New World

822 87 7
                                    

"Namaku Wang Junkai. Seorang calon pa-" Junkai memperkenalkan dirinya, namun, entah kenapa ia malah menghentikan pembicaraanya dan malah mengganti dengan topik baru.
"Ah, lupakan" Ucapnya kemudian meletakkan kembali buku yang berada digenggamannya ke rak buku. Ia melihat kearahku dalam.

Aku tertegun melihat sorot matanya yang....rasanya sangat familliar.

Ya, familiar. Entah kenapa aku pernah mendapatkan tatapan seperti itu. Tatapan yang dingin, gelap, dan tajam. Seperti mengandung makna tersendiri yang sampai saat ini aku tidak pernah mengetahui apa makna yang tersirat pada sorotan mata itu.

Junkai berdecak setelah mengatakan itu. Ia sedikit berjalan melewatiku.

"Oh, tunggu. Aku ingi bertanya satu hal padamu." Junkai menghentikan langkahnya dan membalikkan badannya menghadapku. Aku mengerutkan keningku heran.
"Apa?" Tanyaku bingung.
"Kau harus menjawabnya jujur, human." Tegas Junkai. Aku terdiam untuk sesaat, dan barulah menganggukkan kepalaku yakin.
"Apa yang ingin kau katakan?" Tanya ku.
"Apa kau benar benar Zifeng?" Junkai mulai bertanya dengan nada serius.

Memangnya...ada apa denganku? Kenapa banyak sekali yang mengatakan hal itu?

Sungguh. Aku semakin tak mengerti.

"Tentu saja. Aku tadi sudah berkenalan, 'kan? Apa perlu aku menunjukkan kartu namaku?" Ucapku sedikit merasa kesal sekaligus risih.

Ya. Kartu nama. Itu hanya sebagai ancaman. Sebenarnya aku belum memiliki kartu seperti itu karena aku masih berumur 16 tahun.

Namun...sebuah jawaban tak kusangka...

"Mana kartu namamu?" Tanya Junkai dingin. Aku melotot tak percaya. Ya. Tak percaya. Tak percaya kalau dia benar benar akan mengatakan hal seperti itu.
"Tak usah sampai melotot seperti itu. Aku hanya bercanda. Kau kan belum punya kartu nama karena umurmu masih belum delapan belas tahun" Tukasnya. Aku sedikit bernafas lega mendengarnya.

Namun, tiba tiba aku teringat sesuatu.

"Oh, tunggu. Darimana kau tau umurku masih dibawah delapan belas tahun?" Tanyaku penuh selidik dan kecurigaan.

Ya. Mungkin aku harus berhati hati kepadanya karena daritadi ia selalu memperlihatkan aura ketidak senangannya kepadaku.

Junkai tampak membuang nafasnya kasar. Ia tampak kesal sekarang.
"Bisa dilihat dari wajahmu yang masih seperti bocah, human" Junkai berkata kesal. Aku mencoba meredam kekesalanku saat dibilang 'bocah'.

Jujur, siapa yang tidak senang jika dirinya dibilang seorang bocah?

"Siapa yang kau bilang bocah? Aku tidak anak-anak lagi. Kau tahu?" Ucapku kesal. Junkai hanya terkekeh meremehkan. Ia sempat tak menggubris perkataanku untuk sesaat.
"Jadi kau apa? Sudah dewasa, hng? Tubuhmu saja masih datar begitu." Tukas Junkai polos sambil menatap kearahku dingin dan seperti tidak ada rasa bersalah 'sedikit' pun.

Satu detik...

Dua detik...

Baju...basah...

Tubuh...tu...-

Aku kembali teringat sesuatu hal. Aku menundukkan kepalaku dan melihat kaosku yang tampak basah kuyup akibat menerobos hujan.

Aku kembali melihat kearah Junkai ragu.

Pria itu...kenapa ia masih melihat
kearahku dengan tampang tak bersalah begitu?!

He Was in My DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang