10 | Mer Amok

370 58 29
                                    

10
Mer Amok


-

Sebelumnya,

"Kamu sama anak itu?" tanya Lintang sembari menunjuk Tasya yang ada di belakang Janu dengan dagunya.

"Tidak. Aku tak mengenal anak itu. Ia hanya salah satu junior yang diincar oleh anak-anak di kampus." Jawab Janu tanpa menoleh kembali kepada Tasya yang perasaannya campur aduk mendengar kalimat Janu itu. Yang barusan, seperti sebuah guyuran air es kepada Tasya. Mendadak, perempuan yang kepalanya berdenyut, dan pipi serta rongga dadanya hangat oleh aliran alkohol itu menjadi sangat sober.

*

"Gerry itu mabuk. Kebanyakan minum bikin otaknya limbung."

Tasya termenung mendengar jawaban Adel yang seolah tanpa perasaan itu. Padahal Tasya sadar sekali, Gerry yang dihadapan Adel tadi itu adalah Gerry yang sangat serius. Tasya tak pernah bertemu dengan Gerry yang seserius itu. Laki-laki batak itu biasanya sangat celelekan, melemparkan kata-kata yang berupa godaan-godaan tanpa niat, dan gurauan yang menjurus tetapi sebenarnya hanya setengah hati.

"Tapi, mbak, kata-kata orang yang mabuk itu, adalah kata-kata yang jujur dari lubuk alam bawah sadarannya sendiri."


-


Sementara Jogja bagian utara sedang genting-gentingnya karena aktivitas Merapi yang menjadi-jadi, dari siaga menjadi awas, suara ambulance dan deru pengungsi yang turun gunung, sama halnya seperti cuitan burung emprit yang sering kali mampir di pohon depan kontrakan Pram di Jogja bagian selatan, dekat dengan kampusnya, Institut Seni Indonesia.

Pram baru saja selesai mandi siang bolong karena terlambat bangun dan melewatkan satu kuliah pagi itu. Ia mendapati kontrakannya sepi karena teman-temannya yang pasti pergi ke kampus. Merasa lapar, ia pun dengan celana pendek dan kaos yang sudah sangat buluk berjalan kaki menuju ke warung burjo yang ada di pengkolan dekat kontrakannya. Ia menatap langit siang itu yang begitu cerah meski sedikit berawan, memberikan sedikit keteduhan. Ia bersiul-siul santai sambil berpikir mau makan apa siang itu, antara nasi telor sayur atau nasi sarden. Pram tak tahu saja, ketenangan itu tidak bertahan lama lagi.


*


Tasya menguap lebar sekali ketika ia dan kedua temannya, Fatima dan Lisa berjalan menyusuri koridor lantai dua menuju ke arah tangga tengah untuk turun bersama teman-temannya yang lain. Kuliah siang itu telah selesai dan rasanya Tasya ngantuk sekali. Fatima dan Lisa mengobrolkan tugas yang diberikan kepada mereka siang itu sementara Tasya berjalan sedikit di belakang mereka, menilik ke lapangan tengah yang terlihat dari pembatas lorong lantai dua. Pikirannya tidak fokus.

Sebelum berbelok menuruni tangga, ia menangkap sosok Gerry dan Adel yang sedang duduk berdua di bangku beton pot taman yang ada di sisi timur kampus. Anak-anak angkatan atas yang tak dikenal Tasya berkerumun bersama kedua kakak tingkatnya itu. Mereka terlihat sedang membicarakan hal yang seru sekali. Adel terlihat sesekali memukul pundak Gerry karena candaannya yang lucu dan menyebalkan. Bergeming, pikiran Tasya melanglang jauh pada sikap kedua kakak tingkatnya setelah malam di Liquid itu berlalu begitu cepat. Gerry kembali menjadi laki-laki flamboyant dan Adel yang menjadi dirinya yang sassy tapi memikat.

"Eh, denger-denger nih, makrab kita bakalan diundur." Ujar Lisa tiba-tiba membuat Tasya menarik pandangannya kembali kepada teman-temannya yang sedang menuruni tangga.

TEBING DAN GELOMBANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang