Aku masih tak mengerti cinta. Jadi, aku tak bisa mendekat. Tapi mengapa hatiku yang bodoh ini terus berdebar? Izinkan kurebahkan diri ini disampingmu. Sebentar. Hanya sebentar.
Tak banyak yang dipersiapkan Chahya. Jika yang lain membawa satu koper penuh, Chahya hanya membawa sebuahtas selempang sekolahnya.
Ia hanya membawa yang menurutnya perlu. Mendengar Vans tak ikut study tour, membuatnya sedikit merasa lega. Sempat terbayang olehnya bagaimana Vans akan berulah jika ia ikut nanti. Hal itu membuat Chahya berfikir duakali untuk yakin berangkat.
LINE~
Suara ringtone smartphone Chahya kembali berbunyi. Ia menggeser layar smartphonenya itu. Tertera nama 'Yuvron' dipanel pemberitahuaan. Sekilas terlihat isi pesan tersebut.
Tanpa membalas ia membalikkan layar smartphone itu diatas kasur. Baru sedetik berlalu, ringtone itu terdengar kembali.
Chahya tak menggubris pesan dari Yuvron, ia yakin isi pesannya berupa pasal-pasal yang harus ia lakukan disana. Mungkin karena tak ada respon dari Chahya, Yuvron terus menerus mengiriminya pesan. Hal ini membuat Chahya kesal.
Ia akhirnya membaca buku petunjuk cara mendiamkan ringtone. Dan, semua pesan yang masuk, tak lagi membuatnya kesal. Smartphone itu sudah dalam mode silent.
Untuk penggunaan yang lebih baik lagi, ia memutuskan mempelajari isi dari buku petunjuk tersebut. Sambil sesekali mengangguk mengerti, tangannya mencoba-coba prosedur yang ditunjukkan buku itu.
Masih dalam masa eksperimennya, nama Ani tiba-tiba muncul di layarnya. Segera digesernya lingkaran berwarna hijau yang tertera dilayar.
"Chahya? Nak, apa kamu bisa turun sebentar?" ujar wanita itu ditelepon.
"bisa, Bu." Segera setelah ia menutup telepon, ia lantas meloncat turun dari kasurnya.
"nak, kau akan berangkat sekarang?" tanya Ani. Chahya hanya mengangguk.
"kalau begitu ibu, mau titip sesuatu" Ani tampak mempercepat langkahnya masuk kedalam kamarnya. Dan kembali dengan sebuah dompet diapit dilengan kirinya.
"sini sebentar, nak" pinta Ani sambil mengisyaratkan Chahya untuk duduk disampingnya.
"tolong belikan semua yang ada didaftar ini,ya?" mata Chahya tampak melotot tak percaya.
Ditatapnya nanar kertas kecil - yang lebih mirip struk belanjaan - yang ada ditangannya itu.
"oh, iya ini uangnya. Jangan lupa oleh-oleh untuk kita, ya, nak!" ujar Ani. Sebuah senyum terulas di wajahnya yang lebar. Chahya hanya tersenyum garing.
"Chahya berangkat" ujarnya sambil mengecup punggung tangan Ani.
Tiba-tiba Dion datang dengan sebuah tas ransel besar dipunggungnya dan ikut menyambar tangan Ani, ia tampak sangat bahagia.
"ayo, Chahya kita berangkat, keburu ditinggal bis rombongan" ajak Dion yang tampak sangat tak sabar.
Chahya hanya memiringkan kepalanya sambil menghembuskan nafas panjang. Lalu mengekor dibelakang Dion.
"apa kau tak membawa tas lain? Kenapa barang-barangmu sedikit sekali? Kau tidak lupa bahwa kita akan pergi selama seminggu bukan?" Dion mulai melemparkan pertanyaan padanya. Dion-pun menyamakan langkahnya dengan Chahya.
"aku tak perlu membawa barang banyak" pikirnya.
Mendapati pertanyaannya tak memperoleh jawaban, ia tak lantas menyerah. Ia terus bertanya banyak hal pada Chahya. Meski ia tahu Chahya tak akan benar-benar menjawabnya, setidaknya impiannya untuk bisa berjalan bersama Chahya terwujud.
Namun, hal ini membuat Chahya merasa sebal. Jalanan gang ini masih panjang untuk sampai dijalanan besar. Chahya mengeluarkan earphone birunya dan memutar lagu kesukaannya. Musik itu sejenak menenangkan perasaannya. Suara Dion tak lagi terlalu berisik ditelinganya.
Ia menikmati setiap lirik yang diucapkan penyanyinya dan membiarkan Dion mengoceh sendirian. Ia hanya berharap jalan besar segera tampak. Ia benar-benar bosan.
Hingga ekor matanya menangkap bayangan manusia di celah bangunan yang barusan dilewatinya. Dion mungin tak menyadari itu. Ia pun hanya bersikap biasa saja.
Akhirnya tibalah mereka dijalanan besar. Kini tujuan mereka halte yang berada di dekat departement store didepan mereka.
"itu ada bis, burauan LARI!" ujar Dion tiba-tiba sambil menarik paksa tangan Chahya.
"untung sempet naik" ujar Dion dengan nafas tersenggal-senggal.
"kok kamu gak ngos-ngosan? Kita lumayan jauh lho, larinya" lanjut Dion.Mendengar ucapan Dion barusan Chahya yang hanya berdiri tegap segera mengusap keningnya dan membuat suara seolah menaha nafas yang tersenggal-senggal.
Dion hanya memperhatikan sekilas dan segera mengeluarkan e-cardnya. Merka berdua duduk dikursi belakang yang masih lenggang.
Seperti biasa Chahya menyandarkan kepalanya dijendela bis. Dion yang mengetahuinya lekas menawarkan bahunya. Tanpa menjawab tawaran Dion, ia tetap pada posisinya.
Memasang earphone. Samar-samar, didengarnya Dion mulai mengoceh lagi. Akhirnya, Chahya memejamkan mata.
****
Tepat setelah kedatangan mereka, dari kejauhan Aji sudah sibuk mengabsen teman-temannya. Lantas Dion mempercepat langkahnya meniggalkan Chahya dibelakang.
Dion yang merasa Chahya tak mengikutinya, ia lantas berhenti dan menoleh kebelakang. Benar saja, gadis itu masih tetap berjalan santai sambil memasukkan tangannya kedalam saku jaket coklatnya. Sambil mendesah kesal segera ditariknya kembali tangan Chahya dan berlari menuju kerumunan teman-temannya.
"udah lengkap! Kecuali Vans." Ujar Aji diujung pengabsenannya. Aji tampak memperhatikan Chahya.
"gak tau kenapa hari ini Chahya tampak sedikit gelisah" pikirnya.
"ayo, semuanya masuk" sambil memperhatikan anak-anak yang masuk ia menyempatkan matanya melirik kearah Chahya. Anak laki-laki berpakaian biru polos itu seperti mncurigai sesuatu.
"Chahya" panggil Aji. Yang merasa dipanggil segera memalingkan wajahnya. Berjalan mendekat menghampiri Aji. Merekapun segera masuk kedalam bis.
Anak-anak mulai menggila. Selama perjalanan, mereka bernyanyi dan berjoget ria.
Tak ada ekspresi gelisah seperti yang dipancarkan oleh Chahya. Aji yang sedari tadi memperhatikannya masih memastikan kebenarannya. Setelah dirasa benar, ia akhirnya mengeluarkan smartphonenya.
"ijinkan aku mendapat kontakmu" ujar Aji lewat tulisan yang ada dilayar smarphonenya. Chahya mengangguk. Ia lantas memberikan kontaknya.
"kau tampak sedang menyembunyikan kegelisahanmu. Apa aku bisa membantu?" ujar Aji memulai percakapan.
"sebaiknya kau hanya diam dan memperhatikkan saja. Setelah itu lakukanlah apa yang menurutmu patut dilakukan. Tapi, ada satu yang bisa kau lakukan sekarang"
"apa?" tanya nya penasaran.
"apapun yang terjadi, kau tidak boleh memberikan kontakku pada siapapun. Aku akan melakukan sesuatu padamu, apakah kau pantas kupercaya atau tidak. Untuk saat ini, bersabarlah" Aji menganggukkan kepala. Dalam pikirannya ia masih tak mengerti apa yang akan terjadi dan arti kata 'sesuatu' yang dimaksud Chahya.
Pikirannya masih menerka-nerka apa maksud Chahya. Terlepas dari itu semua, Chahya merasa Vans akan melakukan suatu yang besar nanti.
Hay guys
Cuman mau bilang, Jan lupa bahagia ya 😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Imagination
Fantasy[on going] [belum revisi & first story] #415 in fantasy 24 April 2017 #231 in fantasy 4 maret 2017 #445 in fantasy 3 maret 2017 #316 in fantasy 2 maret 2017 Pernahkah kau berfikir mengapa kita memiliki akal? cerita tentang persahabatan yang dibumbui...