Lembar Keempat (2)

65 6 0
                                    

Tanpa pikir panjang Chahya hanya segera membaringkan tubuhnya diatas kasurnya. Menutup matanya dengan segera. Mencoba melupakan semua yang terjadi.

****

Mentari mulai menampakkan sinarnya. Angin pagi menerbangkan dedaunan kering. Suara lonceng angin disamping kamar Chahya terdengar merdu. Pagi ini ia sudah siap berangkat sekolah. Dibukanya pintu kamar tua itu. Kakinya melangkah dengan mantap menuruni anak tangga.

“Chahya, cepat turun dan buatkan air panas untuk Yuvron” pinta Ani.

Segera Chahya mempercepat langkah kakinya. Sesampainya didapur dengan cepat ia merebus sepanci air. Sembari menunggu airnya mendidih, ia mengambil piring dan menatanya diatas meja. Ani keluar dari kamar. Dengan tersenyum Ani membantu Chahya menyiapkan sarapan.

“Chahya, cepat tuangkan air itu kegelas Yuvron, ingat 3 sendok susu bubuk dan 1 sendok gula saja!” pinta Ani sembari menyiapkan kopi Nugroho.

Chahya hanya menganggukkan kepala. Ia segera menyiapkan segelas susu seperti yang dipinta Ani.

“pa! Sarapan siap, cepat makan atau kau akan terlambat kekantor! Yuvron! Bangun! Kau akan terlambat, nak!” seperti orang yang kebingungan Ani berteriak sambil menata lauk sarapan.

“duh! Tu anak nurun siapa sih! Jam segini masih tidur aja! Nak, tolong bangunkan Yuvron! Pokoknya dengan segala cara Yuvron mesti bangun! Cepat sana, keburu telat” lanjut Ani.

Tanpa menjawab Chahya segera menuju kekamar Yuvron.

“tuh anak bener-bener nurut. Disuruh ini nurut disuruh itu nurut. Tapi, paling nggak kan dijawab iya kek. Ah, tapi beruntunglah ada yang mau nempatin loteng, bisa bantu-bantu juga” Ani yang sibuk menata sarapan tak menyadari suaminya sudah duduk daritadi dan mendengar gumaman Ani.

“ngomongin Chahya lagi, ma?” tanya pak Nurgraha yang segera membuat Ani terperanjat.

“eh, papa! bikin kaget aja! Iya siapa lagi kalo bukan Chahya? Yuvron? Gak mungkin kan? Tuh anak rajin banget ya. Bangun pagi bantu ini bantu itu, coba anak yang lain mana mau? Udah penurut, pinter, cantik lagi. Mama sayang banget sama Chahya. Apa kita jadiin menantu aja ya, pa?” tanya Ani.

Sontak Nugroho yang tengah menyeruput kopi tersedak kaget mendengar ucapan Ani barusan.

“Mama ngomong apa sih? Mana mau dia sama anak kita?” jawab Nugroho enteng. Namun, bukan jawaban yang didapat Nugroho melainkan tatapan menusuk dari Ani.

“Papa ini ngomong apa sih? Maksud Papa Yuvron itu gak pantes buat Chahya gitu? Sebenernya papa ini papanya siapa sih?” ujar Ani kesal.

“yah, tapi kan coba aja Mama sebutin apa kelebihan si Yuvron anak kita itu?” tantang Nugroho.

“banyaklah, Pa! Dia itu ganteng, tinggi, keren, udah deh cocok sama Chahya pokoknya!”

“tapi Ma...”

“udah, Mama gak mau denger alasan Papa, pokoknya Mama mau Chahya jadi menantu Mama. Titik!” atmosfer dapur kini kian memanas aibat tatapan keduanya yang sama-sama punya alasan tersendiri.

****

TOKTOKTOK

Chahya mengetuk pintu kamar Yuvron. Dengan sabar ia menunggu respon Yuvron. Sementara Yuvron yang masih malas bangun menutup kepalanya dengan bantal dan bersembunyi dibalik selimut. Tak menyerah begitu saja. Chahya mempercepat ritme ketukkannya.

“oke! Oke! Yuvron bangun nih! Mama berisik ah..!!” omel Yuvron kesal.

Dengan langkah gontai ia membuka pintu kamarnya. Betapa terkejutnya Yuvron yang mengetuk pintu bukanlah Ani melainkan Chahya.

ImaginationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang