Three

209 40 23
                                    

Ken pov

Hari ini aku menemaninya jalan-jalan, shoppinglah. Aku mengajaknya ke butik terkenal di Oxford Street, "Elizabeth". Walaupun itu sangat menghabiskan uangku, namun tidak masalah. Hitung-itung membayar kesalahanku padanya. Kulihat dia bahagia. Mencoba berbagai macam gaun yang tersedia di sini. Sebuah senyum tulus tergampir di bibir mungilnya.

Astaga, kenapa aku menjadi tenang sekali saat melihat senyum itu? Kalau kuperhatikan ia selalu menunjukkan senyuman yang ramah. Bukan hanya padaku, kulihat dia juga seperti itu kepada semua orang. Contohnya kepada pegawai butik ini. Ia sedang bergurau bersamanya sembari memilih gaun yang akan ia beli.

"Hei lihat! Apa ini cocok untukku?" tanyanya antusias sekali. Bagaimana tidak? Perempuan memang begitu. Ia menunjukkan padaku sebuah gaun super mini, dan miliki belahan dada rendah sekali. Astaga, apa dia seperti itu?

"Jelek" ujarku berbohong. Sebenarnya cocok dengan tubuhnya yang mungil. Cuma, aku merasa tidak pantas saja jika memakai pakaian seperti itu.

"Yaa.. padahal aku suka" ujarnya sembari memanyun-manyunkan bibirnya. Jadi gemes lihatnya, pingin nyium. Tunggu, apa aku mulai merasakan ketertarikan kepadanya? Ayolah kita baru bertemu sehari. Lagipula aku sudah memiliki Rossa.

"Ya sudah ambil saja. Gitu aja repot" ucapku datar. Entah mengapa semenjak dia mengetahui kenyataan bahwa aku juga orang Indonesia, kami selalu mengobrol menggunakan Bahasa Indonesia.

Drrtt...drrtt

Ponselku bergetar, sepertinya ada panggilan masuk. Aku merogoh saku jas yang kukenakan. Sebuah nama "Rosa" tercantum di benda pipih itu. Rosa memanggilku. Tanpa waktu lama segera kujawab telepon darinya.

"Hallo Rosa." Mendengar aku berbicara dengan orang lain, perempuan yang tadinya sibuk memilih gaun menatapku.

"Siapa?" tanya perempuan itu. Aku hanya melambaikan tanganku untuk menjawab pertanyaan seraya menjauh darinya. Iapun kembali mengobrol dengan pegawai butik.

"Ken kamu dimana?" Tanya Rossa di ujung sana.

"Aku..sedang di luar bersama temanku." Jawabku tidak berbohong. Toh memang aku bersama seorang teman kan?

"Hmm..aku ingin ngomong sesuatu sama kamu"

"Ngomong aja sekarang" ujarku. Aku memang tidak suka berbelat belit. Kurasa Rossa mengetahui itu.

"Aku mau kita ketemuan di cafe biasa. Ini penting, sekarang"

"Oke, aku ke sana. 20 menit lagi sampai." Ya begitulah. Entah mengapa kalau Rossa yang menyuruh, aku bakal mau. Aku tidak akan bisa menolak permintaannya. Apa karena aku sudah terlanjur cinta padanya?

♥♥♥

Akupun bergegas pergi meninggalkan butik itu menuju cafe yang biasa kukunjungi bersama Rossa. Kami biasa mengunjungi cafe itu hanya untuk sekedar mengopi atau bersenda gurau melepas penat sehabis bekerja.

Namun seiring berubah waktu, aku merasa Rossa juga ikut berubah. Atau hanya perasaanku saja? Rossa jarang mengajakku pergi bersamanya lagi. Mangkannya saat tadi ia mengajakku ketemuan, aku tak menolaknya. Aku bahagia.

Sedan putihku sudah melaju membelah jalanan Kota London menuju kawasan Portobello Road Market, karena kami berdua sama-sama menyukai makanan Itali.

Kujalankan mobil ini dengan kecepatan penuh karena tak mau Rossa menunggu. Jantungku berdebar tak menentu. Kalau kalian bilang ini berlebihan, aku tak peduli. Memang seperti itu kenyataannya.

Tibalah aku di depan sebuah cafe klasik nuansa Itali. Lampu berkerlap-kerlip menambah kesan glamour cafe ini. Terlihat Rossa sudah menunggu di bangku pojok. Seperti biasa, ia terlihat sangat cantik. Pakaian yang ia gunakan selalu milik designer terkenal, ya bisa dibilang dia adalah tipe wanita sosialita.

With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang