MBA.....Siapa Ra?

77.5K 5.8K 86
                                    

Happy Reading..

"Itu siapa Bay?" Aku tak sengaja menguping pembicaraan Bayu dan temannya yang kalau tak salah dengar dipanggil Yan..

"Istri gue," jawabnya santai.

Eh? Jujur sekali suamiku itu. Aku yakin pasti mimik wajah temannya sudah sangat horor menatap Bayu. Di usianya yang baru genap 17 tahun dia sudah punya istri, siswa mana yang tak terkejut. Anehnya, aku tak mendengar protes atau sanggahan dari si Yan-Yan itu melainkan ia hanya ber'oh' ria dan kurasa mereka melanjutkan kegiatan mereka mengerjakan tugas.

Aku menaruh 2 gelas jus jeruk dan beberapa camilan diatas nampan. Dulu Bunda sering melakukannya saat teman-temanku datang kerumah membuat tugas. Aku terkejut ketika melihat ada lima cowok seumuran suamiku yang duduk di ruang tv. Kapan mereka datang? Saat aku membuat minum mungkin, tapi yang pasti mereka sedang kompak menoleh ke arahku yang sedang berjalan mendekat dengan sebuah nampan di tanganku.

"Waahh...pas banget, panas-panas gini minum yang dingin!" celetuk salah seorang teman Bayu yang kubalas senyum.

"Kenapa cuma dua Ca?" Kali ini Bayu bersuara membuat aku menoleh ke arahnya.

"Nanti aku bawa tiga lagi," jawabku sesantai mungkin berusaha sekuat tenaga agar aku tak mengerang kesal.

Lihat saja, setelah mengabaikanku di pintu depan dengan seenaknya dia bertanya kenapa aku hanya membawa dua gelas air. Masih untung aku mau membuat air untuk teman-temannya.

Aku berjalan kembali ke dapur, mengambil 3 gelas lagi jus jeruk. Tanpa banyak bicara, aku meletakkan tiga gelas jus di meja. Saat aku hendak berbalik untuk ke dapur mengembalikan nampan, Bayu kembali buka suara.

"Ca, bantuin kita dong." pintanya.

"Bantu apa?" Aku mengerutkan keningku.

"Ini nih.." salah seorang teman Bayu menyodorkan satu buku paket matematika, menunjukkan nomor soal yang mereka bingungkan.

Aku sedikit bergeser dari posisi setengah berdiriku "aku bukan guru matematika," jawabku jujur. Yaa..meskipun aku seorang guru tapi matematika tetaplah bukan bidangku "tapi sini kucoba kerjakan," pintaku pada teman Bayu.

"Nih, duduk sini." Bayu menyerahkan pensil dan kertas buram lalu menyuruhku duduk didekatnya. Lebih tepatnya duduk di dekat lututnya, dilantai yang beralas karpet bulu, sedangkan Bayu duduk di sofa.

"Oya, mereka ini temen sekolah gue. Ini Tian, Reno, Doni, Ajun. Kalo lo mau tau," jelas Bayu sambil menunjuk satu persatu temannya, aku hanya mengangguk-anggukan kepala membenarkan perkataannya.

"Salam kenal ya, Istrinya Bayu.." ujar cowok bernama Tian, sekali lagi aku menganggukan kepala pertanda 'iya'.

Aku kembali memfokuskan pikiranku pada soal matematika didepanku. Lumayan panjang jawaban dari soal ini, meskipun aku bukan guru bidang matematika tapi aku lumayan mengerti matematika apalagi ini materi setingkat SMA. Aku mulai mengerjakan soal tanpa memperhatikan celotehan-celotehan remaja disekitarku.

Mulai dari susunan rumus, langkah-langkah penyelesaian, gambar, dan hasil terakhir sudah aku slesaikan tapi ada yang aneh. Aku mendongakkan kepala dan ber'istighfar'. Lima kepala cowok berada dijarak terdekat dengan kepalaku. Mereka pun kompak terkejut saat aku tiba-tiba mendongak.

"Lo bisa jelasin, kenapa jawabannya bisa sepanjang Ini?" Bayu mengetuk lembaran kertas yang sudah kupenuhi dengan jawaban soal.

Aku sedikit gugup. Kenapa? Karena Bayu baru saja menumpukan lengannya dibahuku. Kalian ingat? Aku duduk di dekat lutut Bayu, jadi saat ia menunjuk kertas jawaban tadi tangannya melewati bahuku. Kepalaku saja bersentuhan dengan dadanya karena ia sedikit membungkukkan badannya kedepan. Wangi parfumnya? Jangan ditanya. Beda tipis sama Mas Gibran.

Hush, lupakan Gibran!

Menahan sedikit kegugupanku, aku mulai menjelaskan jawaban yang aku tulis. Dua teman Bayu yang awalnya duduk disofa ikut duduk bersama dua temanya yang sudah sejak tadi duduk dikarpet mengelilingi meja kecil didepanku. Hampir saja aku salah fokus karena melihat mereka duduk, diam mendengarkan penjelasanku seolah aku guru private mereka.

"Jadi begitu cara penyelesaiannya, gimana? Bisa dipahami?" Tanyaku memperhatikan mereka satu persatu lalu mendongak keatas untuk melihat tanggapan Bayu yang menghembuskan nafas berat.

"Ga ada cara yang lebih singkat?" Tanyanya menundukan wajahnya padaku, aku terdiam melihat wajahnya yang terlalu dekat.

Mirip Gibran!! Nah kan, Gibran lagi!

"Ca?" Tegurnya membuatku salah tingkah.

"Eh, i-iya. Ada tapi ga semua soal bisa berlaku" jawabku terbata, sambil berusaha menghilangkan salah tingkahku.

Aku menjelaskan lagi cara cepat mengerjakan soal tadi. Tak cukup sampai disitu, mereka memintaku mengerjakan soal lainnya. Mereka hanya menyalin apa yang aku kerjakan dan jelaskan. Sesekali mereka bertanya jika ada yang tidak mereka pahami. Jujur, sebagai guru aku tidak menyangka. Siswa seperti mereka masih mau belajar dirumah bahkan belajar bersama. Padahal dijaman semodern sekarang ini remaja lebih banyak yang memilh untuk bermain-main.

Waktu berjalan tanpa terasa, adzan maghrib berkumandang. Mereka sholat berjamaah dengan Bayu sebagai Imam. Aku? Jelas aku jadi makmum perempuan satu-satunya. Catat, Bayu jadi Imam sholatku. Ya, meskipun bukan hanya aku yang menjadi makmumnya.

Setelah sholat, mereka kembali ke ruang tv. Melanjutkan menyalin jawaban yang sudah kutulis. Aku? Melesat kedapur untuk menyiapkan makan malam. Sebelumnya aku sudah meminta Bayu untuk mengajak teman-temannya makan malam disini, ia hanya menjawab dengan anggukan kepala saja. Huh, irit sekali bicaranya.

Aku tidak butuh waktu lama untuk memasak, hanya menghangatkan makanan yang kumasak siang menjelang sore tadi.

Aku senang karena teman-teman Bayu menyukai masakanku. Aku tak terlalu memperhatikan obrolan mereka sampai mereka kembali ke ruang tv bermain game. Pikiranku terganggu karena sebagian kecil percakapan dimeja makan tadi.

"Wah, enak banget ini. Sering-sering dah main kesini!" ucap Reno.

"Lain kali kita ngerjain tugas dirumah lo aja Bay," sahut Doni.

"Makan aja yang dipikirin!" Ajun menoyor kepala Doni.

"Kayaknya Bayu bakal betah makan dirumah nih. Bakal nganggur nih masakan Ra-" tiba-tiba saja Reno menghentikan ucapannya karena delikan tajam keempat temannya.

"Lanjutin game yang tadi yuk?!" ajak Tian, itu hanyalah carnya untuk mencairkan suasana yang tiba-tiba beku.

Ra? Siapa Ra? Cewek? Sepertinya iya, karena Reno bilang masakan. Masa iya cowok masak untuk cowok lainnya.

Setelah membereskan piring-piring kotor, aku berjalan ke kamarku. Tidak mungkin aku bergabung dengan mereka 'kan?

Sampai didalam kamar, pikiranku semakin berantakan karena saat menaiki tangga aku tak sengaja mendengar ucapan Ajun sebelum mereka keluar dari pintu utama.

"Lo harus bisa tegas antara istri sama pacar! Cewek sensitif bro!"


To be continued..

(MBA) - Marriage By Accident [Tersedia Versi Cetak]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang