[13] Bittersweet

20.2K 1.2K 90
                                    

Kirana menatap frustrasi tumpukan pakaian kotor dihadapannya. Dulu, dirumahnya ia bahkan hanya perlu melempar pakaiannya di ranjang atau dimanapun dan para asisten rumah tangganya dengan sigap membersihkan. Tapi sekarang ia hanya tinggal bersama Chandra di kota yang jauh dari Ayah Bundanya.

"Chandra!" pekik Kirana.

Dari balik pintu kamar Chandra terlihat rapi dengan pakaian lorengnya. Ia menatap bingung ke arah Kirana yang melotot padanya.

"Kenapa?"

Kirana berjalan mendekat sambil berkacak pinggang di depan Chandra, "Lo mau kemana?"

"Mau ke kodam dulu."

"Gak boleh!" ucap Kirana tegas. Ia segera berlari ke arah rak sepatu dan mendekap sepatu laras milik Chandra dengan erat.

"Pokoknya lo gak boleh pergi sebelum bantuin gue!"

Chandra menarik napasnya, "Memang kamu butuh bantuan untuk apa? aku takut telat Ran. Please balikin larasku yah."

"NGGAK BOLEH!" kini wajah Kirana berubah cemberut. Ia mendekap semakin erat sepatu Chandra seakan-akan itu harta karung yang begitu berharga.

Chandra menarik napas lagi. Sepertinya Tuhan memang sedang memberinya cobaan dengan mengirim Kirana di hidupnya. Karena gadis dihadapannya ini benar-benar alat penguji kesabaran yang cukup ampuh.

Chandra melirik sebentar ke arah jam tangan hitam miliknya dan kembali menatap Kirana, "Ok. Aku punya waktu 30 menit. Kamu mau dibantuin buat apa?"

Seketika senyum ceria milik Kirana pun terbit.

Ia menunjuk tumpukan pakaian kotor di dekatnya. "Bantuin gue nyuci pakaian ini."

"Kenapa kamu gak nyuci sendiri? atau bawa aja ke tempat loundry," saran Chandra yang langsung di balas gelengan kuat oleh Kirana.

"Gue gak mau bawa ke tempat loundry. Gue harus ngirit seperti yang lo bilang kemarin. Dan yang kedua, gue gak tahu nyuci pakaian. Gue gak mau tangan gue kasar kayak kuli bangunan." balas Kirana dengan argumen yang membuat Chandra menyesali perkatannya kemarin yang meminta Kirana lebih bisa mengatur uang.

Dan ia pun menyesali keputusannya dulu tak membeli mesin cuci. Ia tahu Kirana bahkan tak akan rela menyentuh sabun cuci di tangannya. Hal itu tergambar jelas di wajahnya yang seakan memandang ngeri pakaian kotor dan sabun cuci di dekatnya.

"Yaudah aku bantuin." ucap Chandra akhirnya.

Ia menyingsingkan lengan bajunya hingga memperlihatkan lengannya yang kokoh. Ia mengambil sebuah kursi kecil dan langsung mendudukinya.

"Bantu ambilin ember yah, Ran." perintah Chandra.

"Lo gak punya kaki? ambil sendiri sana," tolak Kirana dan sekali lagi membuat Chandra merasa ingin membenturkan kepalanya di tembok. Berharap ia lupa bahwa ia sudah menjadi suami bagi wanita dihadapannya itu.

"Aku minta tolong Ran. Kalau kamu gak mau ambilin aku juga gak mau bantuin nyuci." tegas Chandra.

Kirana langsung berdiri tegak dari posisi menyendernya. "Gak boleh gitu dong. Lo udah janji ama gue. Gue gak suka yah lo nyuruh-nyuruh gue gitu apalagi lo udah mulai ngancam gue."

"Aku minta tolong Ran bukan nyuruh-nyuruh kamu apalagi ngancam kamu."

Chandra berdiri dari duduknya dan mengambil ember besar di halaman belakang rumah. Ia tak ingin berdebat terlalu lama dengan Kirana. Ia takut kesabarannya habis saat di dekat Kirana.

Saat ia kembali ke ruang cuci Kirana masih berada disana dengan kedua tangan bersedekap.

Chandra segera mengisih penuh air di ember itu tanpa mempedulikan Kirana yang mengomel tak jelas.

"Chandra, sabunnya kebanyakan!"

Chandra hanya diam dan tetap menyikat baju ditangannya itu.

"Chandra nyikatnya jangan keras-keras entar sobek"

Chandra tetap diam mendengarkan omelan Kirana.

"Chandra jangan cuci yang itu!"

Chandra berbalik ke belakang. Wajah dongkolnya tampak terlihat jelas. "Kamu aja yang cuciin kalau gitu. Dari tadi aku salah terus," keluh Chandra.

Kirana tidak membalas namun mukanya malah memerah padam.

"Kenapa? kamu marah?" tantang Chandra.

Kirana bukannya menjawab malah menunjuk benda di tangan Chandra.

Chandra yang dongkol menatap pakaian di tangannya itu. Dan detik itu pula ia menelan ludah melihat pakaian di tangannya.

Sebuah lingerie merah maroon.

"Kembaliin punya gue." Kirana berjalan hendak merampas lingerie di tangan Chandra yang masih diam mematung.

Tapi kemudian yang terjadi adalah Kirana terpeleset busa sabun cuci dan terjatuh di pelukan Chandra. Dan kesialan selanjutnya adalah badan keduanya menjadi basah kuyup karena tangan Chandra menyengol ember besar cucian mereka dan segera mengguyur tubuh keduanya.

"Chandra!!!" teriak Kirana sambil memukuli tubuh Chandra.

Chandra hanya tertawa saat Kirana memukuli tubuhnya.

Tubuh Kirana masih menindih tubuhnya. Dan Chandra dengan isengnya mengambil busa sabun cuci dan mengolesnya di wajah Kirana.

"Chandra! muka gue! "

Kirana semakin membabi buta memukuli Chandra. Namun Chandra hanya tertawa karena melihat tampang jelek Kirana.

"Muka gue nanti panuan! Chandra nih nih rasain biar lo juga panuan kudisan kalau perlu."

Dan acara mencuci mereka pun berubah menjadi ajang perang sabun.

***

Chandra terpaksa mandi kedua kalinya karena insiden itu. Sedangkan Kirana masih sibuk dengan jemurannya di belakang rumah.

"Chandra! gue gak kuat ngeremesnya"

Chandra berusaha masa bodoh dengan suara panggilan Kirana yang mengeluh dengan jemurannya. Bagaimama bisa ada gadis yang tidak tahu cara mencuci baju dan lebih parahnya lagi menjemur pakaian pun dia tak pernah?

"Chandra, jepitannya kurang! Chandra!!! ih kok gue dikacangin!"

Chandra mengintip dari balik kaca kamar mereka. Ia melihat Kirana yang terlihat kesulitan dengan jemurannya. Ekspresi gadis itu terlihat begitu lucu terlebih saat dia mengomel tidak jelas.

Akan tetapi ada satu hal yang membuat hati Chandra merasa menghangat.

Kirana ingin belajar menjadi lebih baik.

Chandra & KiranaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang