Merindukan Almarhum Papa

33 4 0
                                    

Happy Reading Guys!
Jangan lupa di vomments ya.. ^^

Namaku adalah Nadira Alicia Putri, aku anak pertama dari dua bersaudara. Adikku bernama Gia Anastasya Putri.

Dulu, saat aku masih SD hingga beranjak SMP. Aku adalah gadis kecil yang paling periang, orang - orang disekitarku selalu tertawa jika melihat tingkahku yang lucu. Walau dari segala keseluruhan mereka lebih menyukai adikku. Kenapa tidak, dia adalah gadis yang cantik, pintar, dengan perkataan yang selalu baik. Sedangkan aku? Tak secantik dirinya. Bahkan kepintaranku dinilai bukan dari pengetahuan otakku, namun dari kerajinanku mengerjakan tugas, pandai berbicara, dan lain sebagainya. Perkataanku? Aku selalu to the point dengan apa yang aku lihat dan aku dengar tanpa memikirkan sakit hati orang tersebut. Tapi setelah aku pikir - pikir, bukankah itu bagus? Daripada menyimpan perasaan tak suka yang ujung - ujungnya jadi orang yang munafik.

Pasti banyak yang bertanya - tanya, kenapa aku sering mengalami mimpi buruk. Mimpi buruk itu adalah secuil kejadian yang pernah aku alami sewaktu aku kelas 2 SMP, saat Papa memarahiku karena aku tak sengaja memecahkan gelas, yang membuat Gia adikku terkena serpihan kaca dan mengeluarkan cukup banyak darah. Dan Papa mengira aku tidak mau membersihkannya yang padahal aku tidak tau Mbok --pembantu rumah tangga-- meletakkan sapu dimana. Aku memang anak yang ceroboh. Karena melihat Papa yang murka dan perkataannya menusuk hatiku, membuatku lari dari rumah walau tak tau harus kemana dan tanpa kusadari, aku tak melihat - lihat disekitarku dan langsung menyebrang, dan seketika itu mobil yang seperti truk kecil menabrakku hingga membuatku mati rasa dengan apa yang sedang di rasa oleh tubuhku.

Dan disitulah aku mengenal Kak Raka yang notabenenya adalah Kakak angkatku saat ini, dan dia adalah penolong disaat aku kecelakaan. Ia tak tega melihatku yang hampir setiap malam menangis dengan ketidak sadaranku selama seminggu. Dan nama yang pertama kali aku suarakan saat aku tersadar adalah Papa.

Saat itu Kak Raka kasihan kepadaku dengan aku yang hampir terkena gangguan mental. Selaku, dia anak tunggal, ia memintaku untuk menjadi adikku dan berjanji akan selalu menjaga dan menyayangiku selalu. Dan saat itu juga, keluargaku menyetujuinya. Walau aku sedikit bingung mengapa gampang sekali mereka memberikan aku pada orang asing. Ya meskipun begitu, aku bersyukur memiliki dua keluarga.

Dan Papaku tiada saat setahun setelah kejadian kecelakaanku terjadi. Ia menghembuskan nafas terakhirnya saat berada dikantor dan dokter mengatakan Papaku terkena serangan jantung tiba - tiba.

Dan juga pasti banyak yang bertanya - tanya kenapa aku hanya sebagai seorang pelayan di cafe abangku. Jawabannya simple! Karena aku tidak pintar, melainkan rajin. Dan aku juga tidak diperbolehkan terlalu banyak beraktivitas dan juga terlalu banyak berfikir setelah kecelakaan itu terjadi. Lagian juga, kalau aku sudah merasa lelah, aku akan pulang. Dan jangan tanya gajiku berapa. Karena pastinya aku mendapatkan gaji yang banyak dari abang angkat yang kusayangi itu.

-----------

Pergerakan tanganku terhenti untuk membuka pintu kamarku saat mendengar isakan tangis dari kamar Gia yang tepat berada di depan kamarku. Tangisannya sudah sampai sesenggukan yang sudah kuyakini ia sudah lama menangis seperti itu. Sebagai kakak yang baik, akupun mengetuk pintu kamarnya dan menanyakan apakah aku boleh masuk ke dalam kamarnya atau tidak. Namun hanya suara tangisan yang kudapatkan. Ia tak menjawab pertanyaanku. Aku mulai kesal karena sedari tadi aku bertanya sama ibu sampai aku bertanya kepada adikku, satupun tak ada yang merespon pertanyaanku. Bukankah itu sangat menyebalkan?

Walaupun pertanyaanku tidak digubris, aku tetap memberanikan diri untuk masuk ke dalam kamarnya. Aku melihat Gia tengah meringkuk di kasurnya.

"Kamu kenapa sih dek?" Tanyaku sambil duduk ditepi ranjangnya sambil mengelus kepalanya. Aku melihat pergerakannya yang kini bangkit, lalu duduk dan memelukku seerat mungkin.

"Ibu jahat!!! Paman jahat!! Bibi juga jahat!!" Aku benar - benar bingung sekarang. Apa yang ku tanyakan dengan apa yang di jawabnya sangat tidak nyambung.

"Maksud kamu apa?" Gia melepaskan pelukannya dan mengusap pipinya yang basah.

"Bibi sama Paman mau jodohin aku sama teman mereka. Dan ibu menyetujuinya. Kata ibu, laki - laki itu cocok untuk aku kak." Spontan aku terkejut mendengar perkataan Gia.

"Apa?? Kamu dijodohin???" Gia menganggukkan kepalanya pertanda bahwa apa yang ia katakan tadi adalah benar.

"Kenapa sih harus dijodohinnya ke aku? Lagiankan aku masih kuliah. Dan kenapa bukan kakak aja yang dijodohin sama laki - laki itu? Lagian kan kakak yang punya impian pengen punya suami pilot." Perkataan macam apa itu? Aku tidak marah. Hanya saja kesal. Tiba - tiba aku teringat sama sebuah kenyataan. Aku tau kenapa bukan denganku yang dijodohkan. Bukan, bukan karena aku mengharapkan aku yang seharusnya dijodohkan. Melainkan karena Gia adalah keponakan tersayangnya Bibi. Bibi menyukai Gia yang pintar. Bukan hanya itu, selain itu juga cantik dan tubuh seperti model dan mirip sekali dengan Almarhum Papa. Karena Bibi sangat menyayangi adik satu - satunya itu, yaitu Almarhum Papa.

Sedangkan aku? Sudah wajahnya yang standart, mungil, dan otak juga tandart.

"Dan Kakak yakin kamu tau alasan kenapa dengan kamu yang dijodohkan." Tiba - tiba saja mood-ku jadi berubah setelah mengingat kenyataan itu. Padahal kata orang - orang disekitarku, akulah yang sangat dekat dengan Papa. Dan hanya Bibilah yang belum pernah mengatakan bahwa aku dekat dengan Almarhum Papa.

-----------

Ntah mengapa kejadian tadi malam membuat mood-ku masih belum berubah. Tiba - tiba pundakku di tepuk beberapa kaki dengan seseorang, bukan karena aku tak sadar ada yang menepuk, tapi aku lagi malas ngeladenin seseorang walau sekalipun itu pelanggan. Aku masih tetap berkutat dengan pekerjaanku yaitu mengelap meja walau sudah beberapa menit lamanya aku mengelap. Padahal mengelap meja paling lama saja hanya lima menit.

Dan sepertinya seseorang yang menepuk pundakku sangat kesal kepadaku hingga aku mendapat tepukan keras di bahuku yang membuatku memekik kesakitan.

"Awww!!!" Aku membalikkan badan dan ingin memaki orang yang menepuk pundakku tadi. Dan apa yang aku lihat benar - bebar membuat nyaliku ciut. Nyatanya yang menepuk pundakku sedari tadi adalah Ayah --Papa Angkatku-- Aku menjadi kikuk saat melihat Ayah menggeleng - gelengkan kepalanya.

"Hehe maaf Ayah..." cengengesku sambil mengangkat jari telunjuk dan jari tengahku membentuk V.

"Kamu ini ya sayang, tetap saja masih kekanak - kanakan. Kakak kamu mana?"

"Eemmm... Kayaknya ada di ruangannya Yah."

"Yaudah Ayah kesana dulu ya.."

"Iya Ayah.."

Tiba - tiba Ayah mengangkat kedua tangannya yang membuatku mengernyit bingung.

"Kenapa Ayah?"

"Kamu gak kangen sama Ayah? Kamu gak mau peluk Ayah? Padahal kan kita udah lama gak ketemu sweetheart." Mendengar perkataannya yang menyentuh seperti itu membuatku tanpa pikir panjang lagi langsung memeluknya seerat mungkin. Memeluk Ayah, sama seperti memeluk Papa, hangat dan sangat nyaman. Aku jadi merindukanmu, Papa.

MY DESTINYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang