#22

51.7K 6.8K 670
                                    

Hampir seharian ini, dia lebih banyak tidur. Adrian nggak tau apakah itu karena dia terjaga hampir semalaman setelah mereka mengobrol dengan topik tidak menentu hingga fajar nyaris tiba atau karena dia memang sudah kelewat capek. Gadis itu bahkan masih terlelap dengan nyenyak ketika Adrian berhenti sejenak untuk mengumpulkan helai rambut panjangnya dan menyatukannya dalam sebuah ikatan. Bukan karena Adrian nggak suka melihat rambutnya tergerai, hanya saja jatuh tertidur dengan hampir seluruh wajah tertutupi oleh rambut bukan sesuatu yang Adrian kira akan terasa nyaman. Dengkurannya halus. Mulutnya agak sedikit terbuka, membuat cowok itu harus mati-matian menahan diri untuk nggak menciumnya.

Sayang banget.

Padahal seandainya Azalea nggak tertidur, Adrian mungkin nggak akan ragu membelokkan mobil untuk mencari pantai. Yah, apa gunanya melewati sepanjang jalur pantura kalau tidak mencoba mampir di pantai—meskipun jelas kualitas pantai-pantai di Jawa tidak bisa dibandingkan dengan pantai-pantai indah di luar pulau terpadat di Indonesia ini, seperti misalnya Lombok atau Flores. Meskipun begitu, ketika Adrian mengingat apa saja yang sudah terjadi pada Azalea selama beberapa minggu belakangan, mau nggak mau dia berpikiran bahwa membiarkan cewek itu tidur adalah pilihan terbaik.

Karena ketika seseorang tidur, dia bisa melupakan sejenak realita yang ada. Rasa sakit, kesedihan, apapun itu, semuanya lenyap tanpa bekas pada detik pertama seseorang memutuskan terbang ke alam mimpi. Dan lagi, biar Adrian kasih tau sebuah rahasia, Azalea terlihat jauh lebih baik saat tidur.

She is, indeed, effortlessly wonderful.

Tapi, well, ternyata Azalea nggak butuh menunggu seharian atau ciuman dari pangeran tampan untuk terbangun. Saat jarum pendek jam merambat ke angka sebelas siang, kelopak matanya samar bergetar sebelum akhirnya terbuka. Gadis itu sempat mengerjapkan matanya beberapa kali, seperti tengah beradaptasi dengan silaunya cahaya sebelum kepalanya tertoleh pada sosok yang ada di sebelahnya.

"Morning, sunshine," ujar Adrian dengan nada geli yang membuat Azalea langsung memberengut seakan dia merasa terhina.

"Udah hampir jam dua belas siang dan lo bilang ini pagi?" katanya dengan sebelah alis yang diangkat. "Lo nyindir apa ngeledek?"

Adrian terkekeh, lalu tangannya terulur untuk meraih botol air mineral sebelum akhirnya menyodorkan botol itu pada gadis di sebelahnya. Matanya membagi fokus, antara menatap jalanan dan melirik pada Azalea. "Bukan nyindir. Tapi kan emang itu faktanya."

"Fakta apa, ya?" Ada sarkasme dalam suara Azalea.

"The fact that you're my sunshine."

Azalea hampir keselek.

"Tolong dikurang-kurangi."

"Apanya?" Adrian balik bertanya.

"Tingkah lo itu." Azalea berdecak, memberi jeda sejenak untuk meneguk air dan membiarkan air itu menuruni kerongkongan hingga sampai pada lambungnya. "Lo bisa bikin gue jantungan."

"Gue kira cewek suka digombalin?"

"Iya. Tapi nggak tiap detik juga dibikin susah napas."

"Tapi lo suka kan?"

Azalea terdiam.

"Lea?" Adrian kembali bersuara.

"Seperti kayak kata lo tadi," gadis itu berujar dengan nada sok biasa. "semua cewek suka digombalin."

Adrian malah cengengesan, persis kayak anak kecil yang baru saja dibilang pintar sama guru favoritnya di depan teman-teman sekelasnya yang lain. Ekspresi cowok itu membuat Azalea memutar bola mata, meski pada akhirnya mau tidak mau dia juga turut serta melepaskan sebentuk tawa. Selama beberapa saat, keheningan meliputi keduanya. Tidak ada suara radio. Hanya ada hela napas, dan mobil yang melaju di atas jalanan.

ROSE QUARTZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang