Chapter 13

2.4K 90 0
                                    

Typo bertebaran!!! Tolong lapor sm authornya ya, biar bisa diedit terima kasih.

Maaf! Maaf! Maaf! Lama update gegara tugas numpuk :)

—----—----------------------------

"Aku harap kau tidak memikirkan kematian ayahmu lagi, nak. Hidup harus tetap berjalan." ucap Abraham tiba-tiba.

Rae merasa nafasnya tercekat. Apa yang kakek bilang Papa? Tanyanya dalam hati. Rae menatap lurus kearah depan dengan tatapan kosong.

"Almira?"

Bagaikan tersihir, Rae hanya menatap Abra dengan tatapan kosongnya.

"Mira, ada apa?"

Rae masih senantiasa menatap Abra dengan tatapan kosongnya tanpa megeluarkan sepatah katapun. Hingga suara bariton milik seseorang mengalihkan pandangan Rae pada pemilik suara itu.

"Rae?"

---------------------------------------

Chapter 13

"Rae? Ada apa?"

"Al," Rae berucap lirih lalu tiba-tiba pandangannya menggelap dan yang terakhir ia lihat dan dengar adalah sosok pria yang ia cintai mendekat dan menjaga tubuhnya agar tidan tersungkur di lantai sambil memanggil namanya.

***

"Kakek, ada apa sebenarnya?" kini mereka telah berada dikamar Rae dan Albizia, tadi dokter mengatakan bahwa Rae hanya kelelahan tapi entah kenapa ia kurang yakin, pasalnya Rae tidak ia perbolehkan kemana-mana.

"Apa ia tidak mengetahui kematian ayahnya?"

Albizia tercengang, "A-apa.. Apa kau memberi tahunya?"

"Jadi benar, ia tidak mengetahuinya. Kenapa kalian tidak membertahukan pada Rae?" alih-alih menjawab pertanyaan Albizia, Abraham malah bertanya balik.

Albizia menatap lurus kearah istrinya, wajah Rae begitu pucat. Albizia menggenggam tangan Rae dan meremasnya dengan lembut seakan meminta kekuatan pada wanitabyang terbaring diatas ranjang. Seharusnya ia yang menyalurkan kekuatan tapi ini malah berbalik, ia sungguh tak bisa melihat wanitanya, istrinya, cintanya, hidupnya, dan segalanya bagi dirinya terbaring tak berdaya, seakan seluruh tenaga dan kekuatannya terkuras habis.

"Aku tidak bisa memberi tahunya, kek. Kami baru kehilangan buah cinta kami, aku tidak tahu apa yang akan terjadi bila ia mengetahui tentang kematian Papa Nick."

Abraham menghembuskan nafas panjang, "Selesaikan segalanya. Jelaskan dan tenangkan Rae, Al."

Albizia mengangguk. Setelah Abraham meinggalkan kamar, Albizia ikut berbaring disamping Rae dan memeluknya erat. "Maafkan aku, Rae." bisiknya tepat ditelinga Rae. Ia mengecup kening wanita itu lama dan lembut lalu ikut berbaring dan tenggelam dalam mimpi.

***

"Pa!! Pa!! Hiks... Papa jangan tinggalkan Mira, Pa! Mira sayang Papa. Hiks.. Hiks.. Pa!"

Albizia yang sedang tertidur disamping Rae, kaget melihat istrinya menangis sambil menyebut 'papa' berulang-ulang. Ia membawa Rae kedalam dekapan hangat pelukannya, sambil mengelus rambut juga punggung wanita itu. "Ssttt.. Jangan menangis Rae. Tenagkan dirimu, ya?"

Rae membalas pelukan Albizia dengan erat dan menyembunyukan wajahnya diceruk leher Albizia seraya menumpahkan segala tangisnya. "Apa yang Hiks.. Terjadi pada Hiks.. Papa, Al? Hiks.."

Albizia mengeratkan pelukannya dan mengecup puncak kepala Rae dengan kasih sayang. "Ssstt.. Hentikan tangismu dulu, kau tahu bahwa aku tidak bisa melihat dan mendengarmu menangis, Rae. Please, don't cry! I'll always beside you! You're not alone, you have me, okay?"

Rae & AlbiziaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang