MBA.....Om-om anak 1 atau bocah SMA?

81.5K 5.7K 76
                                    

Happy Reading..



Caca pov

Apa-apaan Bayu! Siapa dia bisa membuat aku bungkam hanya dengan sebotol air sabun yang kalau aku tiup akan menciptakan gelembung-gelembung balon di udara. Dia pikir aku anak kecil usia lima tahun? Helo!!!! Aku sudah kepala dua!!

Seharusnya aku berteriak demikian di depan wajahnya tapi sayangnya semua sumpah serapah itu malah berubah wujud menjadi gelembung-gelembung balon yang baru saja aku tiup. Dari sini aku bisa melihat bocah tampan milikku sedang duduk disalah satu bangku taman dengan segelas jus melon yang sedang di sedot habis olehnya. Pasti dia sangat kehausan.

Aku sangat senang ketika dia mengabulkan permintaanku ke pasar malam. Pasar malam adalah salah satu sumber penghilang bosan untukku. Kalau tugas kampus dan mengajar menumpuk aku sering meluangkan waktu untuk pergi ke taman hiburan ataupun pasar malam. Sedikit merasa bersalah karena sejak tadi aku menyeretnya ke setiap wahana yang tersedia kecuali RUMAH HANTU. Aku bukanya takut hanya saja, aku tidak tertarik pada hal-hal yang seperti itu. Menakutkan.

Aku yakin sekarang dia sedang menggerutu menyumpah serapah dalam hatinya. Bahkan ia tidak menyadari kalau jus di tangannya sudah habis. Setelah ini aku yakin dia akan lebih menjaga jaraknya denganku.

Bayu itu bocah tampan yang selalu berhasil membuatku mengigat Mas Gibran. Meskipun aku sedikit tidak suka untuk mengatakannya tapi apa boleh buat? Wajah Bayu itu sangat tidak bisa di toleransi. Tidakkah ia sadar, hanya dengan melihat wajahnya ada sedikit bagian di hatiku yang tercubit?

Mas Gibran, orang yang dulu aku bangga-banggakan pada keluargaku dan teman-temanku. Mas Gibran yang membuat kekakuanku sedikit berkurang atau mungkin tertutupi. Selama 6 tahun dia melambungkanku dan hanya butuh satu hari dia menenggelamkanku ke dasar lautan. Sekarang aku menyadari sesuatu.

Janganlah kamu terlalu sombong dengan apa yang kamu miliki karena suatu saat kamu aku kehilangan semua itu.

Aku tidak membenci Mas Gibran hanya saja aku kecewa pada keputusannya. Bagaimana bisa dia pergi begitu saja lalu menghilang tanpa kabar? Setelah rasa sakit yang mas Gibran berikan, orang-orang memberikanku OBAT yang malah membuatku hidup dalam bayang-bayang Mas Gibran.

Bayu, bocah itu masih sangat irit bicara. Mungkin dia masih sulit untuk menerima keberadaanku apalagi statusku sebagai istrinya. Selama ini aku diam saja tidak mengeluh pada siapapun karena aku mengerti kalau dia juga pasti marah padaku. Seperti pesan bunda, aku harus tetap menjadi istri yang baik.

Aku meniup kembali balon di tanganku. Tunggu dulu..

Dari ekor mataku yang tak terlalu sipit dan tak terlalu bulat ini aku menangkap sosok lain mendekati suami brondongku. Mengabaikan balon yang baru saja melayang aku menajamkan pengelihatan. Oh, lihatlah sosok tak di undang itu dengan seenak jidatnya menempelkan kepalanya di bahu suamiku. Aku mulai panas kalau ia tidak tahu. Wait..wait.. apa-apaan itu?! Bayu dengan santainya malah mengusap kepala sosok berwujud gadis berambut pirang itu? Aku saja tidak pernah di perlakukan seperti itu. Sekarang apa yang harus aku lakukan? Berjalan atau berlari ke arah mereka berdua lalu menyiran keduanya dengan air sabun ditanganku? Tidak, aku harus kesana lalu menjewer keduanya!

Eh? Mereka bukan siswa!

Aha...!!! Ini ide yang bagus.

Sebaiknya aku melanjutkan kegiatanku meniup balon, mengabaikan mereka berdua. Mungkin itu pacarnya, Bayu akan bertambah membencinku kalau aku mengganggu kehidupan pribadinya. Sekarang saja dia tidak perduli sekalipun aku -istrinya, berada di jarak tak jauh darinya.

"Kakak..tiup lagi balonnya dong!" seorang anak berusia sekitar 4 tahun menarik-narik bajuku.

"Eh..i..iya..sini!!" aku berjongkok untuk mensejajarkan diri dengan bocah ini.

"Waahh...aku mau kak.. aku mau!!" bocah ini kegirangan saat melihat balon berukuran besar yang baru saja aku ciptakan.

"Boleh, tapi kamu harus kasih tau dulu siapa nama kamu?" jawabku memberikan syarat.

"Namaku Rangga. Kalau kakak?" Jawabnya dengan logat yang nenggemaskan.

"Nama kakak Caca," aku tersenyum melihat responnya yang mengatakan 'ooo' tanpa suara.

"Kayak nama permen ya kak?" Aku tersedak dengan air liurku dan bocah ini malah terkekeh geli.

"Yee..ga jadi dipinjemin nih!" aku mendelik memasang tampang sok merajuk.

"Eh..eh.. aku minta maaf deh kak," ia memberikan cengiran sejuta watt menampilkan deretan giginya yang sebagian mulai ompong.

"Ok..nih. eh, rang..ga.." aku bergaya sok menerawang membuat ekspresi tanda tanya di wajah bocah ini "Rangga itu yang suka makan gula, terus kalo gigit sakit itu kan ya?" Wajahnya berubah masam.

"Itu serangga kak. Bukan rangga!" sergahnya dengan tampang kesal namun setelahnya kami malah tertawa tanpa alasan.

"Rangga!" Suara seorang pria menghentikan kegiatan kami berdua, aku menoleh ke arah sumber suara.

"Daddy!" "Rian?" Ujar kami bersamaan.

Tunggu. Rangga bilang apa? Daddy?

"Kamu kok main kabur aja sih dek?" Rian menggendong Rangga tanpa melihatku.

"Aku tadi liat balon gedeeee banget jadi aku kesini. Kakak ini yang buat balonnya loh Dad," Rangga menunjukku, membuat Rian menoleh padaku.

"Terimakasih ya. Udah jagain Rangga. Mm kayaknya wajah kamu familiar deh" Rian mengerutkan keningnya tanda berfikir.

Aku tersenyum miris. Mana mungkin pria seganteng dia bisa mengingatku "Aku Risha, kita pernah dinobatkan jadi Raja&Ratu di SMA, kalau kamu mau tau sih," jelasku pelan namun cukup keras untuk bisa didengar olehnya.

"Hah? Serius? Lo Risha si kutu buk--eh..sorry. maksud gue lo Risha anak ipa unggul yang sering nyabet juara umum 'kan?" Aku hanya mengangguk mengiyakan jawabannya.

Malu?

Jelas aku malu (sedikit). Dia malah mengingatku sebagai kutu buku. Ooh, harusnya aku tidak perlu membuat ia ingat padaku.

"Maaf ya kalo perkataan gue bikin lo tersinggung. Tapi serius, dulu lo sering di label dengan 'library Princess' lo kutu buku tapi cantik. Itu juga kan alasan lo kepilih jadi Ratu sekolah?"

"Kirain lo cuma inget gue sebagai kutu buku" ujarku lesu "tapi gue ga secantik yang orang bilang kok. Mereka bilang gitu karena gue bisa ngalahin Senna di ajang lomba make up lagian waktu itu gue menang karena Senna lagi badmood terus lipstiknya cemong" Rian terkekeh mendengar penjelasanku yang sepertinya tidak ada unsur humor sama sekali.

"Kenapa?" Tanyaku.

"Sha, jadi selama ini lo berfikiran gitu?" Aku mengangguk.

"Kalo aja seantero sekolah pada ga bilang kalo lo udah punya pacar, mungkin dulu gue udah jadiin lo pacar," jawabnya santai "lo cantik sih, tapi terlalu tertutup. Suara lo juga bagus pas ikutan lomba tilawah. Lo juga pinter. Sebenernya lo itu perfect dengan cara lo sendiri." Rian mengakhiri perkataannya sembari tersenyum yang kalau saja aku tidak ingat statusku, akan membuatku meleleh.

"Terimakasih atas penjelasannya. Btw, ini anak lo?" Tunjukku pada Rangga.

"Bukan, anak kakak gue. Gue lagi ada kerjaan disini terus Rangga ngajak gue kesini," aku ber'oh' ria "eh, gue balik dulu ya, kakak gue ribut nyuruh gue bawa pulang Rangga." Setelah saling memberi salam Rian pergi menjauh bersama Rangga, meninggalkanku yang masih mengembangkan senyum canggung.

"Gantengan Om-om anak 1 atau bocah SMA?"


To be continued..
Kalian pasti tau siapa si-penanya tak diundang.

(MBA) - Marriage By Accident [Tersedia Versi Cetak]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang