Siluet itu tiba tiba hilang. Chahya dan Vans melewatinya begitu saja. Hanya angin yang ada disana. Tanpa menoleh Vans masih terus berlari, sementara Chahya, pikirannha masih terarah pada siluet tadi.
Ia merasa familiar akan suara dan postur tubuhnya. Meski fikirannya menerawang, namun langkahnya tetap mantap terarah.
Biarlah rencananya kali ini gagal, karena ada musuh tak terduga, pikir Vans. Keduanya mulai hilang dibalik rimbunnya pepohonan.
*
"kalian dari mana saja?" tanya Aji sinis. Cangkir teh yang sudah kosong seakan menjelaskan kalau Aji sudah menunggu mereka lama.
Vans mendengus pada Aji. Ia semakin merasa tidak suka pada Aji sejak mendengar pikiran Aji yang menurutnya mencurigakan.
Tapi ia tak mengatakannya pada Chahya. Ia juga tak tahu apakan sebenarnya Chahya sudah tahu atau belum. Ia tak bisa membaca pikiran Chahya. Hanya pikiran Chahya.
Oh, dan tambahan, seseorang yang ada digedung tua kemarin.
"tentu saja mencari petunjuk, apa lagi?" Chahya melirik Vans. Nada bicara Vans terdengar ketus, tak biasanya ia seperti ini, pikir Chahya.
"Aji, apa kau menemukan sesuatu?" ujar Chahya akhirnya, berusaha mendinginkan suasana.
"ya tentu saja, tapi ada yang mencurigakan" jawab Aji sambil membenarkan kacamatanya yang melorot.
Kening Chahya berkerut mendengar penuturan Aji.
Lantas Aji langsung berdiri ke balik rak buku, dan muncul kembali dengan kotak berukuran sedang ditangannya.
"lihatlah, mungkin kau mengenal seseorang didalamnya"
Chahya dan Vans memperhatikan satu persatu barang didalamnya.
Terdapat beberapa buku tebal, kliping dan album foto.
Chahya dan Vans membuka satu persatu dan memperhatikan dengan seksama.
"dari mana kau mendapatkan ini semua?" tanya Chahya.
"seorang kenalan" jawab Aji singkat. Vans menatap tak suka pada Aji.
"aku akan memeriksa semua nanti, sekarang kami akan pamit dahulu" Chahya lantas berdiri membawa kotak dan hilang dibalik pintu.
"aku juga akan pergi, permisi" pamit Vans. Ia berhenti dibalik tembok luar. Berusaha membaca pikiran Aji.
'kenapa sekarang aku tidak bisa menembusnya?' dengan pertanyaan dibenaknya, ia segera menghilang dibalik bayangan.
"dasar makhluk bodoh"
*
Malam hari ditengah bulan berangin.
Vans dan Chahya sedang berada dikamar Chahya—dirumah Vans— dengan kepala berdenyut. Pasalnya, kotak yg diberikan Aji tempo hari berisi fakta baru yg saling berlawanan.
Spekulasi baru muncul dibenak keduanya. Ada oknum yang mengetahui keberadaan mereka dan berusaha mengacaukan informasi, atau memang tak ada jejak yang ditinggalkan oleh ayah Chahya.
"Chahya, bisakah kita berhenti mencari ayahmu?" celetuk Vans tiba tiba, Chahya menatap Vans bingung.
"kenapa kau bertanya seperti itu?"
"aku akan bertanya satu hal padamu" Vans menghentikan kalimatnya, ia menunggu respon Chahya, tetap saja responnya akan datar "setelah kita menemukan ayahmu, apa yang akan kau lakukan?" lanjut Vans.
Chahya terdiam, tujuannya hanya menemukan ayahnya.
Vans tersenyum kecut. Ia menarik nafas panjang sebelum menghembuskannya.
Tangannya terangkat memegang kedua pundak Chahya hangat.
"Chahya, perjuangan ini akan sia-sia jika kau bahkan tak melakukannya dari hati. Aku tahu, kau mencari ayahmu karena kau membencinya. Kau ingin dia memperbaiki apa yang dulu pernah dirusaknya bukan? Tapi ingatlah, sekuat dan sehebat apapun ia, ia tak bisa mengembalikan nyawa yang sudah pergi" Vans menatap Chahya lembut.
Vans melepas pegangannya dan menatap langit dibalik jendela.
"sebaiknya kita hentikan saja pencarian ini" ujar Vans sebelum beranjak pergi.
Chahya hanya bisa diam menatap punggung Vans yang kemudian hilang dibalik pintu. Pikirannya mendadak buntu.
Jadi, selama ini, pencariannya sia-sia? Apa benar Chahya mencari ayahnya karena membencinya? Apa yang akan ia lakukan saat sudah menemukan ayahnya?
Kepalanya berdenyut, pikirannya sedang kalut. Tiba tiba saja tangannya bercahaya. Merambat naik kepundak, badan kaki dan kepalanya. Angin entah dari mana menerbangkan rambutnya yang panjang.
Rasa panas dihati dan pikirannya beradu. Ia mencoba mengendalikan kekuatannya, namun sia-sia. Emosinya telah menguasainya.
Pusaran angin disekitarnya semakin kencang hingga dapat menerbangkan perabotan yang ada dikamarnya.
Suara gaduh dikamar Chahya membuat Vans kembali memasuki kamar itu.
"CHAHYA! APA YANG KAU LAKUKAN?" teriak Vans. Suaranya kalah keras dengan suara gaduh perabotan yang saling bertabrakan.
"CHAHYA HENTIKAN!" Vans tak menghiraukan apa yangbsedang terjadi. Tujuannya hanya untuk mendekati Chahya.
Segera saat ada kesempatan, ia lantas berlari mendekat dan mendekap Chahya dari belakang.
"tenanglah, sayang, semua akan baik-baik saja, sekarang kau tenanglah!" pinta Vans lembut. Ia membelai surai hitam Chahya. Perlahan, cahaya diseluruh tubuhnya memudar dan hilang. Chahya tersipuh dilantai sembari menangis dalam dekapan Vans.
############################
Ini part pendek hehe
Thx
ヾ(≧▽≦*)o
KAMU SEDANG MEMBACA
Imagination
Fantasy[on going] [belum revisi & first story] #415 in fantasy 24 April 2017 #231 in fantasy 4 maret 2017 #445 in fantasy 3 maret 2017 #316 in fantasy 2 maret 2017 Pernahkah kau berfikir mengapa kita memiliki akal? cerita tentang persahabatan yang dibumbui...