Won't Let You Be Lonely

482 62 3
                                    

“I don’t want you to be alone, just one person buried in the crowd. I don’t want you to walk by yourself through the wind and the rain. I don’t want you to bear the cruelties of the world by yourself. I don’t want tears to always keep you company.”
.

.

.

.

Apa...Zifeng berada di bukit belakang sekolah?

Ide cemerlang itu tiba tiba saja tercetus dari otak Junkai. Ia baru menyadarinya, itu adalah tempat kesukaan Zifeng sejak ia masih tk. Bibi Zhang memberitahukannya tentang hal itu.

Junkai memutuskan untuk kembali keluar rumah, menuju bukit belakang sekolah. Tak peduli jika sekarang telah menunjukkan waktu tengah malam, dan udara semakin dingin diluar sana.

Yang penting, ia harus menemukan Zifeng, wajib. Jika tidak, ia boleh menghukum dirinya sendiri, seberat apapun itu.

Junkai berlari memasuki mobilnya, ia menyalakan mesin. Junkai menyandarkan tubuhnya sejenak untuk menenangkan dirinya, lalu meng acak-acakan rambutnya.

Ia benar benar sangat frustasi sekarang.

Ia sama sekali tidak dapat beristirahat sedikitpun sejak pagi tadi.

Pikiran tentang gadis itu terus menghantui otaknya. Dan itu semua, Zifeng pergi dari rumah, itu semua karena dirinya sendiri, semua salah pria pengecut seperti Junkai.

"Argh!" Junkai memejamkan matanya erat erat, dan meremas rambutnya. Junkai kemudian membuka pejaman matanya, dan kemudian menghembuskan nafasnya berat, dan terdengar sangat kasar.

Junkai memegang sudut bibirnya yang terluka karena pukulan keras Qianxi. Ia belum sempat mengobatinya, kedua luka itu masih terasa sangat perih. Ia harus bisa menahan rasa sakit dan perih itu.

Itu adalah hukuman tingkat pertama untuknya, ia juga tak bisa marah karena hal sepele itu.
Junkai melirik kearah arlojinya sejenak. Ia terdiam membeku.

Pukul dua belas lewat lima menit, malam hari. Dirinya persis seperti seorang bajingan sekarang.

Junkai cepat cepat melajukan mobilnya keluar dari pekarangan rumah, ia melajukan mobilnya dengan kekuatan penuh—mengebut.

Ia tak peduli dengan keadaan jalanan yang masih terbilang cukup ramai sekarang.

Yang penting,

Ia harus cepat cepat menemukan Zifeng sebelum pukul setengah satu malam.

Tak peduli jika malam ini juga,

Nyawanya sudah tidak berada di raganya lagi.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Zifeng POV's

Aku masih tetap tertidur di taman bukit belakang sekolah. Entahlah, aku tak tahu kenapa aku bisa sampai tertidur disini.

Suasana disini, benar benar membuatku nyaman.

"...feng..."
"...Zifeng, bangunlah..."

Aku menggeliat pelan saat mendengar suara seseorang yang memanggilku dengan lembut. Orang itu memegang bahuku, dan kemudian mengelusnya pelan. Aku kemudian menguap kecil. Aku membuka pejaman mataku perlahan, dan mengerjap-ngerjapkan mataku.

He Was in My DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang