13

9.3K 482 4
                                    

Lion POV

Hari ini ibu pulang setelah mendengar kabar ada sanak saudara dari pihak bapak telah meninggal dunia. Karena kerabat jauh dan aku tak begitu mengenalnya aku tak ikut pulang. Setelah mengantar ibu ke stasiun Gambir, kami bergegas menuju kantor. Seperti biasa Leena masih tetap ku antar jemput. Sedang Febry berangkat sendiri selama ibu berada di Jakarta. Permasalahan kemarin belum kami bahas lagi.

Sesampainya di kantor tempat Leena bekerja, aku ikut turun. Leena memandang ku heran dan penuh tanya.

"Aku ada urusan dengan Febry" wajahnya berubah normal dan ada sedikit kecewa disana. Aku tersenyum tipis. "Tenanglah, aku hanya ingin mengakhiri suatu urusan saja"

Ia tersenyum lembut. "Aku cuma bertanya karena tak biasanya kau mengunjunginya disaat jam kerja seperti ini"

"Itu karena aku tak bisa berlama-lama menunggu"

"Owh"

Percakapan singkat pun berakhir dan kami berjalan beriringan. Masalah kemarin masih menciptakan suasana canggung diantara kami.

Leena berhenti di lantai tempatnya bekerja, sedangkan aku melanjutkan ke lantai teratas. Harap-harap cemas bagaimana reaksi Febry atas pernyataanku. Ya, aku akan mengatakan keputusanku untuk mengakhiri hubungan kami dan memilih melanjutkan pernikahan ini.

Setibanya di lantai teratas, buru-buru melangkah menuju ruangan Febry. Rini sekretaris Febry menyapaku dan ku balas dengan anggukan kecil seraya tersenyum tipis. Aku sudah biasa datang kesini, tanpa minta persetujuan biasanya aku langsung masuk. Ketika pintu ruangan ku buka aku tak menemukan sosok yang kucari.

"Febry kemana?" tanya ku pada Rini yang tengah duduk manis di meja kerjanya

"Hari ini beliau cuti pak, ada urusan pribadi katanya"

"Urusan pribadi?" gumamku.

Seingat ku Febry tak memberitahuku apa pun. Cuti kerja karena urusan pribadi bukanlah prinsip kerja nya terkecuali mendesak. Tapi seharusnya dia memberitahuku perihal tersebut. Dan aku baru menyadari akhir-akhir ini hubungan kami tak lagi saling memberi kabar, bahkan nyaris tak pernah berkomunikasi.

"Ya sudah, terimakasih" ucapku pada Rini lalu pergi.

*****

Leena POV

"Pagi mas Boy, Jer" sapa ku ketika tiba di kubikel ku.

Mendengar sapaan ku Boy dan Jery menoleh lalu tersenyum. "Pagi, Na" balas mereka bersamaan

"Ada apa mas tumben kesini, tumben pagi-pagi udah nongol" aku mulai sibuk merapikan berkas-berkas yang akan ku kerjakan dan menyalakan komputer

"Nggak, cuma pengen ketemu Jery"

"Ha? Sejak kapan kalian dekat?" tanya ku penasaran

"Baru-baru ini" goda Boy pada Jery. Jery memberengut sebal.

Aku menoleh cepat menemukan semburat merah di pipi Jery. Alisku menyatu sempurna memperhatikan Boy dan Jery bergantian. "Kalian...pacaran?" tebakku ragu

Boy dan Jery serempak menoleh horor padaku. Aku gelagapan, pura-pura membuka setumpuk berkas-berkas di atas meja. "Anggap aku gak pernah ngomong"

Boy berdehem keras. "100% normal kali"

"Ya maaf, Leena kira nggak straight juga" bisikku

"Juga? Emang Jery nggak straight?" Boy beralih meneliti Jery dari atas ke bawah

Jery mendelik tak suka. "Gak usah diliatin gitu juga" ucapnya ketus, lalu melanjutkan arah pandangnya ke layar monitor

"Santai Jer" Boy mengusap lembut kepala Jery. "Biasa aja kali"

I Fell...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang