Aku menguap malas. Aku telah menyiapkan diriku hari ini. Shengnan bilang, ia akan mengunjungi ku hari ini. Aku harus harus banyak mempersiapkan sesuatu untuk sahabatku yang satu itu.
Tiba-tiba aku teringat oleh Junkai. Ah. Sial. Aku baru mengingat kalau dia masih berada disini dan masih menetap di kamarku hingga kamar untuknya telah selesai dirapikan! Aduh.
Yah, menetap di kamarku. Ibu ternyata tidak main-main dengan ucapannya kemarin. Junkai benar benar menetap dikamarku, hei! Untung saja, semalam ia lebih memilih tidur di sofa, dan tidak menghiraukan tidur satu kasur bersamaku. Itu benar benar mimpi buruk. Aku lebih bersedia tidur di ruangan tv daripada harus membagi kasur dengan Junkai, si pria pervert itu.
Dan, ngomong-ngomong tentang tarian Tango yang ditawarkan Junkai kemarin... Aku benar benar tak menyangka!
Yah.
Aku benar benar tidak tahu dengan—bagaimana cara tarian itu dilakukan, aku benar benar polos pada saat itu. Aku belum pernah melihatnya secara langsung. Aku hanya pernah membayangkannya. Dan didalam bayanganku itu, itu hanyalah sebuah tarian romantis dan tidak sensual.
Tapi, nyatanya, bayanganku selama ini salah. Tarian itu tidak seperti yang kupikirkan. Tarian itu sungguh... argh. Aku tak bisa mengingat kembali tentang kejadian semalam. Aku benar benar malu. Kenapa aku sangat polos sekali? Huh.
Selain itu, kakiku juga keram karena harus bergerak—mengambil langkah-—dengan sangat cepat.
Bel rumahku berbunyi dari bawah. Aku yang sedari tadi mondar mandir karena gugup, kini terhenti. Aku menoleh kearah pintu, dan sebuah senyuman senang terukir di bibirku.
"Aku akan membuka pintu, bu!" teriakku. Aku berlari kecil menuju pintu utama. Aku membuka pintu.
Dan persis, seperti dugaanku. Seorang perempuan bertubuh tinggi dengan kacamata nya kini tengah tersenyum lebar kearahku. Mata sipitnya terlihat melengkung dibalik kacamatanya. Matanya nyaris tidak terlihat, hanya seperti garis lengkung saja.
"Shengnan!" pekikku senang. Aku langsung melompat memeluk Shengnan dengan erat. Sudah hampir satu bulan aku tak bertemu dengannya. Aku benar benar merindukannya!
"Woah! Aku merindukanmu!" ucap Shengnan senang. Ia memelukku sangat erat. Bahkan, hampir membuatku tak bisa menghirup oksigen. Setelah itu, aku melepaskan pelukanku.
Shengnan masih menatapku dengan tatapan berbinar-binar.
"Kau kemana saja selama liburan semester satu bulan ini, huh?" gerutu Shengnan melipatkan tangannya kesal. "Aku tak pernah melihatmu disekitar sini. Jikalau kau pergi ke luar negeri untuk berliburam pun, kita pasti akan bertemu di bandara." celoteh Shengnan sebal.
Aku tertawa kikuk. Aku menggelengkan kepalaku pelan.
"Aku hanya dirumah. Aku malas menghabiskan waktuku untuk berjalan jalan diluar." ucapku mencari alasan.
Yah, tidak mungkin kan jika aku mengatakan kalau aku terjebak di dimensi fantasi dan bertemu dengan orang-orang mengerikan seperti Junkai, misalnya.
Tunggu, tapi, Junkai bukanlah orang yang mengerikan, melainkan, dia orang yang 'gila'.
"Bagaimana jika kita masuk kedalam?" tawarku basa-basi. "Tidak enak jika berbicara diluar." sambungku sambil tersenyum lebar. Shengnan mengangguk.
"Boleh juga. Aku telah membawa banyak kue untukmu, loh." canda Shengnan sambil tertawa. Aku menatapnya tak percaya lalu terkekeh pelan.
"Benarkah?"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Aku berbincang-bincang dengan Shengnan di ruang tamu, sekali-sekali aku tertawa lepas. Aku belum menyadari hal penting saat itu. Tentang Junkai. Aku sama sekali belum menceritakan tentang dirinya sedikitpun kepada Shengnan.
KAMU SEDANG MEMBACA
He Was in My Dream
FanfictionDia... Seseorang yang kutemui beberapa yang lalu didalam mimpiku, ternyata benar-benar kutemui didunia nyata. Tapi, sayangnya dia.... Bukanlah seorang manusia. Dia, 'seorang' pangeran muda dan memiliki takhta tinggi disebuah Valhalla vampire di se...