Reason

630 71 1
                                    

Zhang Zifeng's POV

"Darimana saja kalian?"

Aku mendongakkan kepalaku lalu menatap kearah salah wanita yang berumur kisaran empat puluh tahun yang kini tengah menatap kami marah. Wanita itu melipatkan tangannya dan kacamatanya tampak berkilat kilat Oh, tunggu...dengan...kenapa Qianxi ada disampingnya? Dia...dia sudah pulang duluan?! Hah?! 

Ketika wanita itu menegur kami, ketika itu juga Junkai secara tiba tiba memberhentikan langkahnya...juga langkahku. Dia mendongakkan kepalanya dan menatap wanita itu juga. Pandangannya seperti gugup dan takut. Junkai memundurkan langkahnya satu langkah.

"Ah, Nyonya Zhen. Maafkan aku, aku kabur dari latihan." ucap Junkai pelan. Ia tampak sudah mempersiapkan dirinya dari tadi untuk mengatakan hal itu kepada seseorang yang dipanggilnya Nyonya Zhen itu. Aku mengalihkan pandanganku kearahnya dan menatap Junkai tak mengerti, sekaligus terkejut.

Dia...dia kabur dari latihannya hanya untuk mencariku?

Betapa tersentuhnya.

Nyonya Zhen tampak terkejut mendengar perkataan Junkai. Pupil matanya tampak sedikit membesar. Ia melirik kearahku, lalu, tak berapa lama kemudian terdengar hembusan nafas dari wanita itu.

"Ah...aku mengerti sekarang." ucapnya pasrah. Ia kemudian mengulas sebuah senyuman
"Kurasa, hari ini memang bukanlah hari yang tepat untuk latihan keras, Junkai. Maafkan aku telah mengambil waktumu." jelas Nyonya Zhen lembut, namun masih penuh ketegasan. Junkai tampak tersentak kaget mendengar ucapan Nyonya Zhen yang malah tak memberinya hukuman atau apapun itu. Junkai melongo. Sedangkan, Nyonya Zhen melirik kearahku, ia tetap tersenyum manis.

"Sebaiknya kau cepat cepat ganti seragammu dan beristirahatlah, Feng." ucap Nyonya Zhen memberiku sedikit perhatian. Akh tersentak dari lamunanku lalu mengangguk spontan.

"Kau, pergilah." suruh Junkai datar sambil memandang kearahku. Aku mengangguk sekali lagi dan kemudian berpamitan kepada Nyonya Zhen. Aku membungkunggkan tubuhku sopan lalu kembali berjalan pergi. Aku melewati Qianxi yang tampaknya tetap terdiam. Dia tampak tak berani berbicara kepadaku hari ini.

Kenapa?
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Aku merapikan rambutku dan juga piyamaku. Aku kemudian berjalan menuruni anak tangga dan berjalan menuju 'aula'.

"Woah!" sahut Fee tiba tiba merasa kagum saat melihatku baru saja turun. Ia berlari cepat menghampiriku lalu memelukku erat.

"Yah, Zifeng jiejie, kau kemana saja? Hampir saja aku kira kau telah dimangsa oleh para makhluk makhluk haus darah itu!" ucap Fee sedikit cemas. Aku terkejut, lalu kemudian beralih menjadi biasa saja. Aku menggeleng pelan, dan kemudian meng acak-acakan rambutnya gemas.

"Tak ada apa apa." ucap ku sambil tersenyum tipis. "Aku hanya kehilangan jejak karena saking antusiasnya menyambut festival itu. Itu pengalaman pertamaku." sambungku menjelaskan sesekali terkekeh geli mengingat bagaimana aku bisa seantusias menyambut hal itu tadi siang, padahal hanya festival yang memiliki pemandangan biasa-biasa saja.

Bersyukur, Junkai datang. Kalau tidak aku tidak akan dapat melihat wajah Fee untuk selama lamanya lagi. Huuft.

Paman Xun kemudian berjalan mendekatiku. Ia menatapku cemas. Oh, ralat, sangat sangat cemas. Aku bisa menebak dari raut wajahnya itu.

Tak kusangka ternyata mereka semua berkumpul disini. Tepatnya, di ruang tengah kastil ini. Hm...ini menurutku bukanlah seperti ruang keluarga atau ruang tengah. Ini lebih cocok menjadi sebuah ballroom di kastil ini. Jadi, aku memanggilnya ruangan ini adalah ruangan aula.

He Was in My DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang