MBA.....Serangga!

77.2K 5.6K 216
                                    

Happy Reading..



Bayu pov

Aku sedang duduk disalah satu bangku taman sembari menyeruput jus melon dan mengawasi gerak gerik wanita di depanku. Iya, dia adalah Caca yang sedang sibuk meniup balon dari air sabun yang kubeli beberapa menit lalu.

Aku sengaja membelikannya air sabun itu agar ia berhenti dari aktivitasnya menyeretku ke setiap wahana yang disediakan di arena pasar malam ini. Selama tinggal dengannya aku pikir dia hanyalah wanita dewasa yang cukup cuek, dingin seperti kulkas, tak suka basa basi dan datar. Aku yakin dia hanya menganggap aku bocah yang sok-sok-an menerimanya menjadi istri tapi ternyata salah, yang seperti bocah sekarang bukanlah aku melainkan dia. Karena sejak tiba ditempat ini, ia seperti lupa pada umur yang melekat padanya. Walau wajahnya pun seperti mengkhianati umurnya.

Aku meng-iya-kan ajakannya kesini hanya karena aku bingung harus menjawab apa ketika tadi ia bertanya soal serangga.

Baiklah akan aku ceritakan sedikit, bagaimana aku bisa sampai seperti ini.

Setelah selesai makan aku menunggu Caca menyelesaikan pekerjaannya di ruang tv, aku penasaran apa yang akan di katakan oleh mantan-calon-kakak-ipar yang sekarang menjadi istriku itu. Selama tinggal bersama kami hanya beberapa kali berbicara.

Aku memang terkejut saat dia menanyakan apakah aku mau menemaninya ke pasar malam. Hey, dia itu wanita dewasa bukan anak kecil yang suka dengan pasar malam tapi aku lebih terkejut ketika dia mengatakan "Em.. kurasa dikamarku ada serangga, soalnya badanku jadi merah-merah tapi ga terasa gatal dan--" aku tersedak sebelum ia menyelesaikan ceritanya.

What the Hell. Sebenarnya wanita seperti apa yang kunikahi?

Dia adalah wanita paling polos yang aku kenal. Mungkin bukan hanya polos tapi juga jujur, buktinya ia selalu memberika jawaban yang sebenarnya saat aku tanya. Contohnya dua hari lalu ketika aku bertanya kenapa dia memasak udang namun tidak dia hidangkan dimeja makan. Jawabannya hanya karena aku tidak suka makan udang jadi dia hanya memakannya ketika aku tidak ada di meja makan.

Kembali lagi ke masalah tersedak. Aku tersedak bukan karena terkejut ada serangga dikamar Caca. Mana mungkin aku terkejut bila serangganya adalah diriku sendiri. Ya, aku adalah serangga yang Caca keluhkan. Aku tersedak karena.. bisa-bisanya dia berfikir bahwa tanda merah-merah dibadannya adalah ulah semut. Apakah dia tidak bisa membedakan mana bekas gigitan semut dan mana bekas gigitan suami? Ingin rasanya aku teriak 'itu bukan gigitan semut tapi KISS MARK!'

Atau mungkin dia hanya memancing pengakuanku? Eh, tidak mungkin.

Baiklah aku mengaku, memang aku yang menciptakan bekas merah dibadan (koreksi, tidak diseluruh badan hanya dileher) mulus dan lembutnya. Tapi itu hanya tadi malam, malam-malam sebelumnya (O..ow..kuharap tidak ada yang mengatakan pada Caca) aku tidak sampai meninggalkan jejak.

Hmm.. aku mulai melakukannya sejak satu minggu yang lalu, saat aku tidak sengaja melewati kamarnya untuk mengambil air minum didapur. Iseng-iseng aku membuka pintu kamarnya yang ternyata tidak dikunci (Kesannya aku seperti lelaki yang ingin kekamar istri orang ya). Aku mendekati tempat tidurnya lalu duduk di tepi ranjang, memperhatikan setiap detail wajahnya yang tertidur pulas.

Caca, wanita yang beberapa kali diceritakan Bang Gibran padaku saat ia menginap disini. Sejak SMP aku memang sudah tinggal dirumah ini, aku tidak mau masuk asrama ataupun tinggal bersama Mami yang akan selalu menjadikanku anak manja. Bukan aku tidak sayang Mami, tapi aku ingin mandiri.

Bang Gibran selalu membawa nama Caca kesini, tidak pernah habis kekagumannya pada wanita ini. Padahal saat itu aku sama sekali belum pernah bertemu dan kenal dengan Caca. Bang Gibran selalu menceritakan bagaimana uniknya Caca sampai satu bulan lalu saat bang Gibran memulai rencana anehnya.

Mungkin aku hanya laki-laki 17 tahun tapi aku tahu apa maksud dari "gue mau nikah Bay, tapi gue takut bikin Mami kecewa" ujar Bang Gibran saat itu.

"Kenapa lo takut Mami kecewa? Lo bakal nikah sama cewek yang sering lo ceritain itu kan?"

"Gue punya tanggung jawab lebih besar dari sekedar nikahin dia" jawaban Bang Gibran awalnya membuatku bingung tapi sekarang aku paham.

"Maksud lo apa Bang?"

"Bay, lo adalah saudara sekandung terbaik yang gue punya. Gue harap kali ini lo bisa bantuin gue"

"Apa yang gue bisa bantu bang?" Tanyaku bingung saat itu.

"Jagain Caca" setelah mengatakan hal itu bang Gibran tidak menjelaskan apapun dan aku juga tidak berniat menanyakan apapun.

Sampai akhirnya aku mendapat kabar bang Gibran kabur dan Mami masuk ICU karena kesehatan jantungnya menurun, saat aku tiba di rumah sakit Mami langsung memelukku erat lalu menangis sejadi-jadinya.

"Adek.. apa dosa Mami sampai Abangmu pergi dek? Mami minta maaf. Mami malu dek.. tolong Mami dek" kira-kira begitulah keluhan Mami padaku sampai akhirnya ia meminta aku mengambil alih tugas Bang Gibran menikahi istriku ini.

Aku masih terus mengamati wajah tertidur Caca, itu kali ketiga aku melihat wajahnya dari jarak terdekat. Pertama saat akad nikah, kedua saat tidur dirumahnya dan ketiga adalah malam itu. Rambutnya sangat lembut dengan warna coklat keemasan. Aku yakin dia pasti menggunakan banyak biaya perawatan rambut, aku mengelus rambutnya perlahan membuat ia bergerak karena terusik tapi kemudian terlelap kembali.

Aku melirik bibir merahnya yang sangat menggoda, meskipun aku jarang berdekatan dengannya tapi aku tetaplah lelaki normal. Apalagi yang saat ini didekatku halal untukku. Aku mengecup singkat bibirnya. Sialnya bibir Caca seperti merayuku untuk kembali menyentuhnya.

Hampir setiap malam aku masuk ke kamarnya diam-diam hanya untuk berlama-lama memandang wajahnya dan mengecup bibir mungilnya. Ya, hanya mengecup tapi tadi malam. Aku sendiri tidak tahu setan apa yang sudah berhasil merayuku, sehingga aku lupa. Kecupanku berlanjut menjadi lumatan lalu gigitan-gigitan kecil disekitar lehernya sampai aku mendengar desahan pelan dari bibirnya, aku segera menarik diriku sebelum aku lupa daratan dan malah menghabisinya semalam.

Begitulah penjelasan soal serangga dikamar Caca dan sekarang sepertinya ia membalas dendam padaku. Sejak memasuki arena pasar malam ia tidak berhenti menarikku untuk menemaninya memasuki setiap wahana. Mulai dari komidi putar sampai mandi bola, kalau kalian bertanya apakah ada wahana yang tidak kami kunjungi? Ada. Rumah hantu. Padahal aku mau-mau saja apabila Caca mengajak tapi ternyata Caca penakut. Baru saja aku mau mengajaknya masuk ia langsung histeris menyeretku ke tempat yang jauh dari wahana rumah hantu. Air matanya bercucuran sampai akhirnya berhenti ketika aku membelikannya gula kapas dan sebotol air sabun (untuk balon).

Selama ini aku hemat berbicara padanya karena aku terlalu sibuk memperhatikannya. Aku suka caranya memperlakukanku. Ia tidak pernah protes meskipun aku masih memakai 'gue-elo' padahal ia selalu memakai 'aku-kamu' saat berbicara. Ia selalu menyiapkan makan untukku pagi, siang, dan malam meskipun aku sering tidak makan dirumah tapi akhir-akhir ini aku selalu berusaha untuk makan dirumah. Masakan Caca selalu membuatku rindu duduk dimeja makan sembari makan hasil masakannya.

Caca tidak pernah protes aku melakukan apa saja, apalagi saat teman-temanku menyerbu rumahku hanya untuk sekedar menumpang makan dan mengerjakan PR yang selalu berakhir dengan menyalin jawaban darinya. Merekalah yang selalu melontarkan pujian untuk Caca, yang diam-diam ku-aamiin-kan.

Aku jadi berfikir ulang, apa alasan Bang Gibran sampai ia rela meninggalkan perempuan sebaik Caca? Bahkan setelah 6 tahun lebih bersama, seharusnya ia memiliki alasan kuat untuk bertahan tapi nyatanya setelah kabur tanpa alasan sampai detik ini aku maupun keluarga tidak mendapat kabar apapun darinya.

Satu lagi yang membuatku aneh, setelah hari pernikahan aku tidak mendengar sedikitpun keluhan dari Caca seolah-olah ini adalah pernikahan yang memang ia inginkan. Ia tidak marah padaku, ia tidak marah pada Ayah, Bunda, Mami dan Papi. Bahkan Lala. Kalau kalian masih ingat adik Caca, ia bersikap santai saja seolah memang aku yang akan menjadi abang iparnya sejak lama.

Apakah ia sudah melupakan Bang Gibran? Kuharap iya. Mungkin aku belum bisa mencintainya tapi ia tetaplah istriku yang selalu aku banggakan didepan teman-temanku (Tian, Reno, Doni, dan Ajun) yang sudah aku kenalkan padanya.

"Bayu, boleh aku duduk?"

To be continued..

(MBA) - Marriage By Accident [Tersedia Versi Cetak]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang