03
Ho Muse!
Siang menjelang sore itu, Pram yang sedang belanja alat-alat gambar di Toko Merah Gejayan, menggerutu gusar ketika Lintang meneleponnya minta jemput di kampus. Tapi meski ia banyak protes sana-sini, tetap saja ia mau juga mampir ke Fisipol untuk bertemu Lintang. Lagian Lintang ini aneh banget, pikir Pram, kenapa malah menghubungi Pram yang bisa saja ia sedang di kampus ISI, yang jelas-jelas saja ada di selatan, untuk menjemputnya ke utara, ke kampus UGM.
Sedang ada pembangunan gedung baru di kampus Fisipol membuat Pram harus parkir di depan perpustakaan pusat, di belakang GSP. Ia jadi harus berjalan agak jauh menuju kampus Lintang itu. Setiba di gedung kampus Lintang, Pram jadi celingukan mencari sosok Lintang. Beberapa kali ia berpapasan dengan anak-anak kampus, mungkin teman kuliah Lintang, yang memandanginya. Beberapa terlihat meremehkannya. Beberapa terlihat penasaran oleh sosok makhluk asing yang muncul di kampus mereka.
Pram mendengus gusar melihat tatapan orang-orang yang terarahkan padanya. Dasar anak orang kaya! Biasa aja dong ngeliatinnya!
Memang, hari itu penampilan Pram sangatlah gembel bila dibandingkan dengan pasa mahasiswa dan mahasiswi yang ada di kampus fisipol itu. Kaos hitam dengan sablonan gambar band rock metalica dipadu dengan jeans hitam yang warnanya sudah luntur dan ujungnya sudah sobek-sobek. Belum lagi sepatu converse KW sekian yang sudah bulukan. Jaket hitam yang baunya apek kena rokok dan entah belum dicuci berapa lama. Serta rambut acak-acakan dan jambang yang tumbuh tak rapi karena sudah lama tak dicukur. Mata Pram yang nyalang itu membuatnya terlihat garang, melirik gusar ke arah mata mahasiswa yang tersenyum meremehkannya.
"Pram?!" seru Lintang dari ujung lorong yang Pram susuri. Lintang melambai ke arahnya dengan antusias. Rambutnya yang terlihat coklat terang di bawah sinar matahari terlihat mencolok. Sementara dua orang yang tadi sedang mengobrol dengan Lintang ikut menoleh.
"Kamu parkir di mana?" tanya Lintang.
"Tuh, di depan perpus." Kata Pram singkat.
Dua orang yang tadi mengobrol dengan Lintang, Mila dan Radit menatap Pram penasaran.
"Pram, ingat nggak sama temen-temennya Tama dari SMP? Kita ketemu di Djendelo minggu lalu. Ini Radit sama Mila. Bima temen sekampusnya Janu itu pacar Mila dan sahabat baik Radit." Ujar Lintang saling memperkenalkan orang-orang itu. Memang sih, mereka sudah saling tahu satu sama lain karena lingkaran pertemanan yang itu-itu saja. Jogja itu sempit, men! Wajar kalau ternyata kamu kenal temennya temenmu. Ketemunya juga di lingkup itu-itu aja.
"Hai!" ujar Mila sambil tersenyum. "Aku Mila."
"Radit." Ujar Radit sambil nyengir.
Pram tersenyum ala kadarnya. "Pram." Gumam Pram tak jelas.
Senyum Mila pudar karena respon Pram yang tak bersahabat. Sementara Lintang jadi tidak enak dengan kedua temannya itu.
"Kita berdua, duluan ya, Tang, mau nyamperin Bima di Hukum." Kata Mila sambil menunjuk Radit dan dirinya bergantian, sambil tersenyum kikuk.
Lintang melemparkan tatapan minta maaf kepada Mila lalu mengangguk cepat-cepat.
"Duluan, ya, Tang." Ujar Radit sambil melemparkan senyum terbaiknya.
Mila dan Radit mengendik kepada Pram lalu berjalan cepat-cepat, yang dibalas senyum singkat dari Pram. Setelah agak jauh, Mila menoleh ke arah Lintang yang sepertinya memarahi Pram.
KAMU SEDANG MEMBACA
TEBING DAN GELOMBANG
Teen FictionBanyak orang bilang bahwa laut mampu menghisap semua kegelisaan orang-orang yang mengadu kepadanya. Mungkin juga sama seperti ia yang menyukai tempat itu lebih dari siapapun yang pernah berkunjung ke sana. Tak ada yang tak laut ketahui tentang dirin...