Happy Reading.... 😊😊
Aku mendengar seperti ada keributan. Dan suara itu semakin banyak terdengar dan semakin jelas. Perlahan aku membuka mataku, mencoba menyesuaikan dengan cahaya lampu. Pertama, aku melihat mamaku yang tengah menangis. Kedua, Adikku yang memasang wajah datar, dan yang ketiga aku melihat Bibi yang tengah berbicara dengan orang tua Arfa dengan raut wajah yang takut. Tapi... Tunggu! Apa yang sedang terjadi??? Aku langsung bangkit dan melihat aku sedang berada dimana. Dan.. Tiba - tiba saja mataku bertatapan dengan mata coklat itu. Ya! Dia Arfa sedang duduk di sofa tunggal kesayanganku. Dan... Kenapa wajahnya seperti kesenangan, tapi.. ada kefrustrasian juga. Ah aku bingung.
Aku membuka suara "Ada apa? Apa yang sedang terjadi?" Semua orang yang ada di kamarku menoleh ke arahku.
"Kamu bertanya apa yang sedang terjadi? Dira.. Kamu tidak usah berpura - pura bodoh ya! Bibi gak nyangka kamu semudahnya memberi tubuhmu ke seorang laki - laki yang padahal laki - laki itu akan dijodohkan dengan adik kamu!" Jantungku seperti diberi bom yang mengerikan. Sakit! Perih! Kata - kata yang sangat menyakitkan. Aku menundukkan kepalaku, tidak berani melihat mereka semua, apalagi Ibu.
"Aku akan bertanggung jawab. Biarkan aku untuk menikahinya secepatnya sebelum dia dikatakan sedang mengandung anak kami." Aku mendongakkan wajahku menatap laki - laki yang sedang menatapku juga. Jujur, aku tidak tau sebenarnya apa yang terjadi.
"Tidak. Kamu itu dijodohin dengan Gia. Dan kamu harus nikah dengan Gia. Bukan dengan Kakaknya!" Bibi protes. Tentu saja. Mana rela beliau jikalau keponakan kesayangannya tidak jadi dengan seseorang yang terpandang seperti keluarga Arfa ini.
"Tapi menurut saya tidak apa - apa jika Dira yang menikah dengan Arfa. Karena Dira juga anaknya Almarhum Pak Murti" Aku masih tetap menatap Arfa untuk memberikanku penjelasan. Dan saat dia mendengar Ayahnya mengucapkan kata itu. Aku melihat dia tersenyum. Arfa bangkit dari duduknya, lalu menarikku untuk keluar dari kamarku. Sebelum kami benar - benar keluar dari pintu, Arfa mengatakan.
"Kami perlu bicara."
Aku masih ditarik oleh Arfa hingga masuk ke dalam mobil. Sampai di dalam mobil, aku ingin bertanya dengan apa yang sedang terjadi tapi malah Arfa tiba - tiba memelukku sangat erat yang membuat jantungku tidak sehat.
"Maafin aku karena telah memanfaatkan keadaan dan memanfaatkan kamu." Aku mengernyit.
"Maksud kamu?" Arfa melepaskan pelukannya.
"Will you marry me?" Ini bukan candaan kan?
"Ta.. Tapi.. Kamu nikahnya sama Gia, bukan aku..." Aku melihat Arfa mulai menyalakan mobilnya.
"Aku akan jelaskan di cafe Abangmu nanti." Aku mengangguk.
* * *
Sudah lima belas menit kami duduk di salah satu meja yang kami pesan di cafe Bang Raka namun Arfa tetap saja tidak membuka suara. Ia selalu dan terus menatapku. Aku yang merasa risih terus di tatap akhirnya melihat ke arah sana dan sini. Seperti melihat siapa orang yang baru saja datang di cafe. Namun akhirnya aku pasrah. Aku harus membuka pembicaraan ini duluan agar Arfa mau menceritakan tentang apa yang terjadi di rumah. Namun saat aku ingin buka suara Arfa langsung menyela lalu mengatakan hal yang mengejutkan.
"Gia tidak sengaja mergokin kita tidur bareng di ranjang kamu. Dan maaf aku tidak sadar jika aku memelukmu saat posisi tidur kita hadap - hadapan." Aku harap memakluminya. Karena itu pasti salahku. Aku yang tiba - tiba saja tertidur di ranjangku, yang padahal sebelumnya aku hanya duduk sambil bersandar di kepala ranjang sambil membaca novel romantis yang aku suka.
"Maaf... Itu salahku." Aku menundukkan kepalaku dan tiba - tiba saja Arfa menaikkan daguku dengan tangannya lalu tersenyum. Kenapa saat dia tersenyum membuatku terhenyak? Dan... Senyuman itu seperti tidak asing lagi bagiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY DESTINY
Fiksi RemajaMengharapkan seseorang dengan cinta yang tumbuh dengan terlambat itu datang kembali dan mencintainya. Lalu hidup dengan bahagia. Menurutku, kisah yang sad ending itu adalah awal dari sebuah kisah. Dan happy endinglah akhir dari sebuah cerita. Aku le...