3. Kiriman Misterius

196 56 6
                                    

Aku menarik napas panjang dan menghembuskannya.

"Fajar . . . Aku ingin . . ."

Aku harus mampu untuk mengatakan hal ini.

"Aku ingin kita kembali menjadi teman biasa."

"Tapi Zal, gua sayang sama lu, gua bisa berubah kok," ucap Fajar sambil memegang kedua tanganku.

Aku menarik tanganku dari genggaman Fajar dan berkata sekali lagi,

"Aku ingin kita kembali, menjadi teman biasa. Apa masih kurang jelas?"

Aku menahan mataku untuk tidak berkaca-kaca.

"Semua orang memang bisa berubah menjadi lebih baik, dan aku ga pernah bisa lupa gimana caranya kamu nyakitin hati ini."

Kulipatkan tanganku di atas meja, sembari menatap mata Fajar dengan sangat lekat.

"Hati aku ga bisa di lelang seenaknya, ini soal perasaan, bukan seperti janji mulut kamu yang menghanyutkan."

Kemudian aku berdiri dari tempat dudukku.

"Maaf, waktu gua udah habis buat lu, gua harus pergi, makasih buat semuanya. Gua harap lu bisa bahagia sama Salsha, teman melukis gua dari SMP."

"Zalwa . . ."

Aku melangkah sesegera mungkin keluar dari kafe itu dan pulang.

"Eh Zalwaa, mau kemana?" Tanya mas Gibran ku abaikan begitu saja.

"Mo jogging."

"Jogging pagi-pagi?" Tanya mas Gibran pada diri sendiri.

Sesampainya di rumah aku langsung mengambil sketchbook di atas meja dan membuka halaman lukisan wajah Fajar. Ku tarik, ku robek, dan langsung ku lempar ke tempat sampah. Seketika aku langsung merebahkan diriku di ujung ranjang.

"Gila lu Zal, lu bener-bener bisa nolak ajakan Fajar," batinku pada diriku sendiri.

Aku bangun dari posisiku untuk duduk. Kemudian ponselku berdering adanya pesan masuk.

Fajar 19.20
Makasih, lu udah sempetin buat ketemu gua hari ini. Ya walaupun apa yang gua harapin ga bisa kembali lagi.

Fajar 19.22
Aku sama Salsha cuma temen kok. Ga lebih. Aku bakal nungguin kamu sampai kamu dapat yang baru.

"Haha, bullshit."

Hari demi hari mulai berganti. Saat itu tepat pada hari senin ada upacara di sekolah. Aku terbiasa untuk berada paling belakang dengan Nadia. Tanpa aku duga,

"Hai kak Zalwa."

Adik kelas ngeselin yang ikut ekstra videografi ada tepat di sebelahku. Aku tak menghiraukan adanya manusia itu.

"Kak, jangan jutek."

"Kak, cuek banget sih."

Aku yang ingin menegurnya di tahan oleh Nadia.

"Zal, jangan, ada pak Tomo tuh ngeliatin kita."

"Kak, jangan diem terus entar kesambet."

☬SELENOPHILE☬Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang