"Bu Nara....." teriak seorang siswa berseragam putih-abu abu. Aku melihat ada secercah kebahagiaan di wajahnya.
"kenapa kamu lari-lari dion?" kataku dengan lembut
"Bu, mau gak hari ini kita jengukin Nia? Saya dengar Nia sudah bisa di jenguk bu. Dan dia udah sadar" kata siswa yang senyumnya begitu manis dan wajah yang begitu bersemangat.
"mmmm.., boleh boleh. Sehabis jam pulang sekolah kita jenguk Nia bareng-bareng ya"
"bener nih ibu mau ikut kita?" katanya untuk meyakinkanku.
"bener dion. Ibu ikut kesana. Omong-omong kita sama siapa aja?"
"syabrina sama haikal ikut bu. Gimana bu?"
"ya harus dong. Kalian kan sahabat jadi harus ikut. Gini aja kita kesana pakai mobil ibu aja ya"
"tapi bu, kita kan bawa motor masing-masing?"
"motornya tinggal di sekolah aja. Lagi pula kan rumah sakitnya gak begitu jauh dari sekolah. Nanti ibu anter ke sekolah lagi. Gimana ?"
"gak apa-apa emang ngerepotin ibu?"
"gak ngerepotin kok. Yaudah sampe ketemu nanti ya, ibu masih ada kelas"
"iya bu, makasih ya bu"
"iya sama-sama"
Sesampainya di rumah sakit aku melihat Nia. Aku melihat Muridku masih berbaring lemas di ranjang rumah sakit, tangannya masih terinfus. Iya, dia adalah muridku yang pintar dengan seni teaternya. Pandai mengarang. Namun, nasibnya tak sehebat keahliannya.
Ya, Nia adalah salah satu anak yang mendapatkan dampak perceraian kedua orang tuanya. Nia depresi dan hampir bunuh diri dengan menyayat nadi di pergelangan tangannya sat di kamarnya. Untungnya kejadian tersebut di ketahui oleh pembantu rumah tangganya bi Inah namanya. Bi inah tahu kalau aku adalah guru sekaligus sahabat bagi Nia. Saat kejadian berlangsung bi inah langsung menelpon aku dan aku langsung bergegas menuju rumah sakit. Aku tahu apa yang dirasakan oleh Nia. Dulu aku sepertinya mengalami sebuah kejadian yang aku anggap dunia ini seakan ingin kiamat.
Namun nasibku masih agak sedikit beruntung. Aku tahu ibuku adalah orang yang sangat menyayangiku. Ibu masih memperhatikanku dengan baik. Aku tahu alasan mereka berpisah adalah karena mereka sudah tak bisa menahan ego mereka masing-maisng.
Namun Nia, nia sudah tak punya siapa-siapa, menurutnya dunia sepi, dunia hampa. Kedua orang tuanya sangat sudah tak perduli padanya itu menurutnya. Namun, aku tahu setiap orangtua memiliki cara perhatiannya masing-masing. Tidak ada orang tua yang tak resah saat anaknya ditinggal sendiri dan dititipkan kepada pembantunya.
Aku menghampirinya dan memegang tangannya begitu lembut. Nia menoleh kepadaku dan tersenyum
"hai, anak hebat. Cepat sembuh, pentas seni sebentar lagi. Apa kau tak ingin memerankan salah satu peran di pentas tater nanti?"
Nia hanya tersenyum dan semakin menggenggam erat tanganku dan air matanya menetes dari ujung matanya.
Ku lihat teman-temannya disini juga hampir menangis. Namun, aku harus menguatkan mereka. Mereka tak boleh menangis di depan Nia. Karena mereka harus menguatkan Nia.
"kamu sudah makan?" tanyaku yang mencairkan suasana kesedihan
Nia hanya mengangguk
"Ni, kamu tahu gak? Kamu dicariin pak soleh. Katanya gada yang bawel lagi nih minta ketoprak yang requestnya kebanyakan" kata Dion yang makin mencairkan suasana
Kita semua tertawa menghibur Nia. Mereka masih berbincang dan aku harus menemui bi inah di kursi depan ruangan Nia.
"bi inah" panggilku
![](https://img.wattpad.com/cover/90672667-288-k599015.jpg)
YOU ARE READING
Tentangmu
Teen FictionMalam ini, entah harus dari mana aku memulai. Entah harus darimana aku menyelesaikan apa yang sudah ku mulai, entah harus seberapa lama aku bertahan dalam keadaan seperti ini. Ya, dia orang yang selalu aku impi impikan, ya dia orang yang telah hadir...