One

449 43 32
                                    

Hari ini adalah hari pertamaku menginjakkan kaki di London. Keynya Ken, itu namaku. Kalian bisa memanggilku Key. Tapi sih aku lebih suka dipanggil pretty, karena aku memang cantik dari lahir. Sudah jelas dari kalimat pertama, berarti aku bukan berasal dari kota ini.

Sebuah koper soft pink berada pada genggaman tangan kiriku. Tak mau ketinggalan, tangan kananku-pun juga memegang sebuah handphone. Aku tengah menelepon seseorang yang membuatlu kesal.

"Kenapa bisa gini  Clar?"

"....."

"Iya, tapi saya ke sana naik apa?"

"......."

"It's oke. Dimana?"

"......."

"Berlian Hotel?"

"......."

"Oke saya ke sana"

Aku-pun memutuskan sambungan telepon, dan memasukkan benda mungil itu ke dalam saku jaket tebalku. Ya, cuaca Kota London sangat tidak mendukung. Salju telah mengguyur kota ini sejak dua hari yang lalu. Untung aku sudah mempersiapkan baju hangat sebelum kepergianku ke kota ini.

Aku tengah berjalan menyusuri bandara untuk mencari taxi yang bisa membawaku ke Berlian Hotel tanpa basah oleh salju.

♥♥♥

"Itu dia" gumamku yang sudah tidak tahan dengan suhu dingin dan ingin segera memasuki taksi berwarna kuning yang tak jauh dari tempatku berada. Tanpa basa basi, segera aku berlari kecil menghampiri taxi itu. Tapi apa? Seseorang telah mendahuluiki. Sebenarnya sih aku tak masalah dengan ini, tapi lihat! Sudah tidak ada taxi lagi saat salju deras begini.

"Maaf, seharusnya saya dulu yang naik taxi ini" ucapku sesopan mungkin agar lelaki itu tak tersinggung oleh perkataanku.

"Hei nona! Bukannya saya dulu yang membuka pintu taxi ini. Berarti saya juga yang berhak menaiki taxi ini" ujar orang itu dengan sedikit, em..ngosok.

Sepertinya aku sudah tidak tahan lagi. Aku jadi merasa tubuhku hangat. Mungkin karena aku emosi, jadi hawa panas di tubuhku lah yang mengalahkan dinginnya cuaca hari ini.

"Tapi pak, saya tadi sudah berlari menghampiri taxi ini. Dan lihat, tidak ada taxi lagi di sini."

"Oh ya? Kalau gitu kita bisa menaiki taxi ini bersama. Dan satu lagi, jangan panggil saya pak. Umur saya baru 21 tahun." Sepertinya lelaki itu mulai iba melihatku. Bagaimana tidak? Dilihat dari wajahku saja sudah jelas bahwa aku bukan orang bule. Dan benar, tidak ada taxi, selain taxi yang sedang kami perebutkan.

Emang gue pikirin, umur lu baru 21 kek. Gue gak nanya. Batinku yang dibuat sebal olehnya.

"Tidak, saya tidak mau." Terang saja, mana mau aku se-taxi dengan lelaki itu. Sudah jelas bahwa taxi itu milikku.

"Ya sudah kalau gitu. Lihat salju makin deras. Dan jaket kamu sudah basah nona."

Aku menunduk melihat pakaiannya samar. Dan benar saja, jaketku sudah basah. Sial! Dan bibirku sudah kaku, karena suhu yang semakin menjadi ini. Jangan sampai aku harus  terkena masuk angin lagi. Cukup dulu saat naik kapal aja aku begitu.

"Kamu benar"

"Saya tahu, saya selalu benar"

Taxi-pun melaju membelah jalanan Kota London. Hangat, itu yang aku rasakan saat memasuki taxi. Nyaman, entah ini nyaman karena suhu hangat yang ditawarkan taxi ini atau nyaman karena seseorang di sampingku. Tapi tak mungkinlah aku nyaman karena dia. Kami semua diam. Ya, aku, dia, dan pak sopir tentunya. Tidak ada yang mau membuka suaranyaMerasa sepi, sopir taxi-pun membuka suaranya.

"Kemana?"

"Berlian Hotel" ujar kami  berdua serempak. Kami heran satu sama lain. Kenapa bisa sama?

"Hah? Kok sama?" tanyaku seraya menunjuk lelaki dihadapanku itum.

"Iya, kok sama"

"Jangan-jangan. Kamu mau ngintilin saya ya?" selidikku dengan menyipitkan mata seraya menunjuknya.

"Enak saja, saya memang mau ke sana. Jangan-jangan malah kamu lagi"

"Aduh kalian jangan ribut mulu dong. Pusing saya jadinya" pak sopir angkat bicara, mungkin ia lelah.

Kamipun kembali membisu. Untung saja sang sopir memutarkan lagu-lagu. Ya meski lagunya tidak ada yang enak didengar, seenggaknya lagu itu bisa memecah keheningan di antara kami.

♥♥♥

Sampailah taxi kuning itu di depan sebuah gedung mewah. Dilihat dari arsitekturnya, jelas bahwa hotel ini adalah hotel bintang lima. Kami berdua turun dari taxi. Saat hendak membayar, tanganku dicegah oleh lelaki itu.

"Saya aja yang bayar"

"Oke, kebetulan"

"Idih giliran gratis aja kamu gak marah" ujar lelaki itu seraya menyodorkan sejumlah uang pada sopir taxi.

"Hehehe" aku hanya terkekeh pelan. Emang kebetulan, aku harus hemat di Kota ini. Ya maklumlah aku tak ada kenalan di sini. Yang aku kenal hanya teman lamaku yang sialan itu. Kalau uangku habis bagaimana? Tapi, sepertinya tidak ada lagi kecanggungan di antara kami.

Hotel itu memiliki 7 lantai. Arsitekturnya simple namun terkesan mewah. Pengunjung hotelpun harus menunjukkan kartu identitasnya saat memasuki loby hotel. Penjagaannya ketat, sudah terlihat dari jumlah satpam yang menjaga loby.

Tapi saat kami berdua memasuki hotel. Tidak ada satupun satpam yang meminta kartu identitas kami. Malahan mereka tersenyum ramah. Apa karena lelaki itu? Atau mungkin dia pemilik hotel? Ah mana mungkin ia pemilik hotel mewah ini.

"Kok mereka gak nanyain kita?" tanyaku heran. Kami sedang berjalan menyusuri hotel menuju receptionis.

"Nggak tahu"

"Oh." Hening, tidak ada percakapan lagi. Hanya suara dentuman sepatu kami dan suara orang-orang yang ramai.

"Kamar kamu no berapa?" tanya lelaki itu ketika kami sampai di depan receptionis.

"Eh? Oh itu! Bentar saya lupa" ujarku seraya merogoh saku jaketku hendak mencari handphone.

"Masa gitu aja lupa?" tanyanya santai tanpa menoleh ke arahku. Terlihat ia sedang mengajak receptioner itu mengobrol bentar.

"Hehe... nomor 350"

"350 sis" ujar lelaki itu kepada receptioner cantik di depan kami.

"Okey, mr.Ken" ujar wanita itu ramah seraya menyodorkan sebuah kartu. Ya, itu kunci kamar.

"Thankyou"

Kami-pun meninggalkan receptionis menuju kamar 350 yang berada di lantai 4. Kami menaiki lift agar lebih cepat dan tidak capek juga. Karena kalau naik tangga akan memakan waktu, ditambah lagi lelahnya minta ampun.

"Mereka kenal kamu?" tanyaku saat lift tengah membawa kami menuju lantai atas.

"Siapa?"

"Orang hotel"

"Iya, itu karena saya sudah lama di hotel ini"

"Berapa lama?"

"Tiga bulan"

Wow! Gila. Dia pasti orang kaya. Tiga bulan? Itu waktu yang lama untuk tinggal di hotel. Apalagi hotel mewah kayak gini. Aku saja memesan kamar untuk 5 hari harus merelakan 1000$. Apalagi dia?

Sebenarnya sih aku gak mau tinggal di hotel kayak gini. Tapi bagaimana lagi? Temanku sudah memesankan kamar di sini. Kalau aku batalkan, berarti aku harus cari hotel sendiri dong. Aku gak mau.

"Dilihat dari wajahmu, sepertinya kamu bukan berasal dari sini"

"Emang iya"

"Dari mana?"

"Indonesia"

Jangan lupa vote dan commentnya kakak ♥ Di mulmed ada fotonya Lula Lahfah sebagai Keynya Ken :vv salam cantik :**

With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang