PART 3

53 7 0
                                    

Demi memegang kepalanya sambil meringis kesakitan. Ia mencoba untuk melihat sekitarnya meskipun kepalanya terasa sangat sakit saat ini. Ia melihat ruangan tersebut serba putih dengan sebuah kasur di sebelahnya, meja, kursi, dan sebuah kotak obat yang cukup besar. Di depan pintu ruangan tersebut, berdiri seorang perempuan. Demi memicingkan matanya untuk mengenali siapa perempuan itu.

"Hei"
Perempuan tersebut mengalihkan perhatiannya ke arah Demi. Ia segera menghampiri Demi dan tanpa sadar ia menggenggam tangan Demi.
"Kamu baik baik aja kan?", tanya perempuan itu.

"Hmm..ya..pusing..sedikit", jawab Demi.

Ya! Demi ingat sekarang. Perempuan itu adalah perempuan yang ditolongnya tadi saat ia hendak berangkat ke sekolah. Berarti sekarang dia berada di rumah sakit, dan dia batal masuk sekolah baru. Ini semua karena perempuan itu dengan sepeda bututnya.

"Untung cantik", batin Demi sambil tersenyum nakal.

"Maaf ya karena aku kamu jadi masuk rumah sakit", kata perempuan itu pelan.

"Aku Demi. Namamu siapa?", tanya Demi sambil mengulurkan tangannya pada perempuan tersebut. Perempuan itu mengerutkan keningnya. Mungkin dia merasa Demi benar-benar tidak ingin membahas permintaan maafnya itu.

"Aku Delia", jawab perempuan manis bernama Delia itu. Demi melemparkan senyumnya pada Delia.

"Manis juga senyum Delia", pikir Demi

"Kamu anak baru ya disini? Kok kayaknya aku nggak pernah lihat kamu ya?", tanya Delia.

"Iya. Aku anak baru disini", jawab Demi. Delia hanya menganggukkan kepalanya tanpa menjawab sepatah katapun. Tak lama kemudian, seorang dokter memasuki ruangan tersebut bersama 2 orang suster. Dokter itu tersenyum pada Demi dan mulai memeriksa Demi.

"Kamu sudah bisa pulang. Tapi, banyak istirahat ya agar kepalamu tidak terasa sakit", kata dokter tersebut, kemudian pergi meninggalkan ruangan.

Delia pun bangkit berdiri. Namun, tiba-tiba Demi menggenggam tangannya hingga langkahnya pun terhenti.

"Ada apa? Aku akan membayar biaya rumah sakitmu, setelah itu aku akan pulang. Aku ingin istirahat", kata Delia.

"Tidak usah dibayar. Aku bisa bayar sendiri kok", balas Demi.
Delia terheran.
"Kenapa? Kamu kan celakan karenaku. Jadi aku harus bertanggung jawab. Tidak perlu merasa sungkan. Ini memang sudah menjadi kewajibanku", kata Delia.

"Kamu benar-benar ingin membalas jasaku?", tanya Demi. Delia menganggukkan kepalanya dengan wajah yang polos.
"Kalau begitu, penuhi 2 permintaanku", kata Demi. Delia membelalakkan matanya seakan akan tidak percaya apa yang baru saja Demi katakan.
"Tenang saja. Bukan permintaan aneh-aneh kok", jawab Demi.
"Hmm.."
"Bagaimana?"
"Aku..."
"Sip. Ayo!'

♡♡♡♡♡

Demi melahap semangkuk mie udangnya dengan semangat. Rupanya peristiwa kecelakaan itu membuat nafsu makan Demi meningkat.
"Dem, apa sih yang buat kamu mau membantu aku sampai tertabrak seperti itu?", tanya Delia mencoba untuk memecahkan keheningan diantara mereka berdua. Sedari tadi, Demi tidak menganggap Delia dan hanya terfokus pada mie udang nya itu.

"Entahlah. Aku hanya merasa kamu benar-benar membutuhkan pertolongan, jadi aku menolongmu", jawab Demi tanpa mengalihkan perhatiannya dari semangkuk mie udang. Tampaknya, Demi benar-benar jatuh cinta pada mie udang jumbo itu.

"Hmm.."

"Ada apa? Kamu tidak mau kutolong? Atau..??", balas Demi.

"Nggak. Justru aku sangat berterimakasih padamu. Aku berhutang nyawa padamu", jawab Delia.

"Tidak perlu merasa berhutang nyawa. Aku senang bisa menolongmu. Lagipula, aku juga sudah merusakkan sepedamu", kata Demi.

Suasana kembali hening. Kali ini Delia menikmati sup kepitingnya sambil memainkan HP nya. Mereka berdua tampak acuh satu sama lain, serasa tidak ada teman di depan mereka.
Selesai makan, Demi membayar mie udang dan sup kepiting Delia, kemudian kembali duduk di tempatnya.
"Seharusnya kamu tidak membayar makananku", kata Delia pelan.

"Memang kenapa? Aku mau membayarimu kok. Oh ya, masih ada satu permintaan lagi loh", balas Demi.

"Apa?"

"Aku ingin kamu menemaniku ke Sungai Sanville", jawab Demi santai.

Delia terdiam. Entah mengapa kali ini raut wajahnya berbeda dengan sebelumnya. Demi pun menyadari dengan perubahan raut wajah Delia. Antara ingin memenuhinya, dengan ada sesuatu yang menahannya...

"Ada apa? Nggak mau?", tanya Demi.
Delia masih terdiam. Matanya tertuju pada Demi, namun sesuatu sedang memenuhi pikirannya.
Demi pun bangkit berdiri dan berjalan meninggalkan Delia.
"Ayo", sahut Delia pelan.
Demi menghentikan langkahnya. Ia berjalan kembali menghampiri Delia.

"Kamu mau? Tadi kamu diam. Kukira kamu tidak mau memenuhi permintaanku yang satu ini", tanya Demi.

"Siapa bilang? Aku mau kok. Ayo", sahut Delia sambil bangkit berdiri dari tempat duduknya saat ini.

Demi dan Delia berjalan bersama menuju Sungai Sanville. Dalam perjalanan, mereka hanya bisa terdiam tanpa dapat mengatakan sepatah katapun antara satu sama lain.

Tak lama kemudian, mereka sampai di Sungai Sanville. Mereka duduk bersama di sebuah bangku kayu, sambil menikmati indahnya pemandangan Sungai Sanville.

"Omong-omong, kamu tinggal dimana, Del?", tanya Demi mencoba untuk memecahkan keheningan diantara mereka.

"Jauh. Rumahku di daerah Lanburgh", jawab Delia.

"Ohh"

"Bagaimana denganmu? Kamu tinggal dimana?", balas Delia. Demi hanya terdiam sambil menunjuk ke arah sebuah rumah tua yang tidak lain adalah rumah barunya itu.
Delia memandangi rumah itu dan terdiam. Ia menggigit bibir bawahnya sambil tak henti memandangi rumah tersebut.
Demi yang sedari tadi memperhatikan Delia merasa heran. Delia kini tampak pucat dan gelisah.

"Del, kamu baik baik aja kan? Ada apa?", tanya Demi dengan sedikit nada khawatir.

"Hmm..tidak", balas Delia singkat.

"Kamu pasti sedikit takut dengan rumah baru ku yang terkenal angker itu", tebak Demi.

Ya, selama ini sudah banyak orang yang bertanya pada Demi maupun Tiara, dimana mereka tinggal. Dan ketika mereka menunjuk kearah rumah tua tersebut, orang itu akan langsung terdiam dan tidak mampu berkata apa-apa lagi. Sama seperti Delia saat ini. Padahal, mereka tidak tahu kalau di dalam rumah tua itu, isinya sangatlah menakjubkan.
Delia tertawa kecil mendengar balasan Demi. Meskipun demikian, wajahnya tetap terlihat pucat.

"Bagaimana kamu tau apa yang aku pikirkan?", tanya Delia.

"Karena semua orang yang menanyakan dimana aku tinggal, akan langsung berubah menjadi pucat saat aku menunjuk ke arah rumahku itu. Dan aku lihat kamu tampak seperti itu", jawab Demi.

"Ohh..ya aku juga dengar bahwa rumah itu angker..tapi tak apa lah..selama kamu baik baik saja berarti rumah itu juga tidak ada apa apa", jawab Delia.

Mereka kembali terdiam. Namun Demi dapat melihat bahwa Delia tetap pucat dan sesekali melirik ke arah rumahnya.

"Delia kenapa ya?", batin Demi.

"Hmm..Dem, aku pulang dulu ya. Aku hari ini akan mengantar adikku sekolah. Terimakasih untuk hari ini. Cepat sembuh ya", kata Delia, kemudian pergi begitu saja meninggalkan Demi yang masih menatapnya dengan tatapan bingung.
Delia berjalan dengan cepat hingga akhirnya menghilang di ujung jalan.







BAGAIMANA GAIS CERITANYA? OKE NGGAK? JANGAN LUPA SERTAKAN COMMENT KALIAN DISINI YA.

TERIMAKASIH♥

BLACK BOOK : SUNGAI SANVILLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang