Aku sekali lagi melihat ponselku, mengecek jam. Sudah jam setengah sembilan malam dan teman Cheonsa belum juga datang. Gila, untung saja aku temani dia di sini. Kalau tidak, bisa-bisa gadis itu diculik orang gila lalu diadopsi. Kan kasihan, orang gila itu bisa semakin gila.
Kenapa pemikiranku jahat sekali ya?
"Tae... kau pulang saja. Aku bisa menunggu sendiri."
Aku menoleh ke arahnya. Benarkah? Mana mungkin aku meninggalkan dia di sini sendiri? Aku masih waras! "Aku masih punya hati untuk tidak meninggalkanmu di sini," kataku tak acuh. Aku melipat kedua tanganku di depan, mengeratkan jaket yang kukenakan. Udaranya sangat dingin.
Cheonsa tampak memeriksa ponselnya terus menerus dan menghela napas berkali-kali. "Sudah terlalu malam, lebih baik kau pulang," katanya lagi. Suaranya begitu pelan, tapi aku masih bisa mendengarnya.
"Karena sudah terlalu malam makanya aku di sini," balasku. Aku melirik ke arahnya lagi. Cheonsa menutup matanya dan menghela napas jengah.
Ketika ia membuka matanya ia berbalik ke arahku, merogoh tasnya dan memberikan beberapa lembar kertas berwarna merah muda.
"Aku tadinya tidak ingin memberikan ini. Aku tahu kau ingin membuatku membencimu. Tapi ambil saja, aku sudah terlanjur menulisnya." Ia menyodorkan kertas itu tepat di pangkuanku.
Surat lagi.
"Kau terus di sini, membuyarkan pikiranku berkali-kali. Padahal sebelumnya aku sudah ingin menyerah."
Apa katanya? Menyerah? Jadi sebelumnya aku berhasil? WOW.
"Aku pikir aku benar-benar mengganggumu. Jungkook bilang padaku kalau kau ingin membuatku membencimu. Lalu katanya, setelah ia mengenalku, rasanya itu tidak mungkin. Dia benar, bagaimanapun aku tidak bisa membencimu. Kau harus tau itu."
Aku terdiam mendengar penuturannya. Angin malam kembali mengembus ke arahku dan dia. Rambutnya yang panjang berterbangan ke depan. Tanganku bergerak merapihkannya karena aku risih melihatnya.
"Dan kau lakukan ini lagi, Kim Taehyung. Kau seolah memberikanku harapan lebih. Kau bersikap manis. Kau mengikatkan tali sepatu untukku, sekarang kau menyelipkan rambutku yang berterbangan. Kenapa kau bersikap seperti itu? Bagaimana bisa aku membencimu? Bodoh, kau bodoh Kim Taehyung."
Aku terdiam. Gerakanku begitu lambar menjauhi dirinya. Aku mengambil jarak dan kulihat pundak Cheonsa mulai bergetar.
Aku tahu aku aneh. Tapi aku tidak tahu kenapa aku begini. Sungguh aku tidak bermaksud seperti itu. Gila! Dia salah mengartikan sikap baikku. Aku hanya bersikap seperti itu karena aku memang begitu, iya kan? Bagaimana mungkin aku tidak menolong orang yang kesusahan?
Cheonsa menangis. Ia terisak seperti anak kecil. Aku tidak tahu harus bagaimana.
"Jangan menangis. Ya ampun kenapa kau menangis?" Aku mulai kewalahan. Tangisannya semakin keras dan aku hanya bisa menepuk-nepuk punggungnya pelan.
Dalam pikiran jahatku bisa saja aku meninggalkan dia dan pulang. Dia menangis dan itu merepotkanku. Tapi entah kenapa kakiku tetap di sini. Aku tetap di sini dan berpikir keras bagaimana agar ia berhenti menangis.
"Kadang kau berbicara dingin padaku, matamu mengatakan kalau kau benci padaku. Tapi setelahnya kau bersikap manis, kau menjadi Taehyung yang biasanya." Cheonsa kembali membuka suara. Ia mengangkat wajahnya menatapku, wajahnya merah. Sangat merah.
"Maaf? Aku tidak menyadari kalau aku sejahat itu. Tapi sunguh aku hanya tidak ingin kau terluka karena menyukaiku, aku tidak tahu harus bagaimana membalas perasaanmu. Aku tidak bisa," jawabku akhirnya.
Yeah, mengutarakan kejujuran. Dia sudah jujur padaku sebelumnya. Dan aku sekarang jujur. Kami impas, kan?
"Dan jujur saja aku ingin menjauhimu dari hidupku. Ada sesuatu darimu yang mengganggu pikiranku. Aku tidak ingin kau terluka karena sikapku yang plin plan. Sungguh, benci aku sekarang. Aku tidak ingin menyakiti siapapun. Sudah kukatakan kan dari awal, masih banyak laki-laki lain," lanjutku dengan tatapan serius. Cheonsa menatapku sedikit terkejut, kemudian wajahnya memerah lagi. Lebih merah dari sebelumnya.
"Pergilah, aku malu."
Eh?
"Kubilang pergi Taehyung!" Kini Cheonsa berteriak. Senyuman lebar terpampang di wajahnya dan detik setelahnya ia tertawa.
"Ya Tuhan, aktingku benar-benar bagus kan? Kalau aku tidak menangis mungkin kau tidak mau mengambil surat itu. Kau selalu membuangnya kan? Jungkook bilang ia menemukan semua surat dariku di tempat sampah di kamarmu. Sayangnya, Jungkook kembali memungutnya lagi dan lagi. Kau tahu? Ah kau benar-benar bodoh," cerocosnya panjang lebar membuat aku menganga.
Bagaimana tidak? Setelah ia menangis, sekarang ia tertawa. Dia membodohiku! Lagi dan lagi!
Cheonsa menghapus air matanya, palsu. Dia bilang sendiri itu palsu.
"Dan aku tahu kau pasti memikirkan aku kan? Aku tahu, maksud semua perkataanmu itu adalah, kau memikirkanku terus menerus dan kau bimbang dengan perasaanmu. Apakah kau benar membenciku atau kau yang sebenarnya belum menyadari perasaanmu. Kau tidak mau mengakuinya, iya kan?"
Gila! Gadis ini benar-benar sok tahu.
"You wish, Cheonsa-ya."
Pada akhirnya aku memutuskan pergi. Beranjak dari halte dan meninggalkan gadis itu yang semakin menggila.
Aku tahu dia sebenarnya bisa saja pulang naik taksi, dia pasti punya uang kan? Untuk apa ia menunggu temannya yang tidak membalas pesannya sama sekali? Huh dia hanya mencari alasan agar aku menemaninya. Membuatku merasa bersalah dan menjadi gila seperti ini.
Seharusnya sejak tadi saja aku meninggalkan dia. Dia licik, dia membuatku gila karena kegilaannya!
❀ psychoxls 19 Des '16 ❀
***
Maaf Cheonsa, tapi cintamu masih bertepuk sebelah jidat :") -Jeon Jungkook
HEHE btw, abaikan jam dan sinyalnya /g
KAMU SEDANG MEMBACA
Hope 🌸 kth
Fanfiction"Aku suka kamu." "Aku menyukai orang lain." "Tapi aku bukan orang lain." "Dan itu masalahnya." "Bukankah semua masalah pasti ada penyelesaiannya?" "Jadi?" "Aku suka kamu." "Terserah." ▫️▫️▫️