gunakan?"
"Sebuah senjata palu berantai perak yang panjangnya ada satu tombak lebih dua depa."
Nenek tua ini merandek sejenak untuk tukar napas lalu sambungnya lebih lanjut, "Kau harus bersikap sangat hati2 waktu berjumpa dengan dirinya janganlah menyampok datangnya serangan anak panah dengan gunakan senjatamu jangan terima serangan keras lawan keras dengan senjata tajamnya."
"Terima kasih atas petunjukmu."
"Samya kau harus berhati2″ seru Kiem Lan pula dengan suara berat. Sembari berseru gadis ini meloncat masuk ke dalam gubuk untuk menempati pos penjagaan.
Sepeninggalnya gadis Kiem Lan pemuda she Siauw ini berpaling ke arah Chee Toa Nio sembari berkata, "Loo popo bagaimana kalau kita bersembunyi dahulu diatas pohon tua ini disamping menyelidiki gerakan mereka?"
Tidak menunggu jawaban lagi ia mengempos napas dengan gerakan lurus melayang naik setinggi satu tombak tangan kiri menyambar batang pohon kemudian sekali ayun menyembunyikan badannya dibalik ranting serta dedaun yang lebat.
"Oooouw....sungguh indah ilmu meringankan tubuhnya" puji Chee Toa Nio lirih.
Iapun menutulkan tongkatnya ketanah sedang sang badan melayang keangkasa ikut bersembunyi dibalik dedaunan yang lebat.
Tidak lama kedua orang itu menyembunyikan diri dua sosok bayangan manusia dengan cepatnya telah muncul didepan mata.
Meminjam lubang2 diantara dedaunan Siauw Ling mengintip kebawah tertampak olehnya orang itu berusia kurang lebih tiga puluh tahunan badannya terbungkus oleh pakaian singsat dengan ditangan mencekal sebilah golok tunggal.
Agaknya kedua orang itu menaruh rasa jeri terhadap kelihayan Chee Toa Nio sewaktu tiba kurang lebih empat lima tombak didepan rumah gubuk tersebut mereka berhenti.
"Loo popo siapakah kedua orang ini?" bisik
Siauw Ling dengan ilmu menyampaikan suaranya.
"Tidak lebih dua orang prajurit tak bernama yang ditugaskan menyelidiki keadaan sini."
"Perlu kita tangkap dulu kedua orang ini dan dikasih sedikit hajaran...."
"Apa bangganya menangkap prajurit2 tak bernama? biarkan saja mereka disana."
"Ketika itu ada kembali empat sosok bayangan manusia melayang datang kedepan rumah gubuk itu."
"Orang yang berada dipaling depan adalah seorang lelaki berjubah biru langit dengan perawakan yang tinggi kekar mata cemerlang hidung mancung dan mencekal sebuah kipas ditangan."
"Dibelakang orang itu mengikuti tiga orang lelaki kekar yang masing-masing mencekal sebuah senjata toya terbuat dari perak kecuali orang yang ada disebelah kiri disamping membawa toya dipunggungnya tersoren pula sebilah pedang panjang...."
"Kenal kau dengan orang2 ini?" bisik Chee Toa Nio lirih.
"Tidak kenal mungkin Loo popo kenal dengan mereka."
"Orang ini adalah salah seorang pendekar muda yang berwatak aneh dan menggetarkan seluruh dunia persilatan walaupun ia baru lima tahun terjunkan diri ke dalam dunia kangouw tapi semua jago Bulim yang ada di Ih Ouw Siang dan Kan empat keresidenan besar berhasil dikuasainya kini ia diangkat sebagai Cong Piauw Pacu dari keempat keresidenan tersebut" ujarnya Chee Toa Nio kasih keterangan.
Ia merandek sebentar untuk melirik sekejap ke arah Siauw Ling lalu sambungnya lebih jauh, "Sebetulnya sudah banyak tahun aku tidak mencampuri urusan dunia kangouw lagi terhadap bakat2 muda yang muncul dalam Bulim serta peristiwa2 yang terjadi dewasa ini tidak mau tahu tapi orang ini setelah berhasil menduduki kursi Cong Piauw Pacu dari empat keresidenan beberapa kali pernah datang menyambangi diriku bahkan minta aku muncul kembali kedunia persilatan guna membantu dirinya."
"Disamping kesemuanya ini ia bercerita pula akan kacaunya Bulim saat ini dia berkata bahwa lima tahun kemudian dalam Bulim tentu akan terjadi suatu peristiwa penjagalan manusia yang belum pernah dijumpai selama ini menurut dia ia munculkan diri dalam Bulimpun karena ingin menolong bencana ini...."
"Hmm perkataan orang ini sangat menarik hati dan aku hampir2 saja aku tertarik oleh ucapannya sejak itu hari di dalam setengah tahun ia sudah datang sebanyak tiga kali dan tiga kali pula kena kutolak. Tidak sangkanya untuk keempat kalinya ia datang kemari pula aku terdesak dan akhirnya tutup pintu tidak menjumpai dirinya."
"Ketika itu akupun bersembunyi diatas pohon sambil secara diam2 mengawasi gerak geriknya ternyata selama empat jam dengan sabar ditunggunya kemunculanku didepan pintu kesabaran yang ia miliki benar2 melebihi orang lain...."
Kembali nenek tua itu merandek untuk periksa keadaan disekitar pohon setelah itu tambahnya lebih lanjut, "Hitung2 imamku cukup kuat bertahan selama tiga empat jam diatas pohon ini. Mungkin ia menyadari juga akan keteguhan hatiku sehingga matikan niatnya untuk mengundang aku muncul kembali dalam dunia persilatan."
Siauw Ling yang setengah harian lamanya mendengarkan cerita nenek ini tapi belum juga mengetahui nama si orang yang diceritakan kini tak bisa menahan sabar lagi.
"Loo popo tahukah kau siapa nama orang ini?" tanyanya.
"Sudah tentu aku tahu. Dia bernama Be Boen Hwie...."
Tiba-tiba terdengar suara bentakan nyaring berkumandang datang memutuskan ucapan sinenek itu.
"Loocianpwee adalah seorang jago yang bernama baik dalam dunia persilatan apa gunanya kau orang tua melindungi seorang bajungan tengik yang banyak melakukan kejahatan dan sepasang tangannya berpelepotan darah sehingga bentrok dengan jago-jago Bulim dari kolong langit."
Terdengar orang itu merandek sejenak lalu menyambung kembali, "Selamanya boanpwee kagum dan menghormati watak2 kesatria loocianwpee sehingga selama ini berusaha melarang anak buah kami melanggar daerah loocianpwee sebatas pohon tua ini. Tapi keadaan ini hari jauh berbeda kecuali boanpwee masih ada lagi paderi2 sakti dari Siauw lim pay serta jago-jago Bulim lainnya dari seluruh kolong langit. Saat ini mereka sedang beristirahat disebuah hutan kurang lebih dua li dari tempat ini. Setelah banyak tenaga dan mengutarakan banyak kata akhirnya mereka memberi persetujuan agar boanpwee untuk terakhir kalinya menasehati diri Loocianpwee untuk jangan mencampuri urusan ini ucapan cayhehanya terbatas sampai disini saja mohon loocianpwee suka berpikir tiga kali sebelum bertindak."
"Gerak gerik orang ini tidak jelek dikemudian hari ia pasti berhasil merebut suatu kedudukan terhormat dalam Bulim...." bisik Siauw Ling setelah memandang sekejap wajah Be Boen Hwie.
"Tidak usah dikemudian hari" tukas Chee Toa Nio. "Dengan posisinya saat ini sebagai Cong Piauw Pacu empat keresidenan besar kedudukannya tidak berada dibawah kedudukan seorang ciangbunjien perguruan besar...."
"Orang ini begitu susah dihadapi biarlah cayhe yang hadapi dirinya."
"Untuk bergebrak melawan dirinya bukan saja kau harus mempunyai aneka ilmu silat yang ruwet untuk menghadapi segala perobahan bahkan jangan sekali2 tertarik oleh ucapannya yang menggerakkan hati."
"Akan kuingat semua Loo popo harap berlega hati...."
Pemuda ini tidak memberi kesempatan pada Chee Toa Nio untuk melanjutkan kata2nya mendadak ia mengempos napas dan melayang turun dari balik dedaunan.
Sinar mata Be Boen Hwie berkilat sewaktu melihat gerakan Siauw Ling sewaktu turun melayani ke atas permukaan tanah bibirnya bergerak seperti mau mengucapkan sesuatu tapi dibatalkan niatnya itu. Kipas yang ada ditangan kanan segera diangkat sejajar dada sedang tangan kiri disiapkan dari arah samping.
Silelaki kekar yang berada disebelah kiri diantara ketiga orang itupun dengan gerakan secepat kilat meloloskan pedang yang tersoren pada punggungnya.
Jelas mereka telah menyadari menghadapi musuh tangguh setelah melihat gerakan yang indah dan enteng dari Siauw Ling waktu melayang turun kepermukaan tanah barusan.
Sikap Siauw Ling sangat tenang ia melirik sekejap wajah Be Boen Hwie lalu melangkah kedepan lambat2 terhadap barisan yang telah mempersiapkan diri ia tidak ambil pusing bahkan memandang sekejappun tidak.
Ternyata Be Boen Hwie seorang jago yang berilmu tebal kipas yang semula berada ditangan kanan kini dipindahkan ketangan kiri dengan cepat sedang pedang yang berada ketangan kanan terhadap tindakan Siauw Ling yang mendekat sama sekali tidak mencegah maupun menegur.
Lain halnya dengan ketiga orang lelaki kekar yang berdiri dibelakang Be Boen Hwie mereka tidak bisa menahan sabar dan mulai menggerakkan toyanya menyerang dari kedua belah sayap kiri dan kanan sehingga posisi mereka saat ini berbentuk barisan segitiga yang kuat.
Mendadak Siauw Ling berhenti tangan kanannya secepat kilat meloloskan pedang panjang yang tersoren diatas punggung.
"Siapakah saudara?" terdengar Be Boen Hwie menegur sembari tertawa dingin tiada hentinya.
"Cayhe Siauw Ling."
"Oooo....kiranya Sam Cungcu dari perkampungan Pek Hoa San cung selamat berjumpa selamat berjumpa."
"Terima kasih saudara adalah Be Boen Hwie."
"Benar cayhe bernama Be Boen Hwie."
"Dan merupakan Cong Piauw cu dari Ih Ouw Sian Kan empat keresidenan besar" sambung sang pemuda lebih lanjut.
"Gerombolan liar Bulim tak bisa dibandingkan dengan kecermelangan nama perkampungan Pek Hoa San cung" tukas Be Boen Hwie dengan cepat.
Suasana untuk beberapa waktu jadi sunyi seperminum teh kemudian Siauw Ling kembali memecahkan kesunyian ujarnya, "Kita tidak saling kenal mengenal, apa sebabnya saudara memimpin jago-jago Bulim untuk memusuhi aku orang she Siauw?"
"Apa pula kesalahan orang2 Bulim dikolong langit sehingga Siauw Cungcu begitu tega turun tangan keji menjagali mereka apalagi diantara kesembilan korban kejahatanmu salah satu diantaranya merupakan pembantu setiaku. Jangan dikata aku harus menuntut balas buat sang korban yang menemui ajalnya ditanganmu cukup perbuatan Siauw Cungcu yang bikin keonaran didaerah kekuasaan cayhe sudah cukup memaksa aku Be Boen Hwie tak bisa berpeluk tangan lagi."
"Heee....perkampungan Pek Hoa San cungpun didirikan diatas daerah kekuasaan sebagai Cong Piauw Pacu empat keresidenan besar mengapa perkampungan itu tidak kau urusi?" jengek Siauw Ling dingin. "Kalau kau Be Boen Hwie betul2 seorang Cong Piauw Pacu dari Ih Ouw Siang Kan empat keresidenan besar yang baik seharusnya kau pergi cari gara2 dengan mereka orang2 perkampungan Pek Hoa San cung."
Merah padam selembar wajah Be Boen Hwie.
"Menurut pendapat cayhe saat inipun masih belum terlambat untuk melakukannya...." dia coba membela diri.
"Hmm kau tidak lebih karena jeri akan nama besar Djen Bok Hong dan tidak berani mencari gara2 dengan pihak perkampungan Pek Hoa San cung haaa....haaa....kalau saat ini yang kau hadapi bukan aku Siauw Ling melainkan Djen Bok Hong."
"Kalau Djen Bok Hong lalu kenapa?" tukas Be Boen Hwie sangat gusar.
"Kalau yang kau hadapi saat ini adalah Djen Bok Hong aku berani bertaruh seratus persen kau Cong Piauw Pacu tak akan berani munculkan diri untuk melawan dirinya...."
Ia merandek dan mendongak tertawa terbahak2 sambungnya, "Pada saat ini bukan saja kau orang she Be seorang diri kendati semua jago yang berani mencari gara2 dengan aku Siauw Ling pada saat inipun tak seorang yang berani mencabut kumis harimau dengan mencari gara2 dengan Djen Bok Hong...."
Sekalipun beberapa patah kata ini diucapkan dengan nada menyindir tapi dalam kenyataan memanglah demikian.
Air muka Be Boen Hwie berubah sangat hebat sinar matanya berkilat alis mencuat ke atas dengan penuh kegusaran bentaknya, "Selama ini Djen Bok Hong bersembunyi dalam perkampungan Pek Hoa San cung tak berani berkutik peristiwa munculnya kembali orang itu ke dalam dunia persilatanpun baru terjadi beberapa bulan ini. Apakah kau anggap perkampungan Pek Hoa San cung betul2 sudah menjadi sarang tempat bersembunyi yang sangat kokoh? Hmmm kali ini kau sebagai orang she Be akan bereskan kau sebagai Sam Cungcu kemudian baru cari Djen Bok Hong untuk sekalian meringkusnya."
"Oooouw bualanmu sungguh besar kau takut hanya aku Siauw Ling pun kau tak sanggup memenangkannya."
"Haaa....haaa....haaa....sungguh indah ucapanmu Be Boen Hwie tertawa gelak untuk menyalur hawa gusar yang susah dikendalikan itu. "Sam Cungcu bisa melukai sembilan orang jago-jago Bulim secara beruntun ini membuktikan apabila kepandaian silat yang kau miliki sangat lihay aku orang she Be siap menanti petunjukmu."
"Cong Piauw cu" tiba-tiba tiga orang laki2 bersenjatakan itu berkata secara serentak. "Untuk membunuh seekor ayam apa faedahnya menggunakan golok pembunuh kerbau tak usah Cong Piauw cu repot2 turun tangan sendiri biarlah cukup kami bertiga yang menghadapinya."
Sembari berseru tiga batang tongkat perak dengan memancarkan cahaya berkilauan menyambar memenuhi angkasa dengan menerjang dari tiga arah yang berlawanan mereka gempur Siauw Ling habis2an.
Pedang panjang yang ada ditangan Siauw Ling segera bergerak dengan menggunakan jurus Thian Lie san hoa atau dewi langit menyebar bunga ditengah berkelebatnya cahaya keperak2an berkuntum2 bunga pedang menyebar memenuhi angkasa tubuhpun dengan cepat berhasil lolos keluar dari tengah gencetan ketiga buah serangan gabungan tersebut.
Melihat berlapis2nya kuntum bunga pedang yang menutupi seluruh angkasa dalam hati ketiga orang lelaki kekar itu merasa terperanjat pikirnya, "Nama besar perkampungan Pek Hoa San cung ternyata bukan nama kosong belaka kepandaian silat yang dimiliki orang ini sungguh aneh."
Karena berpikir demikian toya perak yang dilancarkan kedepan mengikuti jalannya pikiran ditarik kembali untuk melindungi keselamatan sendiri.
Menggunakan kesempatan sewaktu ketiga orang itu mengubah posisinya dari kedudukan menyerang jadi kedudukan bertahan Siauw Ling meloncat keluar dari kepungan ketiga orang itu dan menerjang kehadapan Be Boen Hwie.
"Ingin melukai orang tanpa sebab lebih baik kuminta pelajaran dari ilmu silat Cong Piauw Pacu yang lihay."
Be Boen Hwie yang melihat gerakan pemuda itu sangat cekatan dan di dalam beberapa kali kelebatan saja dengan mudah berhasil lolos dari kepungan ketiga orang itu hatinya jadi terkesiap pikirnya, "Tidak aneh orang ini bisa melukai sembilan orang jago Bulim secara beruntun kepandaian silat yang ia miliki ternyata sangat lihay."
Terdengar tiga kali suara bentakan keras bergema memecahkan kesunyian ketiga orang lelaki kekar bersenjata toya perak itu sekali lagi menubruk kedepan senjata toya perak yang ada ditangan mereka dengan berpisah dari tiga arah yang berlawanan menotok badan Siauw Ling.
Ketika Siauw Ling berhasil meloloskan diri dari kepungan mereka bertiga lelaki2 kekar itu merasa kehilangan muka. Karena itu serangan gabungan mereka kali ini dilancarkan dengan sangat hebat kekuatan serangan toya mereka menggulung laksana amukan ombak. Arah yang ditujukan dada bagian yang sama.
"Oooouw....jumlah musuh lebih banyak dari padaku. Aku harus kacaukan dulu kedudukan mereka" pikir Siauw Ling dalam hati.
"Mereka bertiga bukan tandinganku" katanya cepat. "Cayhe tidak...."
Karena berpikiran demikian pedangnya didorong keluar dengan gerakan menggulung tenaga lunak berhawa Im yang dikumpulkan sekitar pedang segera menempel diatas toya perak yang datang dari sebelah kanan dan merosot kebawah mengikuti gerakan mereka setelah itu pedangnya bergerak lebih kedepan diimbangi majunya badan kesisi tubuh musuh.
Ujung pedang khusus mencari pergelangan kanan sang lelaki yang mencekal toya.
Dalam gerakannya ini bukan saja Siauw Ling berhasil menghindarkan diri dari datangnya serangan bahkan menghindarkan diri dari datangnya serangan bahkan mengirim pula pukulan balasan hebat ke arah lawannya. Serangan toya dari timur maupun utara sama2 menemui sasaran kosong.
Silelaki kekar yang ada disebelah barat waktu melihat Siauw Ling berani saling mengadu kekuatan dengan bentrokan pedangnya diatas toya, diam2 merasa girang pikirnya, "Salahmu sendiri cari penyakit dengan berbuat begini...."
Tenaga murninya dikerahkan semua dan mendorong keluar ia berharap bisa menggetar lepas pedang yang dicekal Siauw Ling.
Siapa nyana ketika pedang Siauw Ling bentrok dengan toya peraknya bukan saja ia tak berhasil pukul lepas senjata lawan malahan toya sendiri yang kena terhisap diatas pedang itu.
Kali ini dia baru terperanjat dalam pada itu Siauw Ling sudah menerjang lebih kedepan ujung pedangnya berkelebat mengancam pergelangan tangan kanan.
Gerakan ini dilakukan cepat bagaikan menyerang mendesak hampir2 dilakukan dalam waktu yang bersamaan.
Lelaki kekar tersebut tak bisa berkutik lagi tanpa pikir panjang ia kendorkan cekalan toyanya.
Tangan kiri Siauw Ling berkelebat ia tak membiarkan toya tersebut jatuh ketanah dan di dalam sekali sambaran dicekalnya senjata tersebut dalam genggaman.
Saat ini pedangnya masih mengandung sisa tenaga yang cukup kuat untuk melukai atau mencabut jiwa lelaki kekar tersebut asalkan ia mau dan getarkan pergelangan kanannya kedepan tapi pemuda she Siauw ini tidak ingin turun tangan keji dengan menggunakan kesempatan tersebut.
Mendadak kaki kirinya melancarkan sebuah tendangan kilat ke arah muka.
Tendangan ini muncul dengan kecepatan luar biasa bahkan jauh ada diluar dugaan siapapun jua.
Braaak! dengan telak tendangan tersebut bersarang pada tengkuk lelaki kekar itu.
Kontan badan orang itu mencelat ke belakang dan terpental empat lima depa dari tempat itu.
Serangan balasan Siauw Ling bukan saja dalam satu jurus berhasil menghancurkan kepungan tiga orang itu bahkan berhasil merebut senjata lawan dan menentang roboh diantaranya kehebatan ilmu silatnya segera mempesonakan hati semua orang.
Kedua orang yang berada disebelah timur dan utara berdiri termangu2 sedangkan Be Boen Hwie berada dalam keadaan melengak.
Tapi sebentar saja kedua orang lelaki itu telah tersadar kembali toya mereka diputar sedemikian rupa mengelilingi tubrukan mereka menghajar batok lawan.
Setelah mengetahui sampai dimanakah kekuatan lawan Siauw Ling masukkan kembali pedangnya kembali ke dalam sarung hawa kweekang disalurkan mengelilingi badan lengan yang kuat mendadak diputar kencang menyambut kedatangan serangan toya itu dengan keras lawan keras.
Traaaaaang suara bentrokan senjata tajam berkumandang memenuhi angkasa silelaki yang berada disebelah timur kehilangan senjata toyanya karena tergetar lepas dari cekalan sedang lelaki yang berada disebelah utara kendati senjatanya tidak sampai lepas sepasang lengannya tergetar kaku dan linu untuk beberapa waktu ia tak sanggup mengangkat senjatanya kembali.
Agaknya Siauw Ling sama sekali tidak menyangka ia memiliki tenaga kweekang sesempurna ini setelah melengak sejenak pemuda itu segera berpaling ke arah Be Boen Hwie.
"Cong Piauw Pacu silahkan memberi petunjuk" serunya.
Toya yang kena direbut lawan dengan cepat diputar dan membabat pinggang lawan dengan jurus Lek sauw ngo Ih atau tenaga sakti menyapu lima bukit.
Setelah mengetahui bagaimana dahsyatnya tenaga kweekang yang dimiliki lawan Be Boen Hwie tidak berani menyambut datangnya serangan tersebut dengan gerakan keras lawan keras sepasang pundak sedikit bergerak badannya sudah mundur delapan depa ke belakang.
Melihat pihak lawan mundur Siauw Ling putar toyanya sedemikian rupa seraya menerjang kedepan pada dasarnya dalam benak pemuda ini sudah hapal dengan berbagai ragam ilmu silat dari perguruan manapun kendati ia belum pernah menggunakan senjata toya tapi setelah menyerang semua jurusnya menggunakan ilmu toya dari perguruan kalangan lurus.
Haruslah diketahui Cung San Pek, Lam Ih Kong serta Liuw Sian cu bertiga bukan saja ahli dalam bidangnya masing-masing merekapun paham terhadap segala macam ilmu silat baik dari perguruan besar maupun dari partai2 yang ada dikolong langit.
Terutama sekali Cung San Pek sebagai seorang manusia yang gemar mempelajari berbagai macam ilmu apa yang ia ketahui dalam benaknya bukan saja ilmu silat dari pelbagai perguruan serta partai bahkan soal ilmu pertabiban serta ilmu perbintanganpun sangat liha.
Pada dasarnya Siauw Ling adalah seorang pemuda cerdik ditambah lagi berjumpa dengan guru pandai yang bersama2 mendidik dirinya walaupun hanya lima tahun ia belajar tapi kesempurnaan serta keberhasilannya melebihi orang lain yang belajar ilmu silat selama puluhan tahun.
Kecuali mempelajari ilmu pedang, ilmu telapak, ilmu meringankan tubuh serta ilmu menyambit senjata rahasia sebagai ilmu andalan ketiga orang gurunya ia hapal pula dengan pelbagai jurus aneh dari senjata macam apapun apalagi senjata toya merupakan salah sebuah senjata tajam yang umum diantara delapan belas macam senjata sudah tentu ia dapat mainkan pula dengan sempurna.
Be Boen Hwie terkenal sebagai seorang jago berkepandaian silat campuran delapan belas macam senjata dapat ia gunakan dengan sempurna kini setelah melihat ilmu toya yang digunakan Siauw Ling ternyata adalah jurus2 serangan paling sempurna dari ilmu Ceng Tiong Koen hoa yang lihay diam2 ia merasa gegetus.
Dalam sekejap mata Siauw Ling sudah melancarkan delapan buah serangan berantai toyanya dengan menimbulkan suara desiran tajam menyambar dan membabat memenuhi angkasa membuat debu pasir serta rerumputan yang ada didaerah sekelilingnya satu tombak beterbangan menyilaukan mata.
Sekalipun begitu dengan mudah dan mantap Be Boen Hwie berhasil menghindarkan diri dari kedelapan belas buah serangan tersebut.
Kendati Siauw Ling tidak buka suara diam2 dalam hati merasa kagum pikirnya, "Gerakan berkelit yang diperlihatkan orang ini amat sempurna sungguh jarang bisa ditemui jago semacam ini dalam Bulim."
Menanti Siauw Ling telah menyelesaikan kedelapan belas jurus ilmu berantainya Be Boen Hwie baru menggerakkan pedang pada tangan kanannya untuk mengirim sebuah tusukan kedepan bersamaan itu pula kipas ditangan kirinya membabat kedepan mengirim segulung kebasan angin pukulan santar.
Pedang menusuk pergelangan kanan Siauw Ling mencekal toya sedang senjata kipasnya mencegat jalan mundur Siauw Ling dalam satu jurus ia menggunakan gerakan dan bertahan secara berbareng.
Oleh serangan balasan ini Siauw Ling terdesak dan mundur selangkah ke belakang.
Dalam hati kecilnya Be Boen Hwie mengerti asal ia memberi kesempatan bagi Siauw Ling untuk melanjutkan serangannya maka pihak lawan pasti akan mengeluarkan jurus ilmu toya yang lebih lihay untuk mengurung dirinya karena itu badannya segera mendesak kedepan mendekati sisi tubuh Siauw Ling tangan kiri mencekal kipas tangan kanan membawa pedang menyerang pemuda itu habis2an.
Walaupun Siauw Ling pandai dalam penggunaan berbagai macam senjata tajam tapi yang paling diandalkan pemuda ini adalah ilmu pedang serta ilmu telapak. Ditambah pula ia kekurangan pengalaman dalam menghadapi lawan setelah berbuat sedikit kesalahan ia terdesak dan kena terkurung dalam serangan2 gencar pihak lawan.
Sebaliknya Be Boen Hwie walaupun belum lama terjunkan diri dalam dunia kangouw tapi dia adalah seorang jagoan yang berpengalaman dalam menghadapi beratus2 kali pertarungan sengit dalam waktu hanya empat lima tahun ia berhasil menaklukkan para jago-jago dari Ih Ouw Siang serta Kan empat keresidenan besar sehingga diangkat sebagai Cong Piauw Pacu dari keempat keresidenan tersebut sudah tentu hal ini bukan suatu pekerjaan yang sangat mudah.
"Kecuali lihay dalam hal ilmu kepandaian silat kecerdasan otakmupun sangat luar biasa."
Setelah diam2 memperhatikan beberapa buah jurus serangan Siauw Ling bukan saja ia mempunyai perasaan telah menjumpai musuh paling tangguh selama hidupnya bahkan iapun berpendapat baik ilmu silat maupun tenaga kweekang yang dimiliki lawan berada diatas kesempurnaan kepandaian silat sendiri kalau suruh ia bergebrak secara terang2an melawan pihak lawan dirinya pasti akan menderita kalah.
Karena itu mengambil kesimpulan untuk mengalahkan Siauw Ling ia harus menggunakan kelemahan lawan yang disadari oleh pemuda tersebut sudah tentu saja hal ini harus mengandalkan pengalamannya dalam menghadapi beratus2 kali pertarungan yang pernah mereka alami.
Sisa waktu sesaat setelah Siauw Ling menyelesaikan permainan toyanya hanya berkelebat sekejap mata mengambil kesempatan yang paling baik inilah Be Boen Hwie melancarkan serangan balasan mendesak kesisi tubuh Siauw Ling.
Dengan membawa senjata toya yang berat dan tidak terbiasa ditangan kena didesak oleh serangan gencar dari Be Boen Hwie ini jadi kerepotan dan tak sanggup mengatasi situasi ia terdesak hebat dan mundur tiada hentinya.
Tampak ujung pedang Be Boen Hwie berkelebat membentuk berkuntum2 bunga pedang yang selalu mengancam sepasang pergelangan Siauw Ling yang mencekal toya hal ini memaksa pemuda tersebut tak sanggup mengadakan perubahan untuk menolong situasi.
Ditambah lagi kipas ditangan kiri orang she Be itu sebentar membuka sebentar menutup selalu menotok serta membabat jalan darah penting dalam tubuhnya memaksa Siauw Ling mau tak mau harus mengutamakan berkelit dahulu daripada melancarkan serangan balasan.
Dalam sekejap mata Be Boen Hwie telah melancarkan tiga puluh enam buah serangan pedang serta dua puluh empat jurus serangan kipas.
Dalam jangka waktu selama ini Siauw Ling selalu tak sanggup mengirim sebuah serangan balasanpun ia kena terdesak mundur sejauh satu tombak lebih.
Ketika itulah Chee Toa nio yang bersembunyi diatas pohon tak dapat menahan sabar lagi ia berseru keras, "Kalau kau tidak mau membuang senjata toyamu lagi sekalipun harus bergebrak seratus jurus lagipun kau tak bakal bisa melancarkan sebuah jurus serangan balasanpun apa gunanya mencari susah dan kerepotan buat diri sendiri."
Selama ini yang terpikir oleh Siauw Ling adalah ruang kosong diantara serangan2 Be Boen Hwie yang tiada hentinya itu untuk kemudian berusaha melancarkan serangan.
Menurut pendapatnya asalkan ia berhasil melancarkan sebuah serangan balasan maka posisinya yang terdesak hebat inipun bisa direbut dan diatasi kembali.
Justru karena pusatkan pikiran dalam merebut posisinya inilah ia jadi lupa untuk berpikir sampai disitu.
Kini setelah mendengar ucapan dari Chee Toa nio ia baru sadar kembali pikirnya, "Urusan segampang ini mengapa tak terpikir olehku? bila sejak tadi aku buang toya ini bukankah sepasang tanganku tak terlalu kerepotan dan terancam terus oleh pedang lawan? aku memang tolol bukankah lebih enak berkelahi dengan tangan kosong dari pada mencekal toya yang sama sekali tak berguna ini?"
Karena harus berpikir perhatianpun jadi bercabang dan reaksinya dalam menghadapi seranganpun rada terlambat.
Tidak ampun lagi pundak kirinya kena disapu oleh kipas Be Boen Hwie sehingga pakaiannya robek dan darah bercucuran membasahi badan.
Walaupun Be Boen Hwie berhasil melukai pundak kiri musuhnya tapi rasa kaget yang dialami dalam hatinya jauh melebihi rasa terkejut dalam hati Siauw Ling.
Di dalam dugaan serangan kipas yang ia lancarkan barusan pasti bisa membabat putus seluruh lengan kiri Siauw Ling atau paling sedikit menghancurkan tulang2nya kehilangan kemampuannya untuk bergebrak lagi.
Siapa sangka sewaktu kipasnya hampir membabat diatas pundak pemuda tersebut tiba-tiba ia merasa adanya segulung tenaga besar dan kuat menahan serangan itu beberapa senti diatas badan lawan.
Bersambung ke jilid 7
Bayangan Berdarah
Karya: Wo Lung-shen
JILID 7
Menemui kejadian macam ini otomatis pikirannya teringat akan ilmu khiekang yang sering tersiar kabarnya dalam dunia kangouw.
Ia tidak menyangka dengan usia Siauw Ling yang masih demikian muda sudah berhasil mempelajari ilmu khiekang yang merupakan ilmu tingkat paling tinggi.
Setelah pundak kirinya terluka, timbullah rasa gusar dalam hati Siauw Ling ia membentak keras sepasang kakinya melancarkan tendangan berantai mengarah tubuh musuh.
Inilah ilmu tendangan berantai Giok Poh Yen Yang Lian Huan Tui dari Boe Song sijago lihay dari Liang san tempo dulu. Untuk menciptakan tendangan berantai itu yang hampir lenyap dari permukaan bumi ini Cung San Pek pernah menggunakan waktu beberapa bulan untuk bermati2an dan akhirnya diturunkan ketangan Siauw Ling.
Pedang Be Boen Hwie berkelebat cepat ia mengeluarkan jurus pedang berantai Im Liong Sam sin atau naga sakti muncul diawan untuk menghadapi tendangan berantai lawan.
Tampak cahaya tajam berkelebat memenuhi angkasa hawa pedang berdesir menggidikkan hati menutup seluruh bagian tubuhnya.
Walaupun serangan tendangan berantai ini mencapai total tapi mengambil kesempatan yang sangat baik inilah Siauw Ling melancarkan serangan balasan.
Hawa murni disalurkan dari pusar mengelilingi seluruh badan laksana kilat ia melayang turun ke atas permukaan tanah kemudian tidak menanti Be Boen Hwie memulai dengan serangannya ia berebut mendesak kedepan toya peraknya dengan jurus Huan Liong Siauw Coe atau naga perkasa melingkari tonggak menyapu tubuh pihak lawan.
Be Boen Hwie yang harus berusaha keras menghindarkan diri dari datangnya tendangan berantai Giok Poh Yen Yang Huan Tui kini kehilangan posisi yang baik untuk menguasai seluruh keadaan melihat datangnya serangan toya sangat lihay ia tak berani menyambut dengan keras lawan keras sambil menarik napas panjang2 badannya buru-buru lima langkah ke belakang.
Bagaikan kehilangan belenggu yang mengikat sepasang tangannya saja Siauw Ling menghembuskan napas panjang ia segera membuka serangan balasannya dengan memutar toya sedemikian rupa memainkan jurus2 Sah Cap Lak Lok Seng Ci Pang yang lihay.
Be Boen Hwie adalah seorang jago lihay yang sangat berpegalaman dalam menghadapi pelbagai pertempuran walau berada dalam keadaan bahaya hatinya sama sekali tidak jadi kacau. Kendati begitu setelah melihat keruwetan serta kesempurnaan ilmu silat Siauw Ling hatinya terperanjat juga.
"Sungguh hebat kepandaian silat orang ini" diam2 pikirnya. "Bukan saja ilmu silatnya meliputi sincang dari kalangan Buddha serta agama Tobehkan ilmu tingkat tinggi yang sudah lama hilang dalam peredaranpun bisa ia mainkan kalau tidak dihabisin ini hari kau akan menjumpai banyak kesulitan untuk melenyapkan dikemudian hari."
Karena berpikir, perhatian bercabang dan permainan pedangpun semakin mengendor.
Traaang suara bentrokan keras bergema memecahkan kesunyian pedang orang she Be itu kena disapu oleh toya Siauw Ling sehingga tersingkap kesamping dan badannya terbuka suatu kelemahan yang amat besar.
Lengan terasa kaku hampir saja pedangnya terpental lepas dari cekalan.
Siauw Ling membentak keras badannya mendesak maju kedepan toyanya diputar kemudian menghantam dada lawan dengan jurus Ci To Oie Liong atau naga kuning tegak memanggut.
Diam2 Be Boen Hwie gigit bibir badannya miring kesamping dengan nyaris melarikan diri dari datangnya serangan lawan.
Toya perak itu menyambar setengah coen diatas dadanya sedikit ia terlambat menghindar niscaya jalan darahnya kena tertotok.
Pengalaman orang ini sungguh luas sekali ia menyadari keadaan dirinya sudah terseret kelembah kekalahan kalau tidak coba merebut posisi dengan menempuh bahaya maka ia bakal dikalahkan oleh permainan toya Siauw Ling yang amat lihay itu.
Ketika Siauw Ling melihat serangan toya yang mengancam daya lawan menemui sasaran kosong dalam hatipun tahu bahwa tindakannya barusan merupakan suatu tindakan yang salah selagi pergelangannya ditarik ke belakang. Dengan kecepatan penuh Be Boen Hwie sudah melancarkan sebuah serangan balasan, kipas ditangan kirinya membabat pergelangan kanan Siauw Ling tajam2.
Siauw Ling yang pernah merasakan pahit getirnya serangan kipas lawan kali ini bersikap lebih hati2. Ia tahu kalau senjata toyanya tidak dibuang maka ia akan terjerumus kembali ke dalam posisi terdesak.
Tanpa ragu2 lagi sepasang lengannya mengendor melepaskan toya itu dari cekalan.
Be Boen Hwie sama sekali tidak menduga pihak lawan suka membuang senjata toya tersebut ia jadi tertegun.
Dalam menghadapi pertarungan jarak dekat seperti ini menggunakan senjata toya yang panjang dan berat merupakan suatu penghalang yang sangat merepotkan setelah membuang senjata tersebut gerakan pemuda she Siauw ini makin gesit dan lincah.
Pergelangan kanan ditekuk meloloskan diri dari serangan kipas lawan sedang telapak kiri dengan cepat laksana kilat mengirim sebuah pukulan ke arah depan.
Kiranya sejak bentrokan tadi lengan Be Boen Hwie yang mencekal pedang masih terasa linu susah diangkat sehingga pertarungan terpaksa dilakukan dengan andalkan senjata kipas yang ada ditangan kiri.
Serangan Siauw Ling begitu berhembus keluar tiada hentinya jurus demi jurus meluncur keluar bagaikan kilat dalam tujuh jurus saja Be Boen Hwie sudah terdesak hebat sehingga susah melancarkan serangan balasan lagi.
Para jago yang menonton jalannya pertarungan disisi kalangan kebanyakan merupakan anak buah Be Boen Hwie yang pada hari2 biasa sering menjumpai kehebatan serta kegagahan majikannya dalam menghadapi pihak lawan dalam pandangan mereka Cong Piauw Pacunya ini sudah dihormati bagaikan malaikat dan belum pernah menjumpai kejadian dimana keteter macam melawan Siauw Ling saat ini.
Ilmu telapak berantai Siauw Ling mengutamakan kecepatan untuk menguasai posisi semakin menyerang semakin dahsyat memaksa Be Boen Hwie kendati mencekal pedang serta kipas tak sanggup menggunakannya.
Sepasang mata Be Boen Hwie berkilat dan memancarkan napsu membunuh diam2 ia mulai meraba tombol rahasia yang terpasang pada gagang kipasnya.
Tapi bagaimananpun juga dia adalah seorang jago Bulim kenamaan dan merupakan pemimpin pula dari beberapa keresidenan suruh ia main bokong bagaimanapun juga dalam hati merasa malu dan ragu2 untuk turun tangan.
Pada saat hatinya sedang ragu2 mendadak Siauw Ling menarik kembali serangannya sambil melayang mundur lima depa ke belakang ujarnya, "Cong Piauw Pacu ilmu silatmu sangat lihay sekalipun kita harus bergebrak ratusan jurus lagipun susah untuk menentukan siapa menang siapa kalah lebih baik pertarungan ini dilanjutkan dikemudian hari saja...."
Seraya berkata ia meloncat ke belakang dan melayang ke arah rumah gubuk tersebut.
Diam2 Be Boen Hwie merasa malu ia tahu sekalipun ucapan Siauw Ling sungkan sekali tapi sesungguhnya ia tak bakal bisa bertahan sepuluh jurus lagi dari serangan2 Siauw Ling yang cepat dan berantai ini.
Ketika ia mendongak kembali terlihat olehnya didepan rumah gubuk tersebut bayangan manusia berkelebat tiada hentinya diiringi kelebatan senjata tajam yang menyilaukan mata suatu pertarungan sengit sedang berkobar dengan ramainya.
Sebatang toya Chee Toa Nio bagaikan naga sakti bermain air berputar menyodok dan membabat tiada hentinya melayani tujuh delapan orang yang sedang mengerubuti dirinya.
Bersamaan itu pula ada empat orang mengitari Chee Toa Nio lari memasuki rumah gubuk itu.
Melihat kejadian ini Siauw Ling jadi cemas ia mengepos napas dengan sekuat tenaga lari kedepan.
Bagaikan segulung asap ringan badannya berkelebat lewat melalui sisi Chee Toa Nio diiringi tangannya mengayun keluar melancarkan sebuah serangan ilmu totok Siuw loo sin ci menotok rubuh seorang lelaki diantaranya.
Melihat kelihayan pemuda itu Chee Toa Nio terperanjat pikirnya, "Sungguh cepat gerakan tubuhnya."
Semangat segera berkobar kembali toyanya diputar melancarkan tiga jurus serangan berantai melukai seorang musuhnya.
Tujuh delapan orang jago Bulim yang sedang mengerubuti Chee Toa Nio waktu melihat Siauw Ling dengan sangat mudah berhasil melukai seorang rekannya hati kontan tergetar keras dan semangat bertempurnya runtuh berantakan.
Mengambil kesempatan itulah Chee Toa Nio memperlihatkan kelihayannya toya diputar semakin kencang memaksa para jago yang mengerubuti dirinya mundur terus ke belakang.
Siauw Ling dengan gerakan tubuh laksana kilat menerjang kedepan rumah gubuk tersebut bentaknya keras, "Berhenti, siapa yang berani bersikeras masuk kerumah gubuk itu akan kucabut nyawanya."
Empat orang lelaki kekar sejak semula telah mendekati rumah gubuk itu tapi selama ini mereka kena ditahan oleh serangan2 senjata rahasia yang dilancarkan Kiem Lan kini dibentak oleh sang pemuda keempat orang itu segera berdiri tertegun.
Dua orang diantara keempat lelaki itu bersenjatakan golok tunggal yang ketiga mengandalkan senjata cambuk dan orang terakhir membawa senjata garpu besar wajah mereka rata2 keren dan gagah.
Saat ini mereka sama2 berpaling dan melototi wajah pemuda she Siauw Ling dengan sinar mata mendelong.
Siauw Ling dengan silangkan pedang didepan dada berdiri penuh wibawa sinar matanya berkilat menyapu sekejap wajah keempat orang itu lalu ujarnya dingin, "Cayhe tidak ingin melukai kalian hal ini bukan karena aku takut kepada kamu sekalian. Hmm asal cuwi ngotot hendak terjang masuk ke dalam gubuk ini jangan salahkan aku akan turun tangan keji terhadap kalian."
"Siapa kau?" bentak silelaki bersenjata cambuk penuh rasa gusar. "Sungguh besar omonganmu...."
"Cayhe Siauw Ling kalau ada urusan silahkan cuwi katakan kepadaku aku orang she Siauw tetapi kalau kalian ngotot mau masuk ke dalam gubuk. Hmm itu namanya cari jalan kematian kalian sendiri."
Agaknya silelaki bersenjata cambuk itu adalah pemimpin diantara empat orang tersebut mendengar ucapan itu dengan gusar ia segera membentak, "Oooouw....bisa terjadi peristiwa seperti itu? cayhe merasa kurang percaya."
"Hmmmm kalau tidak percaya mengapa tidak kalian coba?"
Silelaki bersenjata cambuk itu segera ulapkan tangan kanannya dan berbisik kepada kedua orang lelaki yang bersenjatalan golok.
"Kalian berdua turun tangan berbareng untuk menghadapi bajingan yang banyak melakukan kejahatan ini tak perlu kita bicarakan soal peraturan Bulim serta keadilan."
Dua orang lelaki bersenjata golok itu menyahut kemudian berdiri berjajar menghadang jalan pergi Siauw Ling.
Setelah memberi perintah kepada kedua orang itu silelaki bersenjata cambuk tadi berpaling ke arah silelaki bersenjata Trisula.
"Mari kita terjang ke dalam gubuk itu" serunya.
Melihat keketusan beberapa orang itu alis Siauw Ling berkerut sepasang mata memancarkan cahaya berkilat.
"Kalau cuwi tidak mau mendengarkan peringatan cayhe itu namanya mencari penyakit buat diri sendiri" bentaknya gusar.
Tadi sewaktu Siauw Ling berkelebat datang dengan gerakan yang cepat laksana kilat keempat orang itu tidak berpaling dan sedang pusatkan seluruh perhatiannya dalam menghadapi serangan2 senjata rahasia dari Kiem Lan.
Semisalnya mereka melihat dengan mata kepala sendiri niscaya pada saat itu lebih suka mendengarkan nasehat dari Siauw Ling.
Tampak silelaki bersenjata Trisula itu sembari menggetarkan senjatanya sehingga terdengar suara gemerincingan yang ramai menerjang masuk ke dalam gubuk.
Siauw Ling membentak gusar pedangnya digetarkan menciptakan selapis cahaya putih yang menyilaukan mata menerjang maju kemuka.
Melihat datangnya serangan pedang Siauw Ling yang sangat hebat kedua orang lelaki bersenjata golok yang menghadang jalan perginya jadi melengak belum habis pikiran itu berkelebat lewat dalam benak mereka Siauw Ling sudah menerobos dari sisi mereka.
Tampak cahaya putih berkelebat lewat hawa pedang mendesir menggidikkan hati sebelum golok mereka bergerak Siauw Ling sudah menerobos lewat.
Bluuuuuk....badan silelaki bersenjata trisula yang sedang menerjang ke dalam gubuk tiba-tiba terpental keluar dan jatuh terpelanting kurang lebih empat lima depa jauhnya dari tempat semula.
Sebaliknya Siauw Ling sambil mencekal pedang telah berdiri didepan pintu dengan wajah angker.
"Siapa lagi yang bernyali berani coba2 maju kemari?" tantangnya dingin.
Serangan yang dilancarkan cepat laksana sambaran petir ini membuat semua jago yang hadir dikalangan merasa hatinya berdesir keringat dingin mengucur keluar membasahi seluruh badannya.
Silelaki yang kena dilempar keluar menggeletak diatas tanah itu terlentang tak berkutik sepasang matanya bulat melotot mulut melongo tapi tak sepatah katapun bisa diutarakan.
Kiranya ia kena ditendang jalan darahnya oleh Siauw Ling sehingga waktu badannya terlempar keluar mulutnya membungkam dan tak berkutik.
"Mundur semua!" tiba-tiba terdengar suara teguran berat bergema datang. "Kalian semua bukan tandingannya ayo cepat mundur."
Mendengar suara itu silelaki bersenjata cambuk dengan sangat hormat menundukkan kepalanya karena ia tahu siapakah yang telah datang.
"Hamba sekalian mendatangkan rasa malu buat Cong Piauw Pacu kami rela tunggu hukuman" katanya lirih.
"Orang yang barusan datang bukan lain adalah Be boen Hwie itu si Cong Piauw Pacu dari empat keresidenan besar Ih Cuw Lang serta Kan."
Tampak ia buru-buru menghampiri silelaki bersenjata trisula yang menggeletak diatas tanah dan menendangnya satu kali.
Tampak lelaki bersenjata trisula yang kena ditendang menggelinding kesamping kemudian meloncat bangun secara mendadak ia menubruk kembali ke arah Siauw Ling sambil mengirim sebuah tusukan dengan senjatanya.
"kembali!" bentak Be Boen Hwie keras2.
Kena dibentak lelaki itu mengkerut dan tarik kembali serangannya sembari berpaling ke arah majikannya dengan wajah kurang puas.
"Cong Piauw Pacu mengapa kau larang aku turun tangan?" serunya.
Alis Be Boen Hwie berkerut.
"Sekalipun kalian berempat turun tangan berbarengpun bukan tandingan orang lain apalagi kau seorang? Hmm! kau ingin hantar nyawa dengan sia2."
"Tadi hamba kurang hati2 sehingga kena ditendang satu kali olehnya bagaimana mungkin kejadian tersebut bisa dihitung suatu kekalahan."
Kiranya orang ini membawa tiga bagian ketolol2an walaupun kena ditotok jalan darahnya oleh tendangan Siauw Ling tapi ia tetap beranggapan dalam hal adu kepandaian senjata dirinya belum kalah dan hatinya merasa sangat tidak puas.
Air muka Be Boen Hwie kontan berubah hebat.
"Ayo cepat mundur ke belakang" bentaknya.
Walaupun orang itu merasa tidak puas terhadap Siauw Ling tapi terhadap Be Boen Hwie sangat jeri kena dibentak buru-buru dia mengundurkan diri ke belakang.
Sinar mata Be Boen Hwie perlahan-lahan menyapu sekejap pertarungan yang sedang berlangsung antara Chee Toa Nio melawan anak buahnya.
Ketika itu sinenek tua tersebut berhasil menguasai keadaan ia lebih banyak menyerang daripada bertahan tak terasa dihati manusia she Be ini mulai berpikir, "Bila ditinjau dari situasi pertarungan saat ini dengan andalkan aku Be Boen Hwie serta beberapa orang pengikutku tak mungkin bisa menangkan pertarungan ini kali."
Karena kuatir mendadak dia merogoh ke dalam saku mengambil keluar sebuah mercon dan dilemparkan ketengah udara.
Bluuum....! mercon tadi meledak ditengah udara memuntahkan bunga2 api yang sangat banyak.
"Be Boen Hwie kau sedang mengundang bala bantuan?" sindir Siauw Ling dengan nada dingin.
Merah padam selembar wajah orang she Be ini.
Sedikitpun tidak salah ia mengaku dengan nada jengah. "Orang yang hadir ini hari bukan cuma she Be seorang karena cayhe sangat menghormati watak Chee Loocianpwee maka aku menasehati kawan2 Bulim lainnya agar suka menanti sejenak sehabis cayhe bercakap2 dengan Chee Loocianpwee dan beliau suka memberi muka kepadaku barulah gerakan dimulai."
"Sayang sekali ia tidak suka memberi muka buat kau Cong Piauw Pacu" tukas Siauw Ling.
"Maka itulah, setelah cayhe tidak berhasil meminta persetujuan dari Chee Loocianpwee maka keadaan yang sebenarnya terpaksa cayhe beberkan dihadapan para jago untuk mereka yang ambil keputusan mau bertempur atau damai bukan aku orang she Be yang bisa ambil keputusan."
"Heeee....heeee....demi aku orang she Siauw seorang harus merepotkan para jago dari daratan Tionggoan serta Cong Piauw Pacu empat keresidenan biar hadir sendiri kemari seharusnya cayhe minta maaf kepada kalian" jengek pemuda she Siauw itu kembali sambil tertawa dingin.
Merah padam selembar wajah Be Boen Hwie ia mendehem beberapa kali.
"Pertempuran yang terjadi kali ini hari bukan pertempuran merebut nama dan kedudukan seperti yang sering terjadi dalam dunia persilatan. Peristiwa ini menyangkut soal pertumpahan darah yang bakal melanda dunia kangouw hal ini tak bisa dipengaruhi oleh kemenangan atau rasa malu seseorang."
"Aaaai! ternyata Be heng belum kehilangan sifat lapang dada dan gagah perkasa yang mengagumkan" Siauw Ling menghela napas panjang, "Di dalam pertarungan tadi kau sama sekali belum menderita kalah kau tak perlu merendah lagi."
"Kemungkinan sekali Sam Cungcu sudah memberi kesempatan hidup bagi diriku walaupun aku orang she Be tidak menderita kekalahan dalam pertarungan tadi tetapi cayhe tahu dan menyadari apabila pertempuran tersebut dilanjutkan lagi maka aku orang she Be pasti akan menderita kalah."
Ia merandek dan menghela napas panjang kemudian sambungnya lebih lanjut, "Sudah lama cayhe mengagumi nama besar Siauw heng bahkan pernah memerintahkan anak buahku menunggang kuda tercepat selama tiga hari tiga malam melakukan perjalanan sejauh tiga ribu li untuk menjumpai siapa nyana kita tak ada jodoh untuk saling berjumpa tidak nyana lagi pertemuan kita yang pertama harus berdiri dalam posisi bermusuhan."
Ketika mendengar ucapan itu secara samar2 Siauw Ling merasa Be Boen Hwie si Cong Piauw Pacu dari empat keresidenan ini mempunyai sikap sangat luar biasa diam2 ia merasa kagum.
Seraya menggeleng ia menghela napas panjang.
"Siauw Ling yang Be heng kejar tempo dulu kemungkinan besar bukan cayhe."
"Aaaah" Be Boen Hwie tertegun. "Sebenarnya dikolong langit ada beberapa orang yang bernama Siauw Ling?"
"Dua."
"Sungguh merupakan suatu berita yang aneh dan belum pernah terjadi dalam kolong langit" tukas Be Boen Hwie cepat. "Jangan dikata nama serta she kalian sama bahkan kedua2nya memiliki ilmu silat yang lihay sungguh aneh sekali kejadian ini."
Sekalipun kecerdikannya melebihi orang jelas ia tidak percaya apa yang dikatakan Siauw Ling barusan.
"Aaaaai....tidak salah dikolong langit memang susah dijumpai peristiwa macam begini. Tapi asal salah seorang menyaru nama Siauw Ling maka urusan tak akan aneh lagi."
"Betul diantara kedua orang Siauw Ling tentu ada salah seorang yang menyaru nama besar itu."
"Memang demikian kenyataannya."
"Maaf terpaksa cayhe akan menanyakan suatu pertanyaan yang tidak sesuai dengan nama Siauw Ling dari Sam Cungcu ini termasuk yang palsu atau yang asli?"
"Apa artinya palsu dan sungguh?"
"Kalau tidak manusia lewat tinggal nama burung lewat tinggal suara baik Siauw Ling yang palsu atau yang asli sama merupakan jago lihay yang berkepandaian silat tinggi mungkinkah kedua belah pihak akan sama2 membungkam dan hidup secara damai dalam dunia persilatan ini?"
Siauw Ling tidak menjawab ia mendongak dan mendadak serunya, "Be heng bala bantuanmu sudah tiba."
"Mereka semua bukan bala bantuanku" jawab Be Boen Hwie tanpa berpaling lagi.
"Kalau bukan bala bantuan Be heng apalah mereka datang untuk membantu aku Siauw Ling?"
"Kedatangan mereka karena hendak mencari Sam Cungcu dari perkampungan Pek Hoa San cung mana mungkin mereka suka membantu aku orang she Be...."
Ia merandek dan hela napas panjang tambahnya, "Sebelum terjadinya peristiwa ini diantara kita sama sekali tiada janji untuk mengadakan suatu pertemuan mereka datang seorang demi seorang serombongan demi serombongan dengan sendirinya."
"Aku Siauw Ling belum lama terjunkan diri dalam Bulim" seru Siauw Ling memotong. "Dosa dan kekalahan besar apakah yang telah kau lakukan sehingga memancing kuntilan serta kejaran demikian banyak jago-jago lihay Bulim?"
"Watak Siauw heng gagah perkasa tidak mirip manusia yang suka melakukan kejahatan hanya tindakanmu bergabung dengan pihak perkampungan Pek Hoa San cung telah mengubah kau sebagai musuh umum para jago Bulim."
Waktu mereka sedang bercakap2 beberapa ekor kuda itu sudah menerjang datang.
Chee Toa nio memutar toyanya melancarkan tiga jurus serangan gencar memaksa orang2 yang mengepung dirinya tercerai berai ke belakang.
Ketika itulah badannya meloncat keluar dari kalangan dan melayang kedepan gubuk.
Be Boen Hwie sama sekali tidak menghadang badannya berkelit kesamping membuka jalan bagi nenek tersebut.
Dengan cepat Chee Toa nio melayang kesisi Siauw Ling dan berdiri berjajar katanya, "Jumlah lawan sangat banyak mari kita bersatu padu menghadapi mereka sehingga tidak sampai pihak kita keteter."
Siauw Ling tidak bicara ia alihkan sinar matanya menatap rombongan jago Bulim yang sedang berlari mendatang jumlah mereka ada puluhan dengan perawakan tinggi kecil gemuk kurus campur aduk.
Orang yang berjalan dipaling depan adalah seorang lelaki berperawakan tinggi besar kurang lebih delapan depa tingginya dengan wajah merah padam ditangannya membawa sebuah senjata palu berantai dengan punggung tergantung gendewa dipinggang tersoren anak panah sikapnya sangat gagah mempesonakan.
"Silelaki berwajah merah yang berjalan didepan adalah sipanah sakti penyapu jagad Tong Yen Khie" bisik Chee Toa nio dengan suara lirih. "Orang ini memiliki tenaga dalam yang luar biasa jangan sekali2 kau mengadu tenaga dengan dirinya."
"Ehmm!" Siauw Ling mengangguk. "Orang ini mempunyai sikap yang gagah perkasa."
Belum selesai dia bicara Tong Yen Khie telah menerjang datang sembari gembar gembor keras.
"Siapakah diantara kalian yang bernama Siauw Ling dari perkampungan Pek Hoa San cung?"
Melihat cara orang itu amat keras alis Siauw Ling berkerut.
"Cayhe adalah Siauw Ling entah ada keperluan apa?"
"Bagus sekali rasakan sebuah gebukanku" tukas Tong Yen Khie dingin.
Tangan kanannya menggetar, bandulan palu berantainya dengan disertai desiran angin tajam menyapu ke arah dada Siauw Ling.
Senjata rantai yang ada ditangannya bisa digunakan pertarungan jarak jauh bisa pula untuk jarak dekat walaupun jarak kedua orang ini masih terpaut sembilan depa tapi ujung bandulan tersebut berhasil mencapai depan dada Siauw Ling.
Diam2 pemuda kita salurkan hawa murninya mengelilingi badan mendadak pedang ditangan kanannya menotok keluar sedang dalam hati berpikir, "Gerak gerik orang ini gagah perkasa tenaga gwakangpun luar biasa entah bagaimana dengan tenaga kweekangnya?"
"Jangan terima serangan bandulan berantainya dengan kekerasan" waktu itulah terdengar Chee Toa nio berteriak penuh kecemasan.
Sembari berteriak toyanya disapu ke arah depan.
Tetapi peringatan ini datangnya terlalu lambat ujung pedang Siauw Ling tahu2 sudah menempel diatas bandulan berantai Tong Yen Khie.
Pemuda ini segera merasakan datangnya sambaran itu sangat ketat dan mantap membuat lengannya jadi kaku kendati begitu serangan tersebutpun kena ditangkis oleh Siauw Ling sehingga miring kesamping.
Tong Yen Khie tertegun tapi sebentar kemudian ia sudah berterik kembali, "Bangsat cilik berani kau terima lagi sebuah seranganku?"
Pergelangan digetar bandulan berantai seklai lagi menyambar ke arah depan.
Tenaga sakti yang dimiliki orang ini sudah tersohor diseluruh kolong langit kebanyakan jago Bulim pada tahu kalau keistimewaan terletak pada soal tenaga kebanyakan orang yang bergebrak melawan dirinya tidak suka adu kekerasan dengan dirinya.
Sekalipun orang yang tidak tahu keistimewaannya ini cukup melihat perawakan badannya yang tinggi besar lagi kekar serta senjata bandulan berantai yang begitu berat tentu ia berani pula adu kekerasan dengannya.
Oleh sebab itu sepanjang hidup belum pernah ia menjumpai seorang lawanpun yang berani menerima serangan bandulan berantai tersebut.
Siapa sangka ini hari dengan begitu enteng dan mudah Siauw Ling bisa menyambut serangannya tidak aneh kalau ia kelihatan tertegun.
"Bagus akan kusambut kembali seranganmu ini" kata Siauw Ling dingin.
Hawa murni dipersiapkan melindungi badan pedang didorong kemuka menutul diatas tubuh bandulan berantai tersebut.
Kali ini dalam serangannya Tong Yen Khie telah menambahi tenaganya sampai beberapa bagian suara desiran tajampun semakin gencar kedengarannya pedang dan bandulannya dengan cepat berbentrokan kemudian berpisah kembali kali ini tidak kedengaran sedikit suara bahkan Siauw Ling tetap berdiri tak berkutik bagaikan batu karang.
"Sungguh luar biasa" teriak Tong Yen Khie termangu2.
Tadi sewaktu Chee Toa nio melihat Siauw Ling menyambut datangnya serangan bandulan dengan keras lawan keras karena takut pemuda ini tidak kuat ia persiapkan tongkatnya untuk menolong.
Siapa nyana dua kali berturut2 Siauw Ling berhasil menangkis datangnya serangan bandulan itu tanpa gemilang sedikitpun hatinya baru merasa kagum.
"Kesempurnaan tenaga kweekang yang dimiliki bocah ini benar2 sudah mencapai taraf kesempurnaan hebat2″ pikirnya dalam hati.
Perlahan-lahan ia tarik kembali serangannya dan mundur kesisi kalangan untuk menonton jalannya pertempuran2 tersebut.
Bakat Siauw Ling sangat bagus ditambah pula beribu2 batang jamur batu berusia ribuan tahun termakan olehnya tanpa sengaja membuat badan yang semula lemah menjadi kuat ditambah lagi Cung San Pek dengan gunakan ilmu saktinya menembus ketiga urat nadinya hal ini membuat tenaga kweekangnya makin sempurna.
Tidak aneh kalau air mukanya tetap tenang2 saja sekalipun harus dua kali menerima datangnya serangan Tong Yen Khie dengan keras lawan keras.
"Bagus sekali" teriak Tong Yen Khie gusar. "Berani kau menerima sebuah seranganku lagi?"
Bandulan berantainya diputar kencang lalu membabat batok kepala pemuda itu.
Dengan membawa suara desiran tajam laksana ambrukan gunung thaysan bandulan berantai tadi kembali menyambar datang.
Sekalipun watak Siauw Ling tinggi hati tapi setelah melihat datangnya serangan bandulan berantai dari Tong Yen Khie sangat dahsyat ia tak berani menerimanya dengan kekerasan.
Hawa murni segera disalurkan mengelilingi badan bukannya mundur ia malah maju kedepan mengancam dada lawan.
Ilmu meringankan tubuh Siauw Ling diperoleh dari hasil didikan Liuw Siauw Cu sebagai jago Ginkang nomor wahid dikolong langit gerakan serangannya ini cepat bagaikan kilat.
Dimana bayangan manusia berkelebat ia sudah mendesak kehadapan Tong Yen Khie tangan kiri dikebut membabat dada lawan sedang pedang ditangan kanannya menahan rantai lemas dari senjata bandulan orang she Tong itu.
Bila ditinjau cara menyerang macam begini amat berbahaya dan menempuh maut padahal yang nyata justru tindakan inilah merupakan tindakan yang paling tepat untuk menguasai serangan bandulan berantai Tong Yen Khie yang dahsyat.
Perawakan Tong Yen Khie tinggi besar dan kekar tapi gerak geriknya lincah sangat gesit sepasang pundak bergerak badannya buru-buru mundur lima enam depa ke belakang. Pergelangan menyentak ia tarik kembali senjata andalannya.
Setelah berhasil merebut posisi yang menguntungkan Siauw Ling tidak ingin mengendorkan serangannya lagi. Pedangnya dibabat keluar berulang kali.
Sreeet! sreeet! tiga babatan tajam mengimbangi telapak kirinya yang melancarkan empat buah serangan dahsyat.
Serangan berantai pedang berserta telapak tangan ini memaksa Tong Yen Khie mundur ke belakang berulang kali ia tidak berdaya melancarkan serangan balasan bahkan hampir terluka kena bacokan pedang Siauw Ling.
"Sam Cungcu cepat mundur ke belakang" tiba-tiba terdengar Chee Toa nio berteriak memberi peringatan.
Kiranya saking gembiranya Siauw Ling melancarkan serangan mendesak Tong Yen Khie tanpa sadari badannya sudah maju sejauh dua tombak lebih dari tempat semula.
Mendengar peringatan Siauw Ling berpaling dilihatnya Chee Toa nio sambil melintangkan tongkatnya menghadang didepan pintu gubuk jago-jago Bulim yang mengurung disekeliling tempat itupun telah meloloskan senjata tajam masing-masing situasi amat tegang dan sebentar lagi bakal meledak suatu pertarungan yang maha seru.
Siauw Ling menyentak pergelangan kanannya menarik kembali serangan pedang yang baru ia lancarkan dalam beberapa kali jumpalitan dia mundur kembali kedepan pintu gubuk.
Dalam jarak sejauh beberapa tombak dari depan gubuk, semisalnya para jago bermaksud menghadang jalan mundurnya kemungkinan besar akan berhasil memisahkan pemuda itu tapi tak seorangpun diantara mereka yang berkutik dari tempat masing-masing.
Terdengar Chee Toa nio berbisik kembali.
"Sitoojien yang berdiri disebelah kiri Be Boen Hwie adalah Ing Gwat Tootiang salah seorang jago pedang terlihay dari antara tiga jago pedang partai Cing Shia Pay ilmu pedang orang ini amat sempurna dan merupakan andalan dari partai Cing Shia Pay kau jangan memandang terlalu rendah dirinya!"
"Terima kasih atas petunjukmu."
"Seorang berbaju serba merah yang ada disebelah kanan Be Boen wie merupakan jago lihay bermain api yang sudah tersohor dalam Bulim Sam Yang Sin Tan atau sipeluru sakti Lok Koei Ceng bersama2 Tok Hwie atau siapi beracun Cin Gak disebut sebagai Ceng Shia Jie Hwee atau sepasang manusia berapi dari kalangan lutus dan sesat kalau nanti kau bergebrak melawan dirinya teristimewa hati2 dengan peluru berapinya."
Kembali Siauw Ling mengangguk sinar matanya perlahan-lahan beralih menyapu sekejap seluruh kalangan. Tampak olehnya kecuali Be Boen Hwie Ing Gwat Tootiang sipeluru sakti Lok Koei Ceng disekelilingnya masih berkumpul kurang lebih dua puluh orang jago-jago lihay yang berkepandaian tinggi.
Tak terasa dalam hati ia berpikir, "Belum lama Djen Bok Hong munculkan dirinya kembali dalam Bulim seluruh dunia persilatan sudah dibikin gempar agaknya baik jago dari sembilan partai besar maupun jago-jago dari kalangan lurus serta sesat sama2 mengikat tali permusuhan sedalam lautan dengan dirinya jelas Djen Bok Hong adalah seorang manusia yang sangat berbahaya."
"Sam Cungcu" tiba-tiba lamunannya diputus oleh teriakan Be Boen Hwie yang keras. "Cayhe sudah mencoba bagaimana lihaynya kepandaian silatmu kau memang betul2 hebat."
"Terima kasih, terima kasih Cong Piauw Pacu terlalu memuji."
Be Boen Hwie tertawa hambar.
"Ing Gwat Tootiang adalah anak murid pertama dari ciangbujien partai Cing shia pay ia tersohor dalam Bulim sebagai seorang jago ilmu pedang sewaktu beliau mendengar siauwte mengagumi kepandaian silat Sam Cungcu hatinyapun ikut tertarik kini ingin sekali beliau minta petunjuk tentang ilmu pedang Siauw heng."
Siauw Ling tidak menjawab sinar matanya menyapu sekejap suasana disekeliling sedang mulut membungkam dalam seribu bahasa.
Agaknya Be Boen Hwie dapat menangkap rasa keberatan dari Siauw Ling terdengar ia menyambung lebih lanjut, "Sebelum Siauw heng serta Ing Gwat Tootiang berhasil menentukan siapa yang menang siapa yang kalah kami tak akan maju setengah coen pun" ia merandek dan berpaling ke arah para jago yang hadir disekeliling tempat itu lalu tambahnya, "Cayhe berharap agar cuwi mundur satu tombak ke belakang menikmati pertarungan pedang antara Ing Gwat Tootiang melawan Siauw Sam Cungcu dari perkampungan Pek Hoa San cung."
Nama Be Boen Hwie dalam dunia kangouw ternyata luar biasa walaupun para jago yang hadir disekeliling tempat itu bukan anak buahnya tapi mereka menurut dan mundur satu tombak ke belakang.
Melihat situasi telah berubah Siauw Ling segera berpaling ke arah Toa nio.
"Loo popo harap kau suka menjaga diri cayhe dari sisi kalangan."
Bibir Chee Toa nio sedikit bergerak tapi ia batalkan niatnya untuk berbicara.
Siauw Lingpun tidak banyak cakap lagi dengan gagah ia melangkah maju lima depa kedepan pedang pusakanya disilangkan didepan dada menanti serangan.
"Sudah lama cayhe mendengar dan mengagumi nama jago pedang dari partai Ci shian pay" katanya sembari menjura. "Ini hari bisa berjumpa dengan Tootiang aku Siauw Ling merasa amat beruntung."
Ing Gwat Tootiangpun segera meloloskan pedangnya yang tersoren diatas punggung.
"Siauw Thay hiap masih muda tapi gagah perkasa pintopun sudah lama merasa kagum."
Pedangnya disilang didepan dada, kaki perlahan-lahan bergeser kedepan dan berhenti kurang lebih lima depa dihadapan Siauw Ling.
"siauw Thay hiap silahkan" katanya.
Siauw Ling mengangguk sedang dalam hati ia berpikir, "Agaknya diantara para jago yang hadir disekeliling tempat ini Be Boen Hwie Lok Koei Ceng tong Yen Khie serta Ing Gwat Tootiang merupakan jago-jago terlihay bila aku berhasil mengalahkan keempat orang ini sekaligus maka sisanya pasti akan mundur dengan sendirinya...."
Berpikir demikian ia lantas berseru, "Tootiang merupakan jago tersohor dari sebuah perguruan besar aku rasa kau tidak akan suka merebut kesempatan untuk menguasai lawan baiklah biar cayhe turun tangan terlebih dahulu."
"Siauw Thay hiap silahkan."
Tanpa sungkan2 lagi Siauw Ling menggetarkan pedangnya menusuk kedepan ujung pedang bergetar keras menciptakan tiga kuntum bunga2 pedang.
Serangan ini dinamakan Hong huang Sam Tiam Tauw atau burung Hong tiga kali mengangguk secara lapat2 mengandung maksud sungkan.
Ing Gwat Tootiang membabatkan pedangnya kedepan menciptakan selapis cahaya putih mengunci datangnya serangan Siauw Ling ini.
Serangan inipun merupakan suatu jurus pertahanan jelas pihak lawanpun masih merasa sungkan.
Siauw Ling segera membalik pedangnya menciptakan dua kuntum bunga pedang dan dengan tajam ditusuk kedepan.
Kali ini serangannya cepat dan hebat dimana ujung pedang menyambar lewat membawa suara desiran angin serangan tajam.
Dengan sikap yang tenang Ing Gwat Tootiang mengeluarkan jurus Huat Hun Im Yang atau Garis Pemisah Im dan Yang menangkis datangnya tusukan tersebut.
Setelah ia mendengar pujian Be Boen Hwie atas kesempurnaan tenaga kweekang serta jurus pedang Siauw Ling saat ini dia bermaksud menangkis datangnya serangan itu dengan keras lawan keras.
Siauw Ling dengan cepat memutar pedangnya sedemikian rupa mengeluarkan jurus Hwie Hong Suo Liuw atau angin berpusing pohon Liuw melambai sebelum Ing Gwat Tootiang melancarkan serangan balasan pedangnya kembali sudah membabat kedepan.
Ing Gwat Tootiang yang menangkis datangnya serangan tadi dengan keras lawan keras pergelangannya kontan terasa jadi kaku diam2 dia merasa terperanjat.
"Nama besar orang ini ternyata bukan kosong belaka" pikirnya dalam hati. "Aku harus berhati2 dalam menghadapi dirinya."
Melihat pedang lawan kembali menyapu datang kali ini ia tidak berani datang menerimanya dengan keras lawan keras pergelangan menekuk ujung pedangnya ditusuk ke arah pergelangan kanan Siauw Ling yang mencekal pedang.
Buru-buru Siauw Ling menekan pergelangannya kebawah untuk menghindar. Mengambil kesempatan yang sangat baik inilah Ing Gwat Tootiang merebut posisi menyerang.
Pedangnya ditusuk kedepan berulang kali melacarkan lima buah babatan dahsyat.
Kelima buah serangan ini dilakukan cepat dan gencar memaksa Siauw Ling tak sanggup mengirim serangan balasan dan terdesak mundur sebanyak lima langkah.
Melihat kehebatan lawan diam2 Siauw Lingpun memuji pikirnya, "Partai Cing Shia disebut sebagai salah satu partai yang jago dalam ilmu pedang diantara empat partai besar lainnya permainan pedang toosu ini benar2 luar biasa...."
Setelah berturut2 melancarkan delapan buah serangan gerakan Ing Gwat Tootiang mulai mengendor mengambil kesempatan ini Siauw Ling segera melancarkan serangan balasan.
Sepasang pedang saling menyambar tiada hentinya suatu pertarungan sengitpun berkobar makin lama semakin seru.
Sang surya lenyap dibalik gunung meninggalkan sisa2 cahaya menyorot keluar dari balik pohon yang rindang dan memantulkan serentetan cahaya yang menyilaukan mata.
Tidak sampai beberapa saat dua orang sudah bertempur mencapai ratusan jurus lebih.
Sang surya makin tenggelam dan akhirnya lenyap dari pandangan magribpun menjelang datang.
Cuaca gelap mulai menutupi jagat diujung langit secara lapat2 mulai kelihatan beberapa butir bintang berkelip2 tiada hentinya.
Ditengah suasana yang remang2 cahaya pedang menyambar meninggalkan seberkas sinar panjang pertarungan kedua orang jago itu makin lama kian mendekati titik-titik penentuan.
Sinar mata Be Boen Hwie tajam melebihi jago lain apalagi ia berdiri paling dekat dengan kalangan ditengah lapat2nya cuaca dengan jelas ia dapat menemukan mengucur keluar peluh sebesar kacang kedelai membasahi jidat Ing Gwat Tootiang.
Sebaliknya makin bertempur Siauw Ling semakin perkasa jurus pedangpun makin menghebat bahkan boleh dikata Ing Gwat Tootiang sudah tak berkemampuan untuk melancarkan serangan balasan lagi.
Jelas menang kalah dalam sekejap mata segera akan terbentang.
Selagi orang she Be itu melamun mendadak permainan pedang Siauw Ling berubah hawa pedang gulung demi gulung melanda datang dan tiada berputusan.
Sepasang pedang dengan cepat terbentur satu sama lain menciptakan bunyi yang nyaring serta percikan bunga api hawa pedang kontan lenyap bayangan manusia saling berpisah.
Tampak Siauw Ling sambil silangkan pedangnya didepan dada berdiri dengan angker ditengah kalangan sebaliknya pedang Ing Gwat Tootiang sudah tersampok jatuh diatas tanah.
Perlahan-lahan Ing Gwat Tootiang mengangkat ujung bajunya menyeka keringat yang membasahi jidat.
"Sam Cungcu ilmu pedangmu sangat lihay cayhe merasa bukan tandinganmu" katanya sedih.
"Tootiang terlalu merendah terima kasih2."
Ing Gwat Tootiang memungut kembali pedangnya kembali dari atas tanah dan dimasukkan ke dalam sarung lalu ujarnya kembali, "Walau pinto menderita kalah ditangan Sam Cungcu tapi dalam Bulim masih banyak jago lihay yang berdatangan mencari dirimu sekalipun Sam Cungcu berhasil menangkan pinto belum tentu bisa menangkan para enghiong hoohan dari seluruh kolong langit."
Dengan sedih ia putar badan dan berlalu dari sana.  

Bayangan Berdarah (Wo Lung Shen)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang