Chapter 10 : Selai Nanas dan buah blueberry

68 4 2
                                    

Hangat. Itulah yang kurasakan saat aku bangun. Untuk pertama kalinya juga aku tidur di dalam rumah berdinding batu selain gua di lembah gunung.

Sebenarnya tadi malam udara terasa agak dingin. Karena entah darimana ada angin berhembus di dalam ruangan tertutup rapat seperti ini. Aku menjilat kelingking lalu mengankatnya untuk mengetahui arah angin, dan ketika aku mendongak ke atas. Disana menempel sebuah benda aneh yang kepalanya terus berputar seperti baling-baling.

Biasanya aku bisa membuat anyaman baling-baling dari daun kelapa. Aku membuat banyak untuk menghias puncak gubuk kakek. Selain itu, aku juga sering membawanya berlari menembus hutan hanya untuk mengetahui seberapa cepat baling-baling itu bisa berputar.

Namun ada yang aneh dari baling-baling raksasa yang satu ini. Dikamar ini tak ada jalan masuk untuk angin, dan juga baling-baling itu tidak dibawa lari, lantas kenapa bisa berputar secepat itu?

Aku tidak mengerti tapi ini pasti salahsatu barang ajaib buatan manusia modern seperti yang diceritakan kakek. Meski begitu baling-baling raksasa itu terlihat sudah berdebu dan berkarat, mungkin umurnya tidak akan lama lagi. Dan benar saja, menjelang tengah malam aku tidak merasa ada angin yang berhembus lagi.

Maaf baling-baling raksasa tua, aku tidak bisa membantumu dan juga aku tidak membutuhkanmu karena aku bisa merubah suhu tubuh dengan mengatur jalan nafas.

Aku baru saja selesai mandi ketika perutku tiba-tiba berbunyi kriuk-kriuk. "Mungkin saja ada makanan di dapur?" Pikirku sembari mengusap perutku yang bergemuruh.

Dengan terbalut sehelai handuk aku menuju pedang (bahasa melayu : dapur). Aku mencium aroma manis yang tidak asing, ternyata aroma itu berasal dari botol kaca berisi sambal berwarna kuning, di atas botol kaca tertulis.

"Selai rasa nanas."

Apa ini nanas yang disambalkan? Ku colek sambal nanas itu lalu ku tempelkan ke lidah. "Hmm...rasa nanas."

Saat aku sedang menikmati momen asam manis kehidupan itu terdengar banyak langkah kaki seperti berlari dan suara yang memanggil namaku.

"Ken Ken... Ayo main...eh mana dia?"

Itu suara Raisa dan teman-temannya.

"Ketua, itu tidak sopan, baiknya kita ketuk pintu dulu sebelum masuk!."

"Ayolah, dia tidak mungkin sedang bermain dengan tisu kan! Cepat Senja! Aku ingin melihat wajah tidurnya yang polos hihihi."

Sepertinya mereka mengira aku masih tidur karena tidak ada diruang depan.

"Eh dikamar juga tidak ada."
"Mungkin dia di kamar mandi, sebaiknya kita tunggu saja ken ken keluar, ketua."

Aku merasa harus memberitahu mereka kalau aku sudah selesai mandi jadi aku teriak saja.

"Aku disini."

Selanjutnya suara langkah kaki terdengar mendekat. Aku mencolek selai nanas dengan 3 jari sekaligus sebelum pergi. Namun saat berjalan handuk ku tersangkut di pinggiran meja hingga melorot.

***

"Ken ken, kau di dapur ya?" teriak Raisa saat mendengar suara Ken." "Mungkin dia sedang makan." Sahut Senja yang berdiri tak jauh dibelakangnya.

"Sayang sekali, padahal aku ingin memergokinya melakukan yang biasa anak cowok lakukan hihihi." bisik Raisa dengan muka nakal.

"Dasar ketua. Sudahlah ayo kita ke dapur saja." Ajak senja tapi akhirnya ia tetap berjalan dibelakang Raisa yang langsung berlari.

Ketika Senja sampai diperbatasan dapur dia heran melihat Raisa yang mendadak berhenti. Ia menepuk pundak sang ketua tapi tak ada reaksi. Tubuhnya sudah sekeras batu entah kenapa, lalu Senja memperhatikan daun telinga Raisa yang memerah dan terasa panas. Karena penasaran Senja balikan tubuh kaku itu.

Magic Art of Urban [MAoU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang