6

2.5K 41 1
                                    

"Ehmm...." Chee Toa Nio mengangguk. "Menurut apa yang kuketahui anak murid keempat pujangga besar dari Bulim sudah pada berdatangan semua."
"Aku sudah tahu" ia putar badan siap pergi dari sana."
"Disamping itu masih ada lagi jago-jago lihay dari partai Go Bie serta partai Tjing Shia" teriak Chee Toa Nio menyambung. "Si Lam San Sin Ih atau sitabib sakti dari gunung Lam San yang tersohor banyak akalpun sudah datang semua kau tak bakal mampu menghadapi mereka."
"Waaah kalau begitu suasana akan makin ramai jikalau cayhe beruntung bisa lolos dari mara bahaya ini hari pasti akan kudatangi mereka satu persatu mengucapkan terima kasih atas perhatian yang mereka berikan kepadaku."
"Heee....heeee....Lam San Sin Ih angkat nama bersama2 Tok So Yok Ong sekalipun kepandaian silatmu lebih baguspun jangan harap bisa lolos dari cengkeramannya."
"Ehmm ucapannya ini memang tidak salah" pikir Siauw Ling dalam hatinya. "Semisalnya secara diam2 ia lepaskan racun untuk melukai diriku siapa yang dapat menghindar?"
Terdengar Chee Toa Nio melanjutkan kembali kata2nya, "Melihat beberapa lembar jiwa kecil kalian hanya bisa bertahan sampai besok siang aku merasa sedikit kasihan terhadap kalian....aku takut untuk meloloskan diri dari hadangan nanti malampun kamu tak mampu."
Walaupun dalam hati kecilnya Siauw Ling menjumpai berbagai persoalan yang meragukan hatinya tapi melihat sikapnya yang dingin dan kaku ia jadi malas banyak bertanya selesai nenek tua itu berbicara ia tertawa hambar.
"Terima kasih atas petunjuk yang popo berikan cayhe tentu bertindak lebih hati2."
"Kurang ajar, tahukah kau mengapa aku beritahukan kesemuanya ini kepadamu?" tiba-tiba Chee Toa Nio marah2 tongkatnya diketukkan diatas tanah berulang kali.
Siauw Ling termangu2 dibikinnya.
"Cayhe kurang tahu"
"Dalam keadaan serta situasi macam begini hanya aku seorang diri yang bisa menolong keempat lembar jiwa kalian."
"Apa? karena tidak mengerti maksud sinenek tua itu Siauw Ling berseru tertahan demi kami berempat apakah Loo popo rela bantu kami melawan para enghiong hoohan dari seluruh kolong langit?"
"Hmm asalkan kau suka menyanggupi suatu permintaanku aku akan berusaha menolong jiwa kalian berempat."
"Urusan apa? mungkinkah dapat cayhe laksanakan?"
"Sudah tentu dapat kau kerjakan."
Lama sekali Siauw Ling termenung putar otak tapi belum juga berhasil peroleh jawaban yang mengena akhirnya ia ulapkan tangannya.
"Mati hidup cayhe bukan terhitung suatu persoalan yang terlalu memusingkan kepala" katanya perlahan. "Tapi kedua orang nona yang sedang menderita sakit ini telah kehabisan daya kekuatan untuk melindungi diri sendiri jikalau mereka turun tangan secara demikian terus menerus dan dengan senjata rahasia mengancam keselamatan kami mungkin yang kena bencana bukan aku melainkan kedua orang nona ini terlebih dahulu...."
"Selama hidup aku tak pernah menaruh rasa iba hati atau rasa kasian kepada orang lain yang kuat menindas yang lemah hal iu adalah merupakan kejadian yang jamak."
"Maksud cayhe...."
"Aku tahu bukankah maksudmu minta aku memandang wajah kedua nona yang terluka ini suka turun tangan secara suka rela" potong Chee Toa Nio cepat.
Selagi Siauw Ling siap berbicara kembali nenek tua itu berebut bicara terlebih dahulu.
"Selama hidupku aku belum pernah bekerja tanpa menerima imbalan yang berarti lebih baik kita bicarakan soal barter kita kali ini."
"Jikalau demikian adanya persilahkan Loo popo ajukan syaratnya semisalnya cayhe sanggup melakukannya tentu akan kusanggupi bila tak dapat kuterima cayhepun tidak terlalu menyia2kan waktu Loo popo."
Sinar mata Chee Toa Nio perlahan-lahan dialihkan ke atas wajah sang pemuda lalu ujarnya lambat2, "Sebenarnya kalau dibicarakan permintaanku bukanlah suatu pekerjaan yang terlalu berat asal kau merelaka diri dipinjamkan selama tiga hari kepadaku syarat ini boleh dihitung telah terpenuhi."
"Apa? pinjam aku selama tiga hari? seorang manusia hidup mana mungkin bisa dipinjam2kan kepada orang, belum pernah kudengar berita selucu dan seaneh ini."
Tiba-tiba Chee Toa Nio tertawa terkekeh2.
"Heee....heee....kau jangan salah paham aku sudah lanjut usia sekalipun masih genit dan bernapsu birahi tidak mungkin kucari seorang bocah semuda kau untuk melampiaskan napsu birahi tersebut."
Merah padam selembar wajah Siauw Ling sehabis mendengar ucapan itu.
"Ngaco belo...."
Kembali Chee Toa Nio tertawa terkekeh2.
"Yang kumaksud dengan meminjam adalah minta kau pergi menyaru sebagai seseorang kemudian bersama diriku menghadiri suatu perjamuan sehabis perjamuan itu selesai aku akan lepaskan dirimu kembali...."
"Kau suruh aku menyaru sebagai siapa?" sela sang pemuda.
Perlahan-lahan Chee Toa Nio menghela napas panjang.
"Menyaru sebagai seornag cucuku dengan usiaku yang telah begini tua rasanya masih pantas jadi nenekmu bukan?"
"Seorang lelaki sejati tidak akan berganti she tak akan berganti nama2 boleh aku Siauw Ling pergi menyaru sebagai anggota keluarga Chee kalian?"
"Siapa yang dapat menyesuaikan diri dengan keadaan dialah bila kau tidak sudi mengabulkam permintaanku aku takut kamu berempat susah meloloskan diri dari sore hari ini juga. Dari pada menderita kerugian besar mengapa tidak kau terima saja permintaanku ini pikirkan tiga kali sebelum mengambil keputusan."
"Hmm! kalau mereka benar2 tidak mau lepas tangan aku Siauw Ling terpaksa akan unjuk gigi" seru sang pemuda dengan sepasang mata berkilat.
"Setelah memperoleh jalan selamat apa gunanya bersikeras mencari keonaran dan mara bahaya buat diri sendiri apalagi aku hanya pinjam dirimu selama tiga hari setelah lewat tiga hari kau adalah tetap bernama Siauw Ling."
Siauw Ling makin tercengang dan keheranan dengan permintaan sinenek tua ini pikirnya dalam hati, "Sungguh aneh sekali belum pernah kutemui berita aneh macam begini....masih ada orang minta aku menyaru sebagai cucunya selama tiga hari."
Terdengar Chee Toa Nio melanjutkan ucapannya.
"Apalagi daya kerja racun yang mengeram dalam tubuh kedua nona ini sudah berada diambang pintu kendati kepandaian silatmu sangat lihay belum tentu dapat kau lindungi keselamatan jiwa mereka. Eeeei bocah muda pikirlah masak2 bila kau suka bekerja sama kita beberapa orang sama2 memperoleh keuntungan kalau berpencar kedua belah pihak akan menderita luka."
"Persoalan ganti nama aku Siauw Ling sudah pastikan diri tak mau melakukan tapi kalau pekerjaan ini dapat menghasilkan keuntungan kedua belah pihak mungkin bisa kupertimbangkan lagi tapi kau harus terangkan dulu apa alasanmu berbuat demikian setelah kupikir kembali baru keputusan bisa diambil."
"Jika demikian urusan ini perlu dirundingkan kembali?"
"Walaupun semua jago Bulim yang ada dikolong langit menaruh kesalah pahaman terhadap aku orang she Siauw tapi seorang lelaki sejati lebih memikirkan kebajikan daripada keselamatan." kata Siauw Ling dengan wajah serius. "Mereka mendesak aku hingga menemui jalan buntu hal itu merupakan urusan mereka sendiri pokoknya aku tak ingin melakukan perbuatan yang merugikan orang lain Loo popo kau baik2lah berpikir jikalau ingin membantu dirimu untuk melakukan pekerjaan mencelakai orang lain leih baik urusan tak perlu dirundingkan lebih lanjut."
"Penawaran setinggi langit baik kalau dibayar kontan" seru Chee Toa Nio sambil tertawa. "Asalkan kau berniat begitu urusanpun lebih mudah untuk diselesaikan tempat ini tidak leluasa untuk bercakap2 bagaimana kalau kalian duduk sejenak dalam gubuk reyotku ini."
"Baik silahkan popo membawa jalan."
Chee Toa Nio tersenyum ia putar badan dan berlalu.
Siauw Ling mengikuti dari belakang mendadak dengan langkah lebar Kiem Lan mengejar kesisinya seraya berbisik, "Samya kau harus berhati2 aku lihat sinenek tua ini tidak mirip orang baik2."
"Ehmmmm urusan ini memang rada kukoay kita harus bekerja mengikuti keadaan" sahut Siauw Ling seraya mengangguk.
Chee Toa Nio termasuk orang jagoan yang memiliki kepandaian silat sangat lihay pandangan mata serta pendengarannya amat tajam melebihi siapapun kendati suara pembicaraan kedua orang itu amat lirih tapi tak sepatah katapun yang berhasil lolos dari pendengarannya.
Tapi ia pura2 belagak pilon dan percepat langkahnya menuju kedepan.
Gubuk tempat tinggal sinenek tua ini berada beberapa li jauhnya dari tempat semula tidak selang beberapa saat orang itupun sudah tiba ditempat tujuan.
Sikap Chee Toa Nio yang semula dingin, sombong dan hambar kini berubah seratus delapan puluh derajat sembari putar badan ia menyambut kedatangan tetamunya dengan sikap hormat.
Dengan langkah lebar Siauw Ling berjalan masuk ke dalam hatinya saat ini merasa iba.
Tidak disangka olehnya satu dua jam berselang mereka masih bergerak dengan begitu sengit ternyata kini ia disambut oleh bekas lawannya dengan sikap hormat.
Perubahan yang terjadi boleh dibilang seratus delapan puluh derajat dari keadaan semula.
Tampak Chee Toa Nio turun tangan menghidangkan sendiri dua cawan air teh buat Siauw Ling serta Kiem Lan kemudian sambil tertawa ujarnya, "Air teh Song Cu Siang Swie Teh ini belum pernah kugunakan untuk menyambut kedatangan tetamu tapi lain halnya dengan kali ini. Silahkan kalian berdua mencicipi dahulu secawan air teh untuk segarkan dulu badan yang letih setelah itu kita baru bicarakan persoalan kita."
Walaupun gubuk tersebut jelek reyot tapi cawan teko serta air tehnya merupakan barang berharga.
Setelah bergerak selama beberapa jam melawan para jago dunia persilatan saat ini Siauw Ling merasakan perutnya lapar mulutnya dahaga mendengar tawaran itu ia lantas ambil cawannya untuk diteguk.
Mendadak terdengar Kiem Lan mendehem berat Siauw Ling mengerti ia sedang memberi peringatan kepadanya jangan minum air teh tersebut terpaksa diletakkannya kembali cawan kumala tadi ke atas meja.
Melihat tindakan sang pemuda sambil tersenyum Chee Toa Nio berpaling sekejap ke arah Kiem Lan lalu angkat cawan yang berada dihadapannya dan sekali teguk menghabiskan isi cawan tersebut.
"Sam Cungcu tahukah kau mengapa aku bisa memilih tempat sesunyi dan terpencil macam begini untuk melanjutkan hidup?"
"Cayhe tidak tahu."
"Tempat ini tiada syarat yang cukup untuk disebut menyenangkan memiliki pemandangan yang menarik hati siapapun tidak bakal suka memilih tempat tinggal segersang dan sesunyi ini."
"Aku rasa Loo popo memilih tempat ini tentu ada alasan2 tertentu."
"Sedikitpun tidak salah karena pohon tua berusia ribuan tahun inilah aku jadi kerasan untuk berdiam dalam gubuk sereyot dan sejelek ini selama hampir puluhan tahun lamanya."
Agaknya ia mengerti akan dirinya salah bicara tidak menunggu Siauw Ling bertanya buru-buru ia mengubah nada suaranya, "Sewaktu aku berdiam ditempat ini ada seorang bocah berusia delapan tahun hidup bersama2 diriku siapa tahu mendadak dua tahun berselang cucuku itu lenyap tak berbekas sebetulnya aku hendak pergi mencari dirinya tetapi ada janji terlebih dahulu dengan seseorang dan suatu persoalan yang belum kuselesaikan maka tertangguhlah maksudku untuk pergi mencari dirinya."
Mendadak sepasang matanya memerah dua titik air mata jatuh menetes membasahi pipinya.
Melihat sikap sang nenek yang begitu sedih karena kehilangan cucunya diam2 Siauw Ling ikut merasa beriba hati ia merasa tidak tega pikirnya, "Usia telah lanjut hidup sebatang kara ditempat ini keadaannya memang patut dikasihani dahulu ia tentu hidup berduaan dengan cucunya tapi sekarang sejak cucunya hilang ia jadi sengsara kesedihannya tentu tak terkendalikan lagi."
Ingin sekali pemuda ini menghibur sinenek tersebut dengan beberapa patah kata tapi tak diketahui olehnya apa yang harus ia ucapkan akhirnya dengan sedih ia ikut menghela napas panjang.
Buru-buru Chee Toa Nio mengusap kering air mata yang membasahi wajahnya dengan paksakan diri perlihatkan wajah gembira sambungnya lebih lanjut, "Tapi aku telah menerima sepucuk surat dari seorang sahabat karibku yang mengundang aku serta cucuku yang lenyap untuk menghadiri suatu perjamuan tapi cucuku telah lenyap dua tahun lamanya hingga kini tiada kabar berita lagi sekrang aku suruh pergi kemanakah mencari balik dirinya?"
"Seharusnya secara terus terang kau beritahukan kepada orang itu apa yang sebenarnya telah terjadi apa gunanya kau minta aku untuk menyaru sebagai dirinya?"
"Watak sahabat karibku itu amat kukoay walaupun kami sudah bersahabat hampir mendekati puluhan tahun lamanya tapi sekali bentrok suatu pertarungan sengit tak akan terhindar kalau aku terus terang katakan cucuku lenyap ia pasti tak akan percaya sewaktu aku sedang murung dan kesal karena urusan inilah mendadak teringat kembali olehku akan diri Sam Cungcu usiamu hampir sama dengan usia cucuku yang hilang kalau kau suka bantu diriku selama tiga hari setelah kawanku tadi pergi kau tetap bernama Siauw Ling dan akupun tak akan minta bantuanmu dengan sia2 belaka dengan kerahkan segala kemampuan akan kubantu kalian lolos dari cegatan2 jago-jago lihay."
"Sebetulnya urusan ini bukan merupakan suatu halangan yang besar dalam kerja sama kita" kata Siauw Ling sesudah termenung sebentar. "Yang belum cayhe pahami justru apa sebabnya kawan karibmu ingin sekali menjumpai cucumu tersebut?"
Bibir Chee Toa Nio tampak sedikit bergerak mau mengucapkan sesuatu tetapi segera dibatalkan kembali mengambil kesempatan berbatuk2 ujarnya, "Dahulu kita saling bermusuhan dan makin dendam ini makin pertebal tapi akhirnya karena cucuku itu urusan jadi beres permusuhan mereda disusul dengan suatu persahabatan. Kini apalagi aku tidak membawa serta cucuku untuk menghindari perjamuan tersebut pihaknya tentu menaruh curiga apabila cucuku ada apa2 justru aku tidak ingin terjadi bentrokan lagi pada saat itu."
"Cayhe masih tidak paham...."
"Bagian mana yang tak kau pahami boleh kau tanyakan kepadaku."
"Berapa besar usia Loo popo ini tahun?"
"Enam puluh enam tahun."
"Loo popo sudah berusia enam puluh enam tahun umur kawan karibmu paling sedikit tentu sudah berada setengah abad ke atas."
"Ia lebih tua beberapa tahun dariku tahun ini kawan karibmu tersebut sudah berusia tujuh puluh tahun."
"Nah itulah dia kalian adalah manusia2 berusia enam puluh tahunan ke atas perpisahan kalianpun sudah ada sepuluh tahun lebih waktu itu cucumu paling tidak hanya berusia delapan sembilan tahun bagaimana mungkin kawan karibmu itu bisa memandang begitu penting seorang bocah yang sama sekali tak mengerti urusan?"
"Apa sebabnya ia bersikap demikian kalau dibicarakan kembali terlalu panjang Sam Cungcu jika kau tidak percaya nah lihatlah sendiri surat undangan ini."
Dari dalam sakunya ia ambil keluar secarik surat undangan lalu diangsurkan kedepan.
Siauw Ling menerima surat undangan itu dan dibaca isinya.
"Dalam sekejap mata perpisahan kita telah berlalu sepuluh tahun setiap saat kupikirkan keadaanmu."
"Besok siang ada sebuah tandu akan datang menjemput dirimu untuk datang berkunjung kemari harap kau suka bawa serta cucumu."
Chee Toa Nio menghela napas panjang katanya, "Isi surat ini diluaran sepertinya lagi mengundang kedatanganku padahal yang ia pentingkan adalah ucapan yang terakhir setelah kupikir bolak balik akhirnya kurasa bahwa hanya Sam Cungcu seorang yang paling sesuai untuk membantu diriku karena itulah dengan memberanikan diri kuundang kedatangan Sam Cungcu datang kemari guna diajak berunding harap Sam Cungcu suka membantu diriku kali ini."
"Persoalan ini sungguh merupakan suatu persoalan yang mengherankan cayhe harus berpikir dan menimbang dahulu sebelum ambil keputusan" kata Siauw Ling seraya mengembalikan surat undangan tersebut.
"Baik" Chee Toa Nio segera bangun berdiri. "Kalian berundinglah aku mohon diri terlebih dahulu."
"Loo popo silahkan berlalu."
Setelah menerima kembali surat undangan itu Chee Toa Nio mohon diri dan mengundurkan diri dari ruangan.
Menanti orang itu berlalu Siauw Ling baru memandang sekejap wajah Kiem Lan.
"Sudah kau dengar?"
"Sudah!"
"Urusan ini sedikit rada mengherankan membuat orang merasa ragu dan curiga tapi bila kudengar dari nada Chee Toa Nio yang begitu memohon tidak mungkin palsu."
"Pikiran budak bagaikan terbang diawang2 saja" seru Kiem Lan pula setelah termenung sejenak. "Dalam dunia kangouw memang tidak sedikit jagoan lihay yang tidak melupakan kawan2 karibnya tapi apabila dikatakan seorang kakek tua yang berusia tujuh puluh tahun ternyata tidak melupakan seorang bocah berusia belasan hal ini membuat orang merasa kurang percaya...."
Mendadak ia memperendah nada suaranya.
"Dibalik kesemua ini tentu ada hal2 yang kukoay maksud budak jangan sekali2 kita sanggupi permintaannya."
Sepasang alis Siauw Ling berkerut ia bungkam dengan otak berputar keras lama sekali baru katanya, "Aku Siauw Ling mana boleh menyanggupi permintaan nenek tua itu untuk ganti she ganti nama."
Mendadak horden tampak bergoyang tahu2 Chee Toa Nio sudah muncul kembali dari ruang belakang.
"Selama hidup belum pernah kumohon bantuan orang lain" katanya penuh kesedihan. "Tidak kusangka setelah berusia begini tua ternyata harus mohon bantuan orang lain...."
Suaranya kedengaran begitu mengenaskan begitu merengek dan memohon membuat hati orang merasa tak tega apalagi wajah sinenek itupun kelihatan bertambah tua keriput diatas wajahnya makin bertambah banyak rasanya....
Dengan langkah yang berat selangkah demi selangkah ia berjalan menghampiri Siauw Ling ujarnya seraya mengangsurkan tangan kanannya kemuka.
"Kalau Sam Cungcu suka membantu diriku, aku rela menghadiahkan dua butir pil mujarab untuk memusnahkan luka racun yang diderita kedua orang nona tersebut."
Siauw Ling menunduk memperlihatkan benda yang berada ditelapak tangannya sedikitpun tidak salah sebuah botol kumala kecil tampak sedang diangsurkan ke arahnya."
Dengan cepat ia menggeleng dan tertawa.
"Maksud baik Loo popo biarlah cayhe terima dalam hati racun yang mengeram dalam tubuh kedua orang nona tersebut merupakan pil racun penyusut tulang itu dari perkampungan Pek Hoa San cung kecuali obat pemusnah yang mereka buat sendiri dikolong langit tak ada obat pemusnah lain yang manjur untuk menyembuhkan racun tersebut."
"Sam Cungcu jangan terlalu pandang enteng kedua butir pil pemusnah racun ini jikalau hanya terkena racun keji bisa saja aku tak bakal suka mengeluarkan obat ini untuk kalian."
Ia merandek untuk menghela napas panjang kemudian sambungnya lebih lanjut, "Pil ini sudah kusimpan hampir mendekati tiga puluh tahun lamanya ini merupakan barang peninggalan Kiem Hauw si raja racun yang pernah menggemparkan seluruh dunia persilatan enam puluh tahun berselang setelah mengarungi seluruh penjuru dunia akupun hanya berhasil mendapatkan dua butir saja perduli racun sedahsyat apapun asal menelan pil ini racun tersebut seketika akan punah sama sekali walaupun Kiem Hauw tempo dulu tidak membuka perguruan tapi menurut apa yang kuketahui dalam kolong langit saat ini jago-jago penggunaan racun yang ada kebanyakan merupakan ahli warisnya semua Siauw Thayhiap bila kau tak percaya bagaimana kalau kita coba?"
"Benda sedemikian berharganya kalau digunakan tidak pada tempatnya bukankah amat sayang?"
"Siauw Thayhiap boleh berlega hati jikalau aku tidak mempunyai pegangan sepuluh bagian mencapai sukses mana berani kunasehati dirimu untuk coba obat pemusnah itu."
Teringat akan kesukaran2 yang dialaminya selama melakukan perjalanan barusan ditambah pula teringat akan penderitaan Giok Lan sewaktu racun tersebut itu mulai bekerja Siauw Ling merasa jantungnya berdebar keras ia bermaksud untuk menerima tawaran sinenek tua guna memusnakan racun yang mengeram ditubuh mereka sehingga dapat mengurangi beban sendiri disamping memberi bala bantuan kepadanya.
Ketika ia berpaling terlihatlah Kiem Lan dengan sepasang mata penuh rasa memohon sedang memandang ke arahnya jelas ia kena digerakan hatinya oleh ucapan Chee Toa Nio barusan.
Dalam sekejap mata pikirannya jadi bergolak teringat apabila ia terima pemberian obat pemusnah tersebut untuk memusnahkan racun yang mengeram dalam tubuh Giok Lan serta Tong Sam Kauw ini berarti iapun harus balas jasa baik tersebut dengan berganti nama menyaru sebagai cucu Chee Toa Nio.
Sekalipun tiga hari sangat cepat akan berlalu tapi rasa malu ini tak akan lenyap sepanjang masa.
Ketika ia sedang kebingungan mendadak terbayang kembali keadaan Giok Lan dan Tong Sam Kauw sewaktu menahan penderitaan mengerutnya tulang, hatinya mulai goyah.
Terdengar Chee Toa Nio berkata kembali, "Siauw Thayhiap kau boleh mencoba kemujarapan pil pemusnah tersebut apabila obat tadi tidak berhsil memusnahkan racun yang mengeram dalam tubuh kedua nona itu aku rela sepanjang masa berbakti sebagai budakmu dan menjalankan semua perintah yang kau berikan."
"Loo popo terlalu merendah."
Ia segera terima botol tersebut tapi dengan cepat diletakkan kembali.
"Kenapa?" seru Chee Toa Nio dengan air muka berubah hebat. "Apakah Siauw Cungcu curiga aku sedang gunakan siasat?"
"Aku sih tidak pernah punya pikiran demikian hanya ada beberapa patah kata hendak kuterangkan terlebih dahulu."
"Silahkan!"
"Apabila obat pemusnah dari Loo popo ternyata mujarab dan berhasil memusnahkan racun mereka cayhepun tidak akan banyak bicara segera mengikuti popo untuk menghadiri perjamuan yang diadakan kawan karibmu itu."
"Walaupun namanya tersohor diseluruh kolong langit semua orang menaruh rasa jeri kepadanya tapi ia tak akan mencelakai dirimu soal ini kau boleh berlega hati."
"Setelah cayhe menyanggupi untuk pergi sekalipun naik kegunung menerobosi hutan pedang tak akan kutolak kembali hanya cayhe harus terangkan dulu aku boleh ikut popo menghadiri perjamuan tersebut tapi namaku tak akan kuganti."
"Asal kau suka ikut menghadiri perjamuan itu dalam pandangan sudah tentu akan menganggap kau sebagai angkatan muda keluarga Chee kami."
"Perduli bagaimanakah pendapatnya aku tak dapat mengaku secara terus terang dengan mulutku sendiri."
"Baik" akhirnya Chee Toa Nio mengangguk menyetujui permintaan itu. "Sampai waktunya kau harus mendengar semua perkataanku sehingga jangan sampai rahasia konangan."
"Baik."
Diambilnya botol kumala berisi obat pemusnah itu membuka tutupnya dan mengeluarkan dua butir pil warna putih sebesar kacang kedelai kemudian seraya berpaling memandang sekejap wajah Chee Toa Nio katanya, "Loo popo harap kau perhatikan dengan cermat apakah pil ini tidak salah lagi?"
"Asal obat ini mengakibatkan celaka bagi kedua orang nona ini aku rela menggunakan selembar jiwaku untuk ditukar dengan kedua lembar jiwa mereka."
Air muka Siauw Ling berubah serius secara berpisah ia masukkan kedua pil tadi ke dalam mulut Giok Lan serta Tong Sam Kauw.
Bersamaan dengan gerakan pemuda tersebut sepasang telapak Kiem Lan berbareng menotok bebas jalan darah Giok Lan yang tertotok.
Terdengar Giok Lan menjerit keras badannya roboh ke atas tanah dan sakit yang hebat.
Kiranya sejak racun dalam badannya mulai bekerja sebelum waktunya selama ini racun tersebut selalu kambuh dan tak pernah berhenti.
Tapi berhubung jalan darahnya tertotok sehingga ia jatuhkan tidak sadarkan diri sekalipun sakitnya luar biasa tak sepatah katapun bisa dijerit keluar.
Lain halnya setelah jalan darah itu dibebaskan rasa saking mengerutnya tulang mulai terasa dan tak kuasa lagi ia menjerit seperti babi disembelih.
Melihat keadaan dari gadis itu air muka Siauw Ling berubah hebat seraya melirik sekejap wajah Chee Toa Nio.
"Loo popo aku harap mulai sekarang hawa singkangmu disalurkan mengelilingi seluruh badan karena selamanya cayhe tak ingin turun tangan secara membokong apabila kedua orang nona ini salah menelan obat sehingga mencelakai jiwanya cayhe dengan sekuat tenaga akan berusaha membinasakan dirimu sebagai pembalasan dendam atas kematian mereka."
Chee Toa Nio membungkam agaknya dia tidak mendengar ucapan dari Siauw Ling ini.
"Sungguh aneh sekali....sungguh aneh...." terdengar ia bergumam seorang diri. "Selamanya obat ini amat mujarab kenapa nona ini kelihatan begitu tersiksa?"
Sudah berapa tahun lamanya Kiem Lan hidup berdampingan bagaikan kakak beradik dengan Giok Lan sekarang melihat penderitaan Giok Lan yang begitu mengenaskan tak kuasa lagi air mata bercucuran membasahi bajunya.
Mendadak terpengar Tong Sam Kauw berseru tertahan badan yang semula duduk bersila kini roboh ke atas tanah wajah yang semula putih bersih bagaikan salju kini dilapisi dengan segulung hawa hitam dari mulut tiada hentinya muntahkan darah bercampur air hitam.
Siauw Ling mulau menegang hawa sinkang disalurkan ke dalam lengan kanan lalu perlahan-lahan diangkat siap mengirim sebuah serangan mematikan.
"Loo popo berhati2lah" serunya memperingatkan.
Selagi ia suap melancarkan serangan mendadak terdengar Chee Toa Nio menghela napas panjang.
"Sungguh dahsyat racun yang mengeram dalam tubuh gadis2 ini...."
Tiba-tiba badannya berkelebat kesisi Tong Sam Kauw lalu membimbing bangun dirinya.
Melihat perubahan yang terjadi didepan mata Siauw Ling turunkan kembali telapak tangannya.
Ketika ia berpaling kembali tampak olehnya Giok Lan tidak menjerit2 sembari bergelindingan lagi air mukanya seperti halnya dengan Tong Sam Kauw dilapisi segulung hawa hitam.
Air hitam yang kental tiada hentinya muncrat keluar dari mulut sedang napas mulai jadi teratur kembali.
Kiem Lan buru-buru berjongkok membangunkan badan Giok Lan yang masih gemetar keras tangan kanannya dihantamkan ke atas punggung Giok Lan.
Perubahan ini mengakibatkan baik atau buruk belum dapat diterka Siauw Ling pada saat seperti ini terpaksa ia duduk menanti perubahan selanjutnya.
Mendadak segulung bau busuk yang aneh dan saking menusuk hidung menyebar memenuhi angkasa bau itu hebat sekali membuat dada terasa mual mau muntah.
Siauw Ling segera mengerutkan alisnya.
"Apa yang telah terjadi?"
"Aaaaii sudah baik sudah baik" tiba-tiba Chee Toa Nio menghembuskan napas panjang ia memandang sekejap wajah Siauw Ling lalu tambahnya, "Setelah mereka muntah dan berak2 menandakan bahwa obat pemusnah itu sangat manjur silahkan keluar ruangan untuk sementara karena aku hendak gantikan pakaian yang ia kenakan."
Siauw Ling mengerti bahwa kepandaian silat yang ia miliki sangat lihay jikalau sampai bergebrak Kiem Lan bukan tandingannya bila ia mengundurkan diri keluar ruangan dan ia turun tangan pada waktu itu.
Sekalipun hatinya ragu2 dan curiga terpaksa ia keluar juga dengan hati berat.
Kurang lebih sepertanak nasi kemudian dari dalam ruangan terdengar kembali suara Chee Toa Nio berseru, "Sam Cungcu silahkan masuk."
Menanti Siauw Ling masuk kembali ke dalam ruangan pemandangan disana telah berubah seratus delapan puluh derajat tampak Tong Sang Kauw serta Giok Lan duduk berjajar diatas tanah sepasang mata mereka terpejam rapat hawa murni disalurkan mengelilingi seluruh badan sedangkan hawa hitam yang meliputi wajahnya sudah jauh berkurang.
"Beruntung aku berhasil menolong jiwa mereka berdua sekarang kedua orang nona tersebut telah lolos dari mara bahaya hanya entah bagaimana dengan kesanggupan Sam Cungcu terhadap permintaanku tadi?" kata Chee Toa Nio sambil tertawa.
"Perkataan seorang lelaki sejati selamanya tak pernah diubah setelah aku Siauw Ling menyanggupi permintaanmu apakah sekarang aku bisa berubah pendapat lagi?"
Mendadak Tong Sam Kauw membuka sepasang matanya yang sayu tak bercahaya.
"Siauw heng terima kasih atas pertolonganmu" katanya sembari coba meronta bangun.
"Jangan bergerak....jangan bergerak...." teriak Chee Toa Nio sangat terperanjat melihat gadis itu coba meronta bangun. "Racun yang mengeram dala tubuh nona belum habis tersapu keluar semua dari badan kesehatanmu pulih dan kekuatan masih lemah cepat dengarkan nasehatku untuk tetap duduk tenang sambil salurkan tenaga murni mengelilingi badan."
Wakti itu Tong Sam Kauw telah meronta bangun tapi kena ditangkap sepasang tangan Chee Toa Nio dan dipaksa duduk kembali ketempat semula.
Perlahan-lahan Siauw Ling menghela napas panjang.
"Nona bedua bisa memperoleh bantuan dari Thian sehingga racun yang mengeram dalam tubuh dapat lenyap dengan demikian cayhepun bisa mengurangi kemurungan hatiku lagi."
"Hal ini mana bisa menyalahkan diri Samya" sambung Giok Lan dengan lemah.
"Lebih baik kalian berdua jangan terlalu banyak bicara" potong Chee Toa Nio dengan cepat. "Dalam empat jam kemudian sisa racun akan bersih dengan sendirinya ketika itu kendati ada selaksa patah kata hendak diutarakan boleh kalian ucapkan sepuas hati...."
"Perkataan Loo popo ini sedikitpun tidak salah" ujar Siauw Ling pula sembari tertawa hambar. "Sisa racun yang mengeram dalam tubuh kalian masih belum lenyap sekalipun telah menelan pil mujarab hadiahnya kamu semua harus atur pernapasan."
"Menurut pendapatku" tiba-tiba Chee Toa Nio mengusulkan. "Lebih baik untuk sementara waktu Sam Cungcu menyingkir dahulu dengan demikian mungkin bisa dihindari dari banyak percakapan yang tak berguna."
Siauw Ling menurut ia putar badan berjalan keluar dari gubuk menuju kesisi pohon tua berusia ribuan tahun itu.
Dari sana ia pandang pemandangan ditempat kejauhan teringat sepasang orang tuanya yang telah lama ditinggalkan hati terasa amat sedih dan susah ditahan.
"Entah bagaimana dengan ayah serta ibu saat ini sejak beberapa tahun berselang ia tinggalkan rumah tanpa pamit dan hingga kini tiada kabar berita tentang dirinya entah berapa banyak air mata yang sudah mereka cucurkan?"
Saking sedihnya tak terasa air mata mengucur keluar membasahi pipinya pandangan jadi buram.
Mendadak terdengar suara kibasan sayap burung berkumandang datang dan seekor burung merpati berwarna putih melayang turun dari atas dahan pohon yang rindang setelah terbang satu kalangan kemudian meluncur ke arah rumah gubuk tersebut.
Melihat hal itu Siauw Ling merasa hatinya sedikit bergerak pikirnya, "Chee Toa Nio mengasingkan disini ia jarang berhubungan dengan para jago Bulim lalu dari mana datangnya burung pos ini?"
Selagi dia merasa curiga Chee Toa Nio dengan langkah ringan telah muncul diambang pintu tangannya membawa secarik kertas putih wajahnya serius penuh ketegangan.
Burung pos berwarna putih yang kelihatan terbang mengitari rumah gubuk tadi kini berada diatas pundak kirinya.
"Agaknya apa yang dikatakan tidak pernah mengadakan hubungan dengan kawan2 Bulim hanya merupakan ucapan kosong belaka."
Selagi ia berpikir Chee Toa Nio telah tiba disisinya sembari menyerahkan surat yang ada ditangannya kepada Siauw Ling.
Pemuda kita segera menerimanya dan membaca isi surat tersebut.
"Loocianpwee sudah lama mengasingkan diri dari keramaian Bulim kenapa karena orang lain rela mengikat permusuhan dengan kawan2 dunia persilatan setelah membaca surat ini kami harap pemberian muka kepada kami agar suka mengusir Siauw Ling sekalian berempat dari rumah Loocianpwee."
"Sebelum sang surya lenyap disebelah barat kami harap permintaan itu sudah dilaksanakan bila membangkang walaupun boanpwee ada maksud membelai loocianpweepun tidak mampu berbuat banyak."
Surat itu singkat sekali dan dibawahnya tercantum sebuah tulisan Hwie atau artinya terbang.
Sehabis membaca surat itu Siauw Ling mendongak menghela napas panjang.
"Kesalah pahaman kawan2 Bulim dikolong langit terhadap diriku ternyata sudah sedalam ini kelihatannya urusan bisa dibikin selesai dengan andalkan ucapan belaka."
Sinar matanya dialihkan ke arah Chee Toa Nio lalu tambahnya, "Bagaimana menurut pandangan Loo popo?"
"Kalau aku tak bermaksud melindungi kalian, apa gunanya kuhadiahkan kedua butir pil mujarap tersebut buat nona berdua?"
"Loo popo berbuat demikian hanya karena ingin pinjam cayhe menyaru sebagai cucumu selama tiga hari nilai yang harus kau bayar tak terlalu besar."
"Urusan telah jadi begini akupun tak ingin berpikir lebih banyak, sekalipun harus mengikat permusuhan dengan para jago Bulim yang ada dikolong langitpun merupakan hal yang apa boleh buat."
"Kita tidak saling mengenal, pemberian obat mujarab cukup membuat cayhe sekalian merasa sangat berterima kasih menurut pendapat cayhe lebih baik Loo popo jangan ikut campur dalam air keruh kali ini, biarlah cayhe hadapi serangan mereka seorang diri. Bila beruntung aku tidak mati besok siang akan kutemani diri Loo popo untuk menghadiri perjamuan yang diadakan kawan karibmu itu."
"Kalau tidak beruntung kau mati dalam pertarungan tersebut?"
"Ketika itu cayhepun sudah mati, sudah tentu tak dapat kupenuhi janjiku itu" sahut Siauw Ling setelah tertegun sejenak.
"Justru karena itulah aku tidak mengharapkan kau mati dalam pertarungan yang bakal terjadi sekalipun dikolong langit dapat kucari kembali orang yang suka menyaru sebagai cucuku tapi dalam waktu singkat kau diharuskan aku pergi kemana untuk menemukan kembali? demi perjamuan yang akan diadakan besok pagi mau tidak mau aku harus berusaha sekuat tenaga untuk melindungi keselatan."
"Tentang hal ini aku lihat tidak usah" seru Siauw Ling cepat.
Chee Toa Nio berdiam diri tiba-tiba dia robek kertas tadi jadi dua bagian sebagian tetap dipegang sedang bagian yang lain dimasukkan ke dalam tabung tembaga yang terikat dibawah sayap burung merpati tersebut kemudian lepaskan burung tadi keangkasa.
Dengan sebat burung merpati tadi terbang keawang2 dalam sekejap mata telah lenyap dari pandangan.
Menanti burung merpati tadi lenyap dari pandangan Siauw Ling berpaling dan bertanya kepada diri Chee Toa Nio dengan suara lirih.
"Popo siapakah menulis surat barusan? agaknya ia sangat kenal dengan Loo popo."
"Hal ini sudah tentu selamanya aku tidak suka bersurat2an dengan seorang manusia tanpa nama."
Melihat nenek itu tak ingin mengutarakan asal usul dan kedudukan orang itu Siauw Lingpun tak bertanya lebih jauh ia mendongak memeriksa keadaan cuaca lalu katanya lagi, "Satu jam lagi sang surya aka lenyap diufuk barat saat2 inilah merupakan waktu yang paling tepat bagi pihak lawan untuk melakukan serangan Loo popo apakah kau mempunyai persiapan untuk mengatasi persoalan ini?"
Chee Toa Nio termenung beberapa waktu ia berpikir sebelum menjawab.
"Saat ini hanya ada dua jalan saja untuk mengatasi hal tersebut pertama jauh2 menyingkir agar mereka menubruk tempat kosong...."
"Waaah....waaah....cara ini tidak cocok" tukas sang pemuda dengan cepat. "Menurut dugaanku kalau tidak salah semua gerak gerik kita saat ini sudah berada dalam pengawasan mereka."
"Kalau begitu kita harus lakukan dengan cara kedua yaitu bertarung mati2an melawan mereka tapi untuk mengambil jalan yang kedua ini kita perlu mengadakan persiapan2 sehingga kalau maju bisa menyerang dan kalau mundur bisa bertahan."
"Mau bergebrak atau bertahan bagi cayhe itu urusan enteng tapi justru yang cayhe kuatirkan apakah sebelum sang surya lenyap disebelah barat luka racun yang diderita nona Tong Sam Kauw serta Giok Lan berdua bisa sembuh...."
"Sekalipun racun yang mengeram dalam tubuh mereka bisa diatasi" sela Chee Toa Nio. "Tapi kekuatan tubuh mereka belum pulih dalam dua belas jam mendatang mereka masih tidak berkekuatan untuk menghadapi serangan musuh."
"Aaaai jika kita tinjau dari nada ucapan dalam surat tersebut musuh yang hendak menyerang nanti berjumlah tidak sedikit sedang pihak kita hanya tiga orang disamping harus bertahan masih pula harus memecah perhatian guna melindungi keselamatan kedua orang nona yang belum sembuh dari lukanya bila cara kita bertahan tidak sempurna aku takut kegagalan yang kita temui berakibatkan lebih fatal...."
"Memang hal itu perlu dikuatirkan tapi cukup kita berusaha untuk mempertahankan diri hingga besok siang bala bantuan segera akan tiba disini."
"Maksud bala bantuan dari sahabat karibmu?"
"Tidak salah sekalipun ia turun tangan bukan karena aku demi keselamatanmu ia pasti memberi bantuannya."
"Tapi kami tidak saling mengenal" seru Siauw Ling bimbang.
"Benar kau sebagai Siauw Ling tentu tidak kenal dengan dia tapi ia tak akan memandang kau sebagai manusia she Siauw ia akan menolong dirimu sebagai cucuku."
Mendadak suara terompet yang serak dari tempat kejauhan suara itu mengalun memenuhi angkasa mendatangkan yang tidak sedap dalam hati.
"Bagus sekali" teriaknya. "Sebelum kita merundingkan siasat untuk menghadapi mereka pihak mereka sudah mulai bergerak."
"Benar" seru Siauw Ling menyambung setelah melihat keadaan cuaca. "Batas2 waktu yang ditentukan masih panjang mengapa dia sudah mulai menyerang lebih pagian?"
"Aku rasa mereka mulai gusar karena melihat aku merobek2 surat yang mereka kirimkan sehingga serangan dipercepat."
"Jikalau demikian adanya kita harus buru-buru menyusun rencana dalam menghadapi mereka. Menurut pendapat cayhe ada baiknya Loo popo bertanggung jawab atas keselamatan nona Tong berdua biar cayhe seorang yang menyambut kedatangan mereka."
"Sudah, sudah cukup tak usah kau teruskan lagi ucapannmu itu caramu ini tak bisa jalan" potong Chee Toa Nio tidak menunggu pemuda tersebut menyelesaikan kata2nya."Jumlah mereka sangat banyak mana mungkin kau bisa menghadapi serangan mereka dengan tenaga seorang? pepatah mengatakan mau pukul ular hajar dulu kepalanya mau tangkap bajingan tawan dulu pemimpinnya kita harus berusaha menangkap dulu sang pemimpin yang pegang kekuasaan tertinggi dalam gerakan kali ini."
Ia merandek sejenak lalu sambungnya lagi, "Eeeeei bagaimana dengan kepandaian silat sibocah perempuan yang tidak keracunan itu?"
"Seharusnya boleh dihitung jago kelas dua."
"Senjata rahasia keluarga Tong dari Su Tzuan sudah tersohor dalam Bulim sejak ratusan tahun berselang" ujar Chee Toa Nio sesudah termenung sebentar. "Kalau Tong Sam Kauw tidak terluka ia merupakan orang pembantu yang paling baik kini kita terpaksa harus mengandalkan kekuatan kita bertiga sama2 bertempur dengan membentuk sebuah barisan segitiga dengan pertahanan ini kita kangan memberi kesempatan kepada mereka untuk menerjang dekat rumah gubuk ini."
"Tak bisa jadi!" tukas Siauw Ling tak setuju. "Sekalipun dengan turun tangan berbareng kekuatan kita makin bertambah dalam menghadapi segala perubahan tapi penjagaan terhadap keselamatan kedua orang nona yang masih lemah itu bukankah sangat kendor."
"Justru karena soal inilah aku merasa serba susah kekuatan kita bertiga masih bisa bertahan satu hari satu malam dari serbuan mereka ke dalam rumah gubuk itu, aku bisa saja membawa mereka berdua bersembunyi diruang bawah tanah. Tapi yang kutakuti adalah kekuatan musuh terlalu besar hingga kita sendiripun tidak kuat bertahan dan harus mengundurkan diri pinjam cuaca gelap ditengah malam. Kalau sampai begitu kita tak bisa menjaga keselamatan kedua orang nona yang berada di dalam ruang bawah tanah itu lagi."
"Bagaimana dengan ruangan rahasiamu itu cukup kuat untuk bertahan dari serbuan mereka."
"Kuat sih kuat orang yang tidak mengerti cara membuka pintu rahasia itu jangan harap bisa menerjang ke dalam justru satu2nya kekurangan adalah ruangan rahasia itu tidak punya jalan rahasia lain yang menghubungkan tempat itu dengan tempat lain."
"Menurut pendapat cayhe lebih baik kita hantar kedua orang nona ini bersembunyi di dalam ruangan rahasia dengan demikian pikiran kita tak usah dikacaukan dengan rasa kuatir atas keselamatan mereka lagi kita dapat pusatkan semua perhatian untuk menghadapi pihak lawan yang datang menyerang."
"Kalau demikian adanya bukankah kita harus mempertahankan gubuk ini mati2an?" kata Chee Toa Nio seraua berpaling dan memandang sekejap gubuknya.
"Menurut pandangan cayhe hanya jalan ini yang paling sesuai."  

Bayangan Berdarah (Wo Lung Shen)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang