Aku suka melihatnya sekarang. Oleh karena itu, aku bertanya tentang Junkai kepada paman Xun berhubung dia adalah salah seorang yang memiliki takhta paling tinggi di kastil ini.
Jangan salah sangka. Aku bertanya tentangnya bukan karena aku suka ataupun cinta kepadanya.
Well, hei, lagipula aku ini adalah seorang gadis remaja berumur enam belas tahun. Pikiranku belum terbuka luas untuk cinta-cintaan seperti itu, alias, masih labil dan sama sekali sangat bodoh dalam hal itu. Come on.
Aku hanya ingin mendengar candaannya dan juga sejarah yang lebih penting tentang kastil ini sekarang. Biasanya, jika moodnya sedang baik, ia akan menceritakannya. Jika tidak? Kurasa kalian tak perlu bertanya kepadaku. Sudah pasti dia akan bersikap dingin dan menolak dengan berbagai cara.
"Dimana Junkai, paman?" Tanyaku tenang.
Paman Xun tak membalas perkataanku untuk sesaat. Ia sepertinya speechles atau kehilangan kata katanya karena fakta tentang sebenarnya sudah kuketahui.
Aku tertawa pelan.
"Tak apa kok kalau aku berada di dunia seperti ini. Aku tak menganggapnya masalah," Jelas ku sedikit berbohong.
Tak masalah apanya? Ini benar benar merupakan masalah besar!
"Aku hanya bingung cara untuk melindungi diri dari makhluk diluar sana. Aku hanya takut dima..." Belum selesai aku berbicara, Yuan memotong pembicaraanku.
Maklum, dia merupakan tipe periang.
"Jangan khawatir untuk masalah itu. Bukankah ada kami yang akan melindungimu?" Ujar Yuan santai. "Serahkan pada Qianxi jika masalah senjata. Dia ahli dalam memainkan pedang dan memanah!" Ujar Yuan.
"Untuk masalah keberadaanmu,serahkan pada Fee. Dia sangat...woah! Hebat dalam ahli mantra. Seekor kelinci yang tertembak oleh busur saja bisa ia obati tanpa menimbulkan bekas." Jelas Yuan santai sambil menyandarkan tubuhnya perlahan.
"Hah? A..ku?" Fee tampak tak percaya dan menunjuk-nunjuk dirinya. "Tapi itu kan pernah gagal, gege. Aku masih belajar dikelas dua kok. Belum mahir." Sanggah Fee. Yuan melirik kearahnya.
"Tapi kau tau cara menyembunyikan bau manusia?" Tanya Yuan. Fee terdiam, dan mengangguk.
"Aku bisa, sih." Ucap Fee.
"Nah kalau begitu..." Yuan mengjeda perkataaanya. Ia melihat kearahku. "Kau tak perlu takut apa-apa kan? Mereka sudah ada." Jelas Yuan. Aku mengernyit. Benar benar bingung sekarang.
"Lalu...kau?" Tanyaku heran. Yuan malah hanya mengulas senyuman lebar. Ia menunjuk dirinya sendiri.
"Aku?" Tanyanya. "Aku akan mengawasi dan makan sepuasnya~" Ucapnya tanpa dosa. Ia hanya nyengir dan kemudian bangkit dengan polosnya menuju dapur.Tentu saja, kalian tahu tatapan Fee dan Qianxi sekarang. Jari telunjuk Fee mulai terarah kearah Yuan. Wajahnya merah padam. Tatapannya sangat mematikan.
Ia membaca sebuah mantra dan kemudian berteriak kesal.
"Awas kau, Yuan!"
Fee pun bangkit, ia turut mengejar Yuan. Qianxi yang merasa ditinggal oleh saudara perempuannya sendiri itupun, segera bangkit dan pamit dengan sopan kepada kami. Ia kemudian berjalan perlahan mengikuti Fee yang tampak sangat menyimpan dendam kepada Yuan.
Aku hanya terkekeh melihat tingkah mereka.
Kupikir, Fee itu anggun dan tidak banyak omong. Tapi, kurasa sama saja dengan Yuan.
"Kau benar benar ingin tinggal disini, Zifeng?" Tanya paman Xun. Aku mengangguk.
"Kalau bisa..." Jawabku sambil tersenyum. Paman Xun sepertinya juga membalas senyumanku.
"Kalau begitu, Junkai kini tengah berlatih pedang di halaman belakang kastil ini. Kau ingin melihatnya?" Tanya paman Xun.
KAMU SEDANG MEMBACA
He Was in My Dream
FanfictionDia... Seseorang yang kutemui beberapa yang lalu didalam mimpiku, ternyata benar-benar kutemui didunia nyata. Tapi, sayangnya dia.... Bukanlah seorang manusia. Dia, 'seorang' pangeran muda dan memiliki takhta tinggi disebuah Valhalla vampire di se...