PART 4

48 10 0
                                    

Demi berjalan menuju rumahnya. Ia masih terus berpikir ada apa dengan Delia hingga wajahnya pucat seperti itu. Ia juga sangat penasaran apa yang sebenarnya terjadi di dalam rumah itu. Selama ia tinggal bersama Tiara, ia merasa bahwa rumah itu aman dan baik-baik saja. Tidak ada yang salah, bahkan tidak ada yang terasa mencurigakan.
Demi masuk ke dalam rumahnya dan segera melangkahkan kaki menuju kamar tidurnya.
Melihat Demi yang kembali begitu cepat, apalagi kepalanya dibalut oleh perban, membuat Tiara sangat terkejut dan segera menghampiri adik sepupunya itu.

"Demiiiii, kamu kenapa? Kok bisa kayak gini sih? Kepala kamu kenapa??", tanya Tiara dengan sangat khawatir. Karena sangat khawatir, sampai-sampai Tiara menggenggam bahu Demi erat, kemudian memegang kedua pipi Demi.
Demi tertawa kecil melihat tingkah kakaknya itu.
Tiara mengerutkan keningnya. Ia pun memukul pelan perut Demi sambil mendengus kesal.

"Sudah buat orang khawatir, masih bisa ketawa lagi! Bagus!", gerutu Tiara.
Demi hanya tersenyum nakal, kemudian menarik Tiara hingga jatuh kedalam pelukannya.

"Udah..Kak Tiara nggak usah khawatir dengan Demi. Demi baik-baik aja kok. Lagipula, Demi kan cowok dan ini hanya luka kecil", jawab Demi santai.

"Bagaimana Kakak bisa yakin kalau lukamu itu hanya luka kecil?!! Kamu kenapa sih sebenarnya??", tanya Tiara dengan nada khawatir bercampur kesal.

"Tadi Demi bantuin orang yang sepedanya itu rusak. Terus ya beginilah. Demi terjatuh dan terbentur sebuah batu besar. Tapi Demi sudah ke rumah sakit kok, dan kata dokter Demi baik-baik saja", jelas Demi. Tiara menghela nafas. Sebenarnya ia masih saja khawatir kalau-kalau terjadi sesuatu dengan Demi. Apalagi itu daerah kepala. Kalau terjadi sesuatu, bisa fatal dampaknya. Tapi apa daya. Demi menolak untuk dikhawatirkan oleh Tiara dan meminta agar Tiara tetap tenang.
Demi pun meninggalkan Tiara dan segera melangkahkan kakinya menapaki anak tangga menuju kamar tidurnya.

Tiba-tiba saja langkah kaki Demi terhenti. Ia terdiam sejenak. Kemudian, ia membalikkan badannya dan menatap Tiara yang masih terdiam di posisi semula.
"Ada apa", tanya Tiara.

"Kak, kakak membeli rumah ini dari siapa? Dan, darimana kakak tahu soal rumah ini?", tanya Demi.
Tiara tampak bingung dengan pertanyaan Demi. Namun kemudian ekpresi wajahnha yang bingung itu berubah menjadi sedang memikirkan sesuatu.

"Hmm.. Kakak tau rumah ini dari teman mantan suami Kakak. Dan Kakak membeli rumah ini darinya", balas Tiara.

Demi menganggukkan kepalanya tanpa menjawab balasan Tiara. Ia masih terdiam dan terus sibuk dengan pikirannya.

"Ada apa? Ada masalah apa, Dem?", tanya Tiara memecahkan lamunan Demi.

"Kak, kakak tau nggak kalau..."

"Kalau apa?"

...
"Tidak ada apa-apa, Kak. Aku hanya sekedar bertanya. Aku istirahat dulu ya, Kak", sahut Demi, kemudian berlari memasuki kamar tidurnya.

Sesampainya di kamar tidur, Demi segera menjatuhkan dirinya diatas kasur yang lembut nan empuk itu. Ia menatap ke langit-langit kamar, dan ia merasakan bahwa saat ini pikirannya penuh dengan banyak hal, yang sebenarnya ia sendiri tidak ketahui.
Tiba-tiba saja, Demi memikirkan Delia. Entah mengapa, bayangan perempuan itu muncul dalam benaknya yang kebingungan itu. Bukan masalah Delia yang meninggalkannya, tetapi ia membayangkan sesosok Delia, yanv menurutnya sangat manis dan menarik. Sejak putus dengan Keisha, Demi merasa bahwa tidak ada perempuan lain yang bisa mengalahkan kecantikan Keisha. Bahkan, Demi tidak pernah memuji perempuan lain cantik kecuali pada Keisha. Namun berbeda dengan Delia. Ia akui, Delia sangat cantik dan manis. Kulitnya tidak putih, tetapi sawo matang. Rambutnya panjang bergelombang dengan warna kecokelatan. Matanya besar dan indah berwarna cokelat, serta tubuhnya yang kecil dan tidak terlalu tinggi.

Demi pun menggeleng-gelengkan kepalanya sambil mengacak-acak rambutnya.

"Gila kamu, Dem! Bisa-bisanya kamu mikirin Delia. Gila!", seru Demi pada dirinya sendiri.

♡♡♡♡♡

Demi merasa sedikit gugup sebelum memasuki ruang kelas barunya itu. Ia takut kalau-kalau teman barunya tidak bisa menerima kedatangannya dengan baik. Walaupun rumah lamanya seperti neraka, tetapi jujur saja, bagi Demi sekolah lamanya sangatlah menyenangkan. Semua temannya sangat baik dan peduli padanya. Bahkan, disaat seperti ini, Demi kembali teringat dan merindukan teman-teman lamanya.

Tak lama kemudian, seorang guru menyuruh Demi untuk memasuki ruang kelas bertuliskan "XII IS 5". Demi pun melangkahkan kakinya perlahan memasuki ruang kelas tersebut. Awalnya, ia tidak berani menatap ke seluruh ruang kelas. Namun, tiba-tiba saja pandangannya jatuh pada seorang perempuan yang duduk di belakang pojok kanan ruang kelas. Delia.

"Silakan memperkenalkan dirimu", kata guru tersebut.
Demi pun menganggukkan kepalanya dan mulai melemparkan senyuman pada teman-teman barunya, meskipun itu hanyalah senyuman tipis.

"Hai..namaku Demi Chandratama. Kalian bisa memanggilku Demi", kata Demi pelan. Ia mulai memperhatikan teman-teman barunya. Dan semuanya tampak baik-baik saja. Bahkan, seorang perempuan sedang sibuk memberikan senyuman centil padanya.
Maklum. Bisa diakui Demi memilikki wajah yang cukup tampan. Bukan. Bukan cukup. Tapi, memang sangat tampan. Bahkan, ia memilikki badan yang bagus meskipun ia tidak mengikuti gym. Ia hanya suka bermain basket, futsal, ataupun bulu tangkis.

Demi mulai melangkahkan kakinya menuju sebuah bangku kosong, hingga akhirnya ia pun duduk tepat di sebelah Delia.

"Kamu tidak keberatan kan aku duduk bersamamu?", tanyanya pelan sambil terus memperhatikan Delia.

"Nggak kok. Justru aku senang kamu memilih duduk denganku", jawab Delia sambil tersenyum manis. Kali ini, Demi dapat melihat dengan jelas lesung pipi Delia yang sangat dalam. Dan lesung pipi itu membuat Delia semakin tampak menakjubkan.

"Ada apa?", tanya Delia saat melihat Demi terus menerus memperhatikannya. Demi pun segera membuang muka dan bertingkah seolah-olah ia tidak memperhatikan Delia. Sayang sekali, wajahnya yang memerah tidak bisa lagi disembunyikan.

"Ngg.. aku hanya tidak percaya kalau kita ternyata satu sekolah", balas Demi sambil berusaha menutupi rasa malunya itu.

"Ohh.. ya aku juga tidak percaya bisa satu sekolah, bahkan satu kelas denganmu. Tidak. Tidak hanya satu kelas, tetapi satu bangku!", balas Delia sambil tertawa kecil.

Demi pun ikut tertawa. Entah kenapa, ia benar-benar merasa beruntung bisa berada dalam satu kelas dengan Delia.














HAYOO GIMANA NIH CERITANYA?? SERU GAK? MISTERINYA BELUM KELUAR..TAPI TENANG AJA..SEBENTAR LAGI, KAMU AKAN DIBUAT DEG-DEG SERRRR!

SELAMAT MEMBACA!

BLACK BOOK : SUNGAI SANVILLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang