Banyak orang bilang bahwa laut mampu menghisap semua kegelisaan orang-orang yang mengadu kepadanya. Mungkin juga sama seperti ia yang menyukai tempat itu lebih dari siapapun yang pernah berkunjung ke sana. Tak ada yang tak laut ketahui tentang dirinya. Segala kesedihan dan amarah dalam dirinya telah ia kuras dihadapan tebing dan gelombang yang sama selama bertahun-tahun. Tapi mungkin hanya satu saja yang terlewat. Perasaan cinta.
*
"Janu, kalau kau memang ingin aku sedikit mempercayaimu, maka kamu harus mau membuka sedikit ruang bagiku untuk bisa menopangmu." Kata perempuan berambut ikal panjang itu dengan tatapan sedih. Ia menggigit bagian dalam gusinya agar tangisnya tak pecah. Perempuan itu tidak paham mengapa laki-laki di hadapannya itu mampu membuat perasaannya kacau balau.
Laut jauh di bawah mereka tak terdengar ombaknya, hanya deru angin diantara awan badai yang sebentar lagi datang. Janu menghisap rokoknya dengan mata yang nanar menatap bola mata hitam perempuan itu. Keduanya saling mencari dan menelisik dalamnya tatapan itu. Tapi entah apa.
*
"Tang, mulai sekarang, aku ingin kamu melihatku sebagai seorang laki-laki." Kata Anggit kepada seseorang di seberang telepon.
"Hah?"
Anggit menelan ludah. "Aku menyukaimu sejak lama, Tang."
Sambungan itu diputus oleh Anggit. Ia menatap nanar ke arah lalu lintas di Bundaran UGM petang itu sembari menggenggam teleponnya.
*
Pram menyulut rokoknya entah yang ke berapa kali. Hingar bingar lalu lintas malam yang melewati Jembatan Gondolayu itu meredam cerita Janu. Pram menghirup rokoknya cepat-cepat lalu menghembuskannya ke udara. Ia memegangi rokoknya itu di tangan kanannya.
"Jan, aku nggak suka pada perempuan itu. Dia merubahmu, melemahkan singa di dalam hatimu. Dan itu membuatku muak." Kata Pram.
Janu yang sedari tadi merokok sambil bersandar ke dinding pembatas jembatan, memandangi kampong Kali Code di bawah jembatan Gondolayu itu pun seketika menoleh. Ia tak tahu Pram akan mengatakan hal itu kepadanya. Ia tak sempat membalas kalimat Pram itu karena Lintang datang.
"Anggit mana?" tanya Lintang hati-hati sambil menyapu pandangannya ke belakang kedua sosok tinggi besar di hadapannya itu.
"Nggak ikut. Katanya ada tugas paper harus dikumpulkan besok." Jawab Pram.
Lintang mengagguk kecil. Dalam hatinya ada kelegaan yang aneh. Ia belum siap bertemu dengan Anggit setelah telepon aneh di penghujung petang lalu. Ketiganya lalu berjalan dalam diam menuju ke angkringan lesehan langanan mereka di pinggir Kali Code. Mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing.
*
Tentang laki-laki yang tak pernah mau membuka hatinya setelah kehilangan orang yang paling berharga untuknya. Tentang perempuan keras kepala yang ingin menemukan seseorang yang dapat ia bagi rahasia terdalamnya. Tentang laki-laki yang ingin membuat seseorang menatapnya. Tentang perempuan yang mendambakan percintaan sederhana. Tentang laki-laki yang selalu memikirkan teman-temannya melebihi dirinya sendiri. Tiga laki-laki, dua perempuan. Kisah diantara tebing dan gelombang, juga laut lepas jauh di depan sana.
*
Ada yang menderu-deru
dan burung manyar beterbangan.
Gelisah,
nelayan pulang sebelum berlayar.
Badai segera datang.
Aku tebing dan kau gelombang.
Kan kuhadapi kau meski kuharus hancur berkeping-keping
sekalipun.
[ ]
KAMU SEDANG MEMBACA
TEBING DAN GELOMBANG
Teen FictionBanyak orang bilang bahwa laut mampu menghisap semua kegelisaan orang-orang yang mengadu kepadanya. Mungkin juga sama seperti ia yang menyukai tempat itu lebih dari siapapun yang pernah berkunjung ke sana. Tak ada yang tak laut ketahui tentang dirin...