MBA.....Caa, Abang LINDU

76.7K 5.7K 203
                                    

Happy Reading..


Setelah menutup panggilan, Caca bergerak panik berlari menuju kamarnya mengambil beberapa barang yang dirasa perlu lalu memakai hoddie bergambar kelinci untuk dikenakannya. Sedikit ragu namun ia tetap mencoba meyakinkan dirinya untuk keluar rumah. Mengeluarkan salah satu sepeda yang terparkir di garasi rumahnya.

Takut salah jalan, ia memberanikan diri bertanya pada satpam yang berjaga di pos depan komplek. Meminta tolong dicarikan taksi.

Tangannya masih bergetar mengingat pembicaraannya di telfon beberapa saat lalu. Bukan Bayu, melainkan Doni. Salah satu teman Bayu yang beberapa kali datang kerumah. Bukan iseng ia menelpon istri sahabatnya, tapi keadaan darurat memaksanya.

Jam menunjukkan pukul 23.45 hampir tengah malam, kakinya terasa kaku untuk melangkah memasuki gedung yang khas dengan warna serba putihnya. Aroma menyengat obat-obatan langsung memenuhi rongga pernafasannya begitu dirinya melewati pintu kaca itu. Hanya terlihat beberapa perawat yang masih berjaga dan beberapa orang yang dapat dipastikan sedang menunggu kerabat yang sakit.

Setelah bertanya pada receptionist yang berjaga, Caca kembali melangkahkan kakinya menuju ruang rawat yang ditunjukkan.

Disana. Tidak jauh dari tempatnya berdiri terlihat beberapa orang yang sedang duduk dan berdiri didepan sebuah ruang rawat.

"Dimana Bayu?" tanya Caca dengan suara yang bergetar.

Tian yang lebih dulu menoleh "Kok?" tanyanya heran.

"Gue yang ngabarin Yan," jawab Doni lesu, "Duduk mbak," ia mempersilahkan Caca duduk yang dibalas gelengan kepala.

"Bayu mana?" tanya Caca sekali lagi.

"Dia--" baru saja Doni ingin menjawab namun Ajun menyela "Mbak duduk aja dulu. Bayu didalem tapi Mbak jangan masuk dulu," ucapan Ajun semakin membuat Caca bertambah khawatir.

Caca menarik nafas sebanyak-banyaknya lalu menghembuskannya dengan kasar "Aku tanya Bayu! Aku tidak butuh duduk sekarang!" ujarnya sinis, lalu mendorong bahu Ajun yang berdiri menghalangi pintu.

Cekrek

Baru saja ia melepas kesal didepan pintu, hatinya langsung menyesal. Menyesal telah membantah saran bocah-bocah seumuran suaminya.

Caca mematung didepan pintu, kakinya sulit diajak bergerak. Matanya menatap tidak percaya dengan apa yang dilihatnya, dadanya terasa sesak. Kalau sebelumnya ia bisa berkilah tidak ambil pusing perihal Bayu dan perempuan di pasar malam, kali ini ia tidak bisa begitu saja mengacuhkan apa yang dilihatnya.

"Ca.." Bayu tercekat.

"Dia siapa?" tanya gadis yang berada tepat disisi Bayu.

Mendengar pertanyaan itu, seperti meremukan hatinya menjadi kepingan-kepingan kecil. Air matanya lolos begitu saja mengaliri pipinya yang pucat pasi.

Salah, ia terlalu salah telah terlalu mengkhawatirkan orang yang bahkan sedikitpun tidak mengarapkan keberadaannya.

"Ca--" Caca mengangkat telapak tangannya, memberi tanda agar Bayu tidak melanjutkan ucapannya.

Sekuat tenaga ia menghapus jejak air mata dipipinya, menarik nafas dalam lalu menghembuskannya. Memasang tampang tegarnya seperti saat menjadi guru BP, Caca berujar lugas "Maaf, saya salah ruangan." Pamitnya dengan senyuman manis yang malah membuat Bayu merasa tertusuk ribuan jarum.

"Yee dasar mbak-mbak pikun!" gerutu Raline, sedangkan Bayu masih diam membisu.

.
.
.

"Mbak" Caca mengabaikan panggilan Doni, ia memantapkan langkahnya untuk pulang.

(MBA) - Marriage By Accident [Tersedia Versi Cetak]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang