Six

109 32 19
                                    

Key pov

Sudah tiga hari berlalu, terhitung sekarang adalah hari ke empatku selama menginjakkan kaki di Kota London ini. Selama empat hari pula aku mengenal dia, Ken. Lelaki yang sudah berebut taxi denganku, dan lelaki yang sudah berbaik hati kepadaku.

Awalnya aku ke sini untuk melarikan diri sekaligus liburan. Kalian ingin tahu kenapa aku bisa melarikan diri? Baiklah aku akan menceritakannya.

Flashback on

Kami, aku dan keluargaku tengah menyantap hidangan makan malam yang disediakan Bi Ratmi, asisten rumah tangga kami. Tidak ada percakapan selama makan berlangsung. Hanya terdengar suara sendok dan garpu yang sedang menjalankan tugasnya. Memang kami menerapkan prinsip tidak boleh berbicara saat sedang makan.

Tak butuh waktu lama, aku telah menghabiskan makan malamku. Aku-pun langsung menyambar secangkir air putih yang telah disediakan sebelumnya. Setelah lega, akupun menyambar ponsel di dekatku dan memainkannya.Kulihat Papa dan Mama juga sudah selesai makan.

"Key..." Kudengar Papa memanggilku, akupun menoleh dan mendapati Papa dan Mama tengah menatapku dengan serius. Lho ada apa ini?

"Iya Pa" jawabku diikuti suara notif BBM.

"Kamu tahu kan, setiap perusahaan pasti ingin berkembang"

"Terus?" tanyaku to the point. Aku memang tidak suka berbelit-belit. Aku tahu pasti Papa dan Mama sedang merencanakan sesuatu.

"Papamu ini ingin menjodohkan kamu dengan anak partner bisnisnya Key" ujar Mama sembari memegang pundak Papa. Papa hanya mengangguk. Apa-apaan ini? Papa, ini sudah bukan zaman-nya Siti Nurbaya Pa. Key tidak mau Pa.

"Lagipula kamu sudah lulus SMA, akan lebih baik kamu tidak usah kuliah. Calonmu itu mapan. Kamu tahu Yuto? Anaknya Om Kotaro? Yang waktu itu makan malam sama kita. Dialah calonmu nanti" ujar Papa panjang lebar. Aku tahu ia berusaha memastikan agar aku setuju. Tapi maaf Pa, Ma. Aku tidak bisa.

"Aku tidak mau Pa" jawabku singkat seraya meninggalkan mereka berdua. Entah apa di pikiran mereka. Intinya lebih baik aku pergi daripada harus menjalani pernikahan tanpa adanya cinta.

Flashback off

Aku tengah bersiap untuk pergi mencari sarapan. Ken-lah yang akan menemaniku. Entah, aku merasa kami sudah menjadi teman sekarang. Dia dengan senang hati menemaniku jalan-jalan. Bahkan waktu itu, waktu dimana setelah ia diputuskan kekasihnya, dia masih sempat mengajakku makan malam.

Drrt..drrt.

Ponselku bergetar menandakan datangnya pesan baru. Segera kubuka lockscreen ponselku dengan membentuk pola N. Sebuah nama Ken terpampang nyata di sana.

Ken.

Bisa kita berangkat sekarang? Aku akan menjemputmu lima menit lagi.

Begitulah isi pesannya. Ken selalu menjemput ke kamarku. Oh bukan, tepatnya hanya di depan kamar saja.

Sembari menunggu Ken datang. Kuputuskan untuk berkaca, apakah aku pantas. Aku hanya memakai sweater krem yang menutupi leherku dan kupadukan dengan celana jeans biasa, tak lupa kutambahkan syal yang warnanya senada. Sengaja aku memakai pakaian casual tanpa jaket karena memang salju sudah tidak deras lagi.

Toktok!

Itu pasti Ken. Benar saja, setelah kubuka pintu coklat itu. Tampak seorang lelaki jangkung nan em... tampan. Ia juga memakai sweater sepertiku, tetapi warnanya abu-abu.

"Hai" sapanya. Astaga apakah ini benar Ken? Kenapa dia tampan sekali? Senyumnya seperti em...Yuto. Tidak, senyum Ken lebih menawan.

"Hai juga, bentar ya aku ambil tas dulu" kataku seraya membiarkan dia di depan pintu. Kusambar totebag yang ada di kasur itu.

Akupun keluar kamar berjalan menuju lift. Tapi Ken tidak mengikutiku, ada apa dengannya?

"Yuk" kuseret dia agar berjalan. Dia hanya cengengesan, dasar.

"Kenapa?" Tanyaku heran, emang ada yang salah? Kayaknya enggak deh. Pakaianku juga tidak aneh.

"Tidak papa, lucu saja lihat kamu pakai pakaian itu" katanya.

"Aku tahu aku lucu" ujarku membanggakan diri.

♥♥♥

Perjalanan menuju China Town lumayan jauh. Sebenarnya Ken tidak setuju kalau kita sarapan di sana. Kami pun sempat cekcok selama di dalam lift. Tapi aku memaksanya dengan alasan aku rindu Indonesia. Tapi Ken tidak percaya, jelaslah tidak percaya. Aku rindu masakan Indonesia tetapi kenapa ingin makan masakan China? Akupun baru menyadari itu. Yah aku memang bodoh dari dulu. Tapi tetap saja aku kekuh pada pendirianku untuk pergi ke China Town, yah akhirnya ia mengabulkannya.

Aku sedang asyik bermain game di ponselku. Tetapi permainan yang aku mainkan kalah karena Ken mengajakku mengobrol.

"Key, sepertinya mobil ini mogok" ujarnya

"Kok bisa?" Tanyaku. Ini mobil bagus, sudah pasti mahal. Mana bisa mogok?

"Ya bisalah, kamu ini gimana sih?"

Ya, lagi-lagi sikapnya menyebalkan. Dia itu sulit ditebak. Terkadang ia bisa bersikap sweet, tetapi ia juga bisa bersikap sebaliknya.

"Terus harus gimana?" tanyaku. Rasa sebal mulai merasukiku.

"Kamu yang dorong"

Dor! Kalimat itu berhasil mengejutkanku. Mana bisa aku mendorong mobil ini? Seorang diri pula. Masalahnya tenaga seorang cewek tidak akan sanggup untuk melakukannya. Ya Tuhan, lindungilah hambaMu ini  dari makhluk seperti dia. Diam-diam aku berdoa.

"Kenapa diam? Dorong dong. Katanya ingin ke China Town"

Apa karena itu, dia menyuruhku begini? Ah menyebalkan.

Ken pov

Aku dibuat sebal oleh perempuan itu. Pasalnya ia ingin sarapan di China Town, sementara aku tidak terlalu menyukai masakan China. Aku sudah menolaknya, tapi tetap saja ia bersikekuh ingin ke sana. Ya, aku tahu dia adalah perempuan paling keras kepala yang pernah aku temui.

Aku sebenarnya lelaki yang lembut. Tetapi karen sebal aku bisa berubah menjadi lelaki kejam yang siap memangsa siapa saja. Tidak, tidak sekejam itulah.

Selama perjalanan menuju China Town, aku berfikir bagaimana caranya untuk membalas Key. Akupun berfikir untuk mengerjainya. Dan kuputuskan untuk berpura-pura mobilku ini mogok. Dan ia akan aku suruh untuk mendorongnya.

Diapun sempat terdiam saat aku suruh mendorong mobil ini. Namun akhirnya ia mau juga. Ternyata kamu bodoh juga ya? Maunya saja aku kerjai. Hihihi

Aku senyam-senyum sendiri di dalam mobil. Bisa kulihat raut wajahnya dari kaca spion yang terpasang di sampingku. Ekspresinya seperti menahan boker saja. Lucu. Wajahnya memerah. Ia berusah keras agar mobil ini berjalan. Namun sia-sia saja, tenaganya belum cukup untuk mendorong mobil ini sendirian.

Sebenarnya kasihan sih. Aku tidak tega melihat perempuan kesusahan. Tapi sayangnya ia adalah pengecualian bagiku. Menurutku dia itu berbeda dengan perempuan lainnya.

Selama ini aku selalu menemui perempuan anggun. Contohnya Rossa, dia anggun. Sudah terlihat dari cara berjalannya. Mangkannya ia didapuk untuk menjadi seorang model meskipun ia sendiri sedang sibuk denga bisnis butiknya.

Tanpa kusadari, seulas senyuman tergampir di bibirku. Seringkali tingkahnya yang pecicilan justru membuatku tersenyum simpul tanpa kusadari. Dia berbeda, dia unik, dia spesial.

Hai siders, ups readers :vv mangkanya jangan jadi siders ya :vv aku gak suka. Setidaknya vomment lah untuk menenangkan hati aing ini :vv biar semangat nulisnya :vv entah aku jadi males nulis akhir-akhir ini. Apa mungkin karena hp aku rusak? Ini aja baru tadi bikin konsep mimjem hp kakak :vv ngebut :vv okelah, jangan lupa vote dan comment ya cantekk :vv salam cantik :**

With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang