f; ?

175 29 4
                                    

Kalau Jongin ke sekolah diantar ayahnya, lain halnya dengan Jongdae.

Jongin sering bilang bahwa Jongdae, kakaknya itu adalah orang dengan tipe ajaib.

Sesuatu yang agak mengherankan jika di rumahmu terdapat sebuah mobil keren atas namamu tapi kemana pun kamu pergi, kamu selalu mencari kendaraan umum atau menumpang ke teman.

Jongin hanya punya sepeda.
Dan dia pernah melakukan protes besar ketika sang kakak tiba-tiba di kirimi sebuah mobil dari salah satu showroom mobil yang baru buka di kota tempat mereka tinggal. Dan tidak diragukan lagi ternyata ayah lah yang membelikan.

"ayah tidak adil padaku. Kakak dibelikan mobil dan aku tidak"

Lalu ayahnya, dengan santai menjawab
"Kau baru masuk SMA dan sebentar lagi kakakmu akan pergi ke universitas, Jongin. Lagipula kau periksalah nilai-nilai sekolah kakakmu, kalau kau bisa menyusulnya, tidak perlu menunggu sampai akhir masa SMA mu... Ayah akan belikan juga untukmu"

"kenapa ayah selalu menyinggung nyinggung soal nilai sih... Aku tau aku tidak seperti kakak.. tapi aku juga punya banyak bakat ayah"

"ya, ayah tau. Ayah sangat tau dirimu.."

"Lalu kenapa ayah tidak mendukungku..."

"ayah mendukung...."

"Ayah tidak. Jika ayah mendukungku kenapa aku tidak di fasilitasi? Kenapa tidak mengizinkanku meminjam mobil kakak yang tidak dia pakai? Ayah tidak adil"

"Berhenti mengatakan ayah tidak adil. Kalau benar ayah tidak adil, sudah kuberikan kau pada pengemis."

"Ayah. Ayah selalu mudah mengancamku. Atau mungkin memang aku ini bukan anak ayah... daripada mirip ayah aku merasa aku lebih mirip paman Jung... mungkinkah aku anak yang tertukar?"

"Lihat. Kau memang banyak bakat. Bakatmu yang paling menonjol adalah menghayal. Menggerutu. Membolos. Bermalas-malasan..."

"Ayah. Aku tidak bermalas-malasan"

"Lalu apa namanya kalau setiap diberi tugas kau selalu tidak mengerjakan"

"Aku mengerjakan"

"Iya mengerjakan. Mengerjakan ketika waktu sudah mendekati ajal"

"Ajal apanya?"

"Pergi ke kamarmu dan jadilah briliant daripada kau terus menggerutu tanpa henti"

"Tapi aku ingin mobil, ayah"

"Tunggu sampai nilai-nilaimu membaik.."

Kemudian Jongin hanya bisa bersungut-sungut pergi.
Pergi ke kamarnya. Kamarnya yang sepi.
Kamar yang peralatannya untuk bisa dance disita ayahnya hanya karena nilai hasil ujiannya beberapa waktu lalu rata-rata turun satu angka
Sedangkan nilai sang kakak malah semakin menanjak.
Sebenarnya dia tidak begitu peduli pada perbedaan nilai akademik yang amat menonjol antara dirinya dengan kakaknya jika saja ayah tidak terus menerus menyinggung hal tersebut..
Ayah selalu bisa membuat Jongin tersudut.
Ayah itu menyebalkan bagi Jongin. Tapi Jongin sayangnya selalu butuh ayah.

Percaya atau tidak.
Bila malam tiba, ketika waktunya tidur, Jongin tidak pernah ada di kamarnya.
Jika tidak bisa mengganggu sang kakak, Jongin akan pergi merengek pada ayahnya agar dibolehkan tidur bersama.
Jongin takut tidur dikamar sendirian.

"Kau tidak pulang? Malam semakin larut"

"Kau mengusir pacarmu"

"Aku bertanya"

"Aku baru saja merasa pertanyaanmu adalah kalimat halus untuk mengusirku dari sini"

"Terserah bagaimana perasaanmu saja. Yang jelas bukan itu maksudku"

"Aku akan pergi setelah ayahmu kembali. Lagipula aku tadi kesini pakai mobil ayah yang sekarang sedang dibawa ayahmu keluar.. kalau aku kembali tanpa mobil, itu akan membuat ayah mengejar bus untuk pergi bekerja besok..."

Eunji hanya diam menyimak kalimat panjang Jongdae.
Dia tidak punya apa-apa di kepalanya untuk dikatakan sebagai respon.
Jongdae yang berbicara tapi tetap fokus pada bukunya membuat Eunji sedikit kagum. Hanya sedikit.
Ya, meskipun hanya sedikit itu bagus.
Karena sejatinya Eunji tidak pernah sekalipun merasa kagum pada seseorang. Meskipun orang itu adalah ayahnya.

"Ngomong-ngomong aku agak lapar. Boleh aku minta buatkan sejenis makanan"

Dan Eunji hanya diam di tempatnya duduk. Menatap sisi wajah jongdae yang berkata padanya tapi tidak mengalihkan atensinya dari bukunya.

Tatapan Eunji menyiratkan seperti dia tidak suka sikap Jongdae yang seperti itu.

"Kau menatapku seperti itu seolah kau bisa melubangi kepalaku dengannya"

"Aku tidak suka caramu"

"Cara yang mana"

"Caramu mengatakan kau butuh makanan tadi"

"Oh.. oke"

Jongdae pun mengalihkan atensinya.
Menutup bukunya dan melepaskan kacamata yang bertengger dihidungnya, melipatnya lalu meketakkan bersama bukunya ke atas meja yang ada disisi tempatnya duduk.

"Kau seakan sedang cemburu pada bukuku dengan sikapmu ini"

"Cemburu? Kau menghayal"

"Akui saja. Sejak datang tadi aku memang  hanya bicara beberapa kalimat denganmu. Kau pasti kesal"

"Tidak sama sekali"

"Tidak salah"

"Tidak benar"

"Oke, kita sebaiknya tidak berdebat dulu. Aku rasanya benar-benar lapar.. berikan aku sesuatu yang bisa kumakan, please?"

Eunji pun hanya mendengus dan beranjak dari tempatnya duduk.
Dia pergi ke dapur diikuti Jongdae yang mengekor di belakangnya

"Akan lebih menyenangkan jika kau melakukannya dengan senang hati kan?"

"Apa aku kelihatan tidak senang?"

"Heum"

"Begitukah"

"Begitulah"

"Kau mau apa, ramyun? Spaghetti? Burger? Atau sup kaleng ini saja.."

Sambil menawarkan beberapa pilihan yang mungkin ingin Jongdae makan, Eunji sedikit memutar tubuhnya sampai dapat melihat Jongdae..
Jongdae yang sedang berjalan dan hampir dekat dengan punggungnya pun jadi berhenti seketika.

"Terserah kau saja.. aku hanya ingin makan.. apapun yang kau pilih akan aku habiskan"

"Oke... lalu pergilah dari sini dan duduklah disana"

"Tapi aku ingin melihatmu memasak.."

"Tidak. Kalau kau ingin makananmu segera siap maka menjauh dari sini"

"Kenapa? Apa masalahnya jika aku ada disini?"

"Karena itu akan menggangguku"

"Hah? Aku tidak. Aku hanya akan melihat aku janji. Aku janji tidak akan mengganggu, sungguh"

"Ikuti kataku atau aku tidak akan memulai"

"Sayang..."

"Sana"

"Sayang ayolah.. aku"

Eunji melebarkan kedua matanya ke hadapan Jongdae sambil mengangkat sumpit siap menghajar laki-laki itu yang akhirnya membuat dia berhenti merengek dan menurut.

Oke...
Cut

Kim Jongdae << Jung EunjiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang