Saat ini aku tengah menemani gadis itu di ruang kesehatan. Setelah memberinya obat penghilang rasa sakit dan sedikit membersihkan luka yang tercipta karena besi yang sudah sedikit mengelupas sehingga ujung tajam pada benda itu membuat darah segar mengalir dari kakinya. How awful.
Jungkook berhutang padaku kali ini.
Gadis itu terus tersenyum selama aku mengobatinya. Aku sempat berpikir kalau dia gila, itu pun kalau aku tidak ingat dia... ehm, menyukaiku.
Rasanya begitu canggung mengatakan itu.
"Berhenti memerhatikanku," kataku seraya mematikan layar ponselku.
Aku sudah menyuruhnya untuk istirahat dan aku sudah mengatakan pada temannya agar dia diizinkan tidak mengikuti pelajaran.
Karena kejadian tadi, banyak pasang mata yang memerhatikannya. Lalu segerombolan temannya membantuku membawa gadis ini. Tidak juga sih, sebenarnya hanya aku yang memberikannya piggy back dan teman-temannya mengikuti di belakang. Memang mengganggu sih.
Satu hal tentangnya, ternyata ia lebih populer dariku. Maksudku, aku memang cukup populer dan tak jarang aku mendapat banyak surat cinta di lokerku, salah satunya milik gadis ini. Tapi sepertinya gadis ini lebih memiliki banyak teman dibandingkan aku yang selalu bersama Jungkook.
"Kau cukup populer." Aku kembali membuka suara.
Ia tertawa pelan. "Tidak, tapi kamu yang membuatku populer," katanya masih dengan tawa kecilnya.
Gigi mungil dan berenggangnya terlihat unik di mataku, ketika ia tertawa dan giginya terlihat, juga wajahnya yang bersemu sedikit merah.
"Eh? Apa ada cabai di gigiku? Mengapa kau memerhatikan gigiku seperti itu?" Ia menutup mulutnya spontan. Kini malah diriku yang tertawa puas melihatnya.
Entah setan darimana tanganku mengacak rambutnya pelan. Tentunya hal itu membuat dia terdiam dan keadaan menjadi sangat canggung!
Ada beberapa detik kami bertatap mata, ketika itu aku baru menyadari bahwa ia memiliki warna mata yang sama uniknya demgan dirinya, biru laut.
Sepertinya aku bisa mencari ketenangan dari sana. Ah pemikiran macam apa itu? Huh, bukannya dia yang membuat hidupku tidak tenang?
"A-aku mau istirahat. Lebih baik kau pergi ke kelas." Gadis itu mendorong tubuhku pelan. Mengisyaratkan agar aku pergi dari keheningan menyebalkan ini.
Ini pertama kalinya aku melihatnya seperti ini. Biasanya, ia akan dengan sangat lantang mengatakan kalau ia menyukaiku. Namun hanya dengan perlakuan kecil seperti ini ia malah bersemu merah sekali.
Aku jadi ingin sedikit menjahilinya.
"Mengapa aku harus pergi? Bukankah kau lebih senang jika aku di sini, hm?" Aku menaruh wajahku di atas pangkuan tanganku. Tangan besarku menangkup pipiku dan aku bisa melihat wajahnya yang semakin memerah.
"Y-ya! Jangan mencoba menggodaku! Jangan memberi harapan lebih jika kau tidak bisa membalas perasaanku!"
Aku terdiam, menegakkan tubuhku dengan canggung. Tanpa berkata apa-apa lagi aku langsung berdiri. Memberinya isyarat dengan tanganku, terlihat sangat tidak jelas karena aku langsung buru-buru berlari dari ruangan itu.
Kau benar-benar bodoh Kim Taehyung!
***
"Hyung, kau gila ya?"
Apa-apaan anak ini? Setelah menjadikanku tumbal, sekarang ia menyebutku gila?!
Aku melangkah mendekat ke arah anak itu, Jeon Jungkook. Kulingkarkan tanganku di lehernya, membuatnya menjerit dan tertawa bersamaan.
"Kau bilang aku gila? Coba katakan sekali lagi?"
"Aku kan baik! Aku membiarkan kalian memiliki waktu bersama, tanpa pengganggu." Jungkook terkekeh. Tenaganya lebih kuat dariku, dengan satu percobaan saja dia bisa melepaskan cekikanku.
"Aku tidak butuh itu kau ingat."
"Kau menginginkannya kan tapi?"
Sekali lagi. Sekali lagi saja Jungkook bersuara, aku bersumpah akan membakar semua koleksi komiknya.
"Jangan tatap mataku tajam seolah kau akan membakar komikku, Hyung." Jungkook terkekeh lagi. Bagaimana ia bisa membaca pikiranku he?
"Kau yang bilang aku harus membuatnya membenciku, tapi kau membuatku terus bersamanya? Kau mendorongku masuk ke dalam kesialan terbesar dalam hidupku!" Aku sedikit berteriak. Kami sedang berada di atap sekolah, lagi. Membolos di sini lebih aman.
"Sungguh? Tapi kau yang menarik dirimu sendiri dalam itu, Hyung." Jungkook terlihat serius. Ia menatapku sekilas sebelum menbaringkan tubuhnya, menatap langit.
"Lagipula, bukankah ini saatnya kau keluar? Mungkin pikiranmu salah, dia bukan kesialan. Pikiranmu adalah kesialan. Kau masih tidak bisa melupakan masa lalumu, itu kesialanmu."
"Kalau kau memang ingin ia mengerti, seperti gadis lain, lakukan ia seperti yang lain. Sama seperti gadis lain yang ketika ia menangis kau hanya akan mengatakan maaf tanpa memberikannya sapu tangan peninggalan Ibumu. Sama seperti gadis lain, ketika ia menyatakan perasaannya padamu kau hanya akan mengabaikannya dan tidak memikirkannya terlalu jauh seperti ini."
"Kenapa? Kau melihat sesuatu darinya? Aku benar kan? Karena aku juga merasakan itu, Hyung."
"Kau bodoh. Kau harusnya memilih. Lupakan lalu jatuh, atau kenang saja kesialanmu itu lalu kau buat ia sakit karena ketidaktegasan perasaanmu."
Jungkook menutup matanya. Aku tahu, ia tidak akan peduli dengan jawabanku saat ini. Ia tidak peduli aku akan membalas apa ocehannya itu. Maka aku hanya diam. Mungkin Jungkook benar.
Namun aku tetap tidak tahu apa itu. Kalau dia bukan kesialanku? Lalu apa? Aku bahkan tidak tahu aku melihat sesuatu apa darinya.
Aku tidak berpikir ketika aku memberikannya sapu tangan, tapi hatiku seolah berkata aku harus melakukannya. Dan ketika ia menyatakan perasaannya, hatiku terus berkata bahwa ia bukan seperti yang lain.
Aku penasaran? Memang. Aku benar-benar dengan gadis itu. Saat ini aku tidak peduli siapa namanya, aku hanya ingin tahu siapa dia sampai bisa membuatku bertingkah tidak biasanya.
"Jungkook-ah."
"Hm?"
"Memangnya apa yang kau lihat darinya?"
"Gadis itu, gadis itu seperti dia."
***
"Tidak bisakah kau berhenti? Aku benar-benar tidak mau melihatmu terluka seperti ini."
"Tidak Ji... aku tidak bisa berhenti, dan tidak akan."
"Berhentilah menyakiti hatimu Ms.Yoo. Ada yang lebih baik darinya."
Gadis itu tertawa pelan. Melihat sahabat kecilnya yang tengah kelabakan melihat kondisi kakinya. "Siapa? Kau?" candanya.
Iya, itu aku.
"Kau terlalu baik untukku Ji."
Dan satu rekor lagi untuk gadis bermarga Yoo ini mematahkah hati seorang Park Jimin.
❀ psychoxls 19 Nov '16 ❀
KAMU SEDANG MEMBACA
Hope 🌸 kth
Fanfiction"Aku suka kamu." "Aku menyukai orang lain." "Tapi aku bukan orang lain." "Dan itu masalahnya." "Bukankah semua masalah pasti ada penyelesaiannya?" "Jadi?" "Aku suka kamu." "Terserah." ▫️▫️▫️