Senam Jantung Pagi Ini

1.1K 34 7
                                    

Jam tanganku hampir menunjukkan pukul tujuh. Aku berjalan cepat ke sekolah. Jam masuk sekolah, yaitu 07.00, buatku terlalu pagi. Di sekolah lama aku terbiasa berangkat pukul 8, jadi hari-hari pertama sekolah di sini penuh dengan perjuangan.

Menyusuri jalanan desa di pagi hari sangat menyenangkan, karena hawanya yang sejuk dan kendaraan yang jarang. Namun meski ini adalah jam masuk sekolah dan masuk kerja, entah mengapa jalan tetap sepi juga. Mungkin memang jalur ini bukan yang sering dilalui orang.

Saat sampai di dekat kebun bambu, aku dikejutkan oleh suara langkah seseorang yang seperti memakai sepatu berat. Aku pun reflek menoleh ke belakang, ternyata tidak ada siapa pun. Mungkin halusinasiku saja.
Namun, sejenak, aku seperti mendengar suara obrolan sekelompok orang dari kebun bambu. Aku sedikit penasaran karena suara yang terdengar tak terlalu jauh.
Aku meniatkan tekadku untuk masuk ke kebun bambu dan menyusuri jalan setapak yang kecil ini. Suara-suara daun bambu ditiup angin menjadi temanku. Semakin aku berjalan, suara orang-orang makin terdengar jelas. Aku mendengar gemericik air, pasti di dekat sini ada sungai, pikirku. Aku berjalan pelan, entah kenapa suara-suara mereka seperti berbisik-bisik seolah tidak ingin orang lain tahu, namun terdengar keras memecah keheningan pagi ini.

Hanya beberapa langkah, aku sampai di pinggir sungai ini. Sungai terletak di bawah dan untuk turun ke sungai nampaknya dibutuhkan pengorbanan. Aku tak melihat satu orang pun, namun suara-suara itu masih ada. Saat aku berjalan maju sedikit dan mengarahkan pandanganku ke kiri, tidak jauh dari sini terlihat beberapa laki-laki umur paruh baya. Tapi ada hal mengganjal, kaos mereka dipenuhi warna merah darah yang cukup banyak. Dan beberapa dari mereka memegang pisau, air sungai di dekat mereka pun terlihat merah. Tapi di bawah air, aku melihat tangan seseorang, tak bergerak.
Aku takut, kakiku perlahan mundur ke belakang, namun tidak sengaja aku menginjak sesuatu dan menimbulkan suara seperti kayu patah. Mereka pun berhenti bersuara, aku segera menundukkan tubuhku agar tak terlihat. Perlahan, kulangkahkan kakiku, rasanya aku ingin segera pergi dari tempat ini. Setelah sekiranya agak jauh dari sungai itu, aku berlari sangat kencang.

Jantungku berdegup kencang, antara terkejut melihat hal tadi dan takut akan terlambat ke sekolah.

A Friend of MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang