---1---

117K 6.6K 11
                                    


= Akhir Mei 2018 =


Hari ini, Dira merasa sangat bersemangat. Lamaran untuk bekerja kontrak di Kalimantan telah disetujui. Sebenarnya ia agak sayang meninggalkan pekerjaan sebagai dokter IGD di sebuah rumah sakit swasta. Penghasilan yang ia dapat dari situ lumayan untuk menggelembungkan tabungan. Akan tetapi, tidak semua orang mendapat semua yang diinginkan dalam satu waktu. Ia harus memilih, masa depan bersama kekasih atau uang.

Wajah rupawan Kaka terbayang. Dokter gigi berusia 27 tahun itu sudah terlebih dulu mendapat kontrak kerja di daerah pedalaman Kalimantan. Kata orang, kekasih tampan harus dijaga sebaik mungkin, jangan dibiarkan pergi sendiri, nanti disambar orang. Apalagi Dira tahu gadis-gadis Kalimantan terkenal cantik. Oh, ia tidak rela! Tanpa berpikir panjang, ia pun melamar di tempat yang sama.

Mobil yang mengantar Dira dan ibunya berhenti di depan pintu keberangkatan Bandara Soekarno Hatta. Dira dengan riang menurunkan koper besar dari bagasi, kemudian menariknya menuju pintu masuk. Aryanti, ibunda Dira mengikuti dari belakang. Mereka berhenti di ujung jalur antrean.

Aryanti meraih tangan putri bungsunya. "Nggak ada yang ketinggalan?" tanyanya dengan nada cemas. Kantong mata notaris senior itu menghitam dan menggantung. Sudah beberapa malam ia susah tidur dan menangis sendirian di kamar. Apa lagi penyebabnya kalau bukan hendak berpisah dari putri satu-satunya yang tersisa di rumah.

"Udah semua, Ma," sahut Dira. Berbeda dengan sang ibu, Dira menghadapi perpisahan ini dengan riang. "Mama udah dong nangisnya."

"Kamu ini!" Sebuah tepukan mendarat di lengan Dira. Bagaimana ia tidak menangis? Dengan siapa dirinya tinggal setelah kepergian Dira? Ia sudah kehilangan suami puluhan tahun yang lalu. Anak sulung pun tinggal jauh, dibawa suaminya ke Australia.

"Looh, ini kan sesuai kemauan Mama. Aku disuruh cepat nikah biar nggak keburu tua. Gimana mau mendesak Kaka buat nikah kalau kami jauh-jauhan? Yang ada nanti malah digondol orang."

Aryanti berusaha tersenyum. "Ya sudah. Hati-hati di jalan. Kalau sudah sampai, cepat kabari Mama. Kalau ada apa-apa, segera cari bantuan."

"Iya, Mamaaa!"

Aryanti memeluk putrinya erat, seolah tidak ingin melepasnya. Dira sampai malu dilihat orang-orang.

"Mama bakal kangen banget. Nanti Mama nyusul kamu ke sana, ya?"

"Iya, Ma. Udah peluknya. Kapan aku berangkat kalau diginiin terus? Nanti ketinggalan pesawat, loh."

"Iya, iya!" sahut Aryanti sambil melepas pelukan.

Dira segera menyeret kopernya memasuki jalur antrean. Tak lupa, ia melambai pada ibunya dengan senyum kemenangan. Air mata wanita berusia 58 tahun itu kembali bercucuran saat ia memasuki ruang keberangkatan bandara.

Seperti inilah Dira bila telah mempunyai keinginan. Sang ibu sudah menasihati, membujuk, bahkan merajuk agar putri bungsu itu bekerja di Jawa saja. Namun, Dira justru memilih Puskesmas sangat terpencil di pedalaman Kalimantan Tengah sebagai tempat pengabdian pertamanya kepada negara. Gadis itu juga mati-matian melawan dengan berargumentasi, membujuk, dan merajuk untuk mendapat izin dari sang ibu. Dan, seperti banyak kejadian sebelumnya, Dira muncul sebagai pemenang. Sekali lagi, Dira melambai dari balik pintu. Sekejap kemudian, tanpa menoleh lagi, sosok berkulit putih dan langsing itu menghilang di balik gerbang pengecekan.

☆☆☆

Dari balik jendela pesawat, Dira tak berkedip menatap raksasa hitam kehijauan yang membayang di bawah sana. Bersama Greenland dan New Guinea, ia adalah tiga pulau terbesar di planet ini, bahkan merupakan kontinen mini. Sejarahnya berbeda dari pulau lain, seperti Jawa atau Bali yang terbentuk dari aktivitas vulkanis gunung berapi. Ia terbentuk dari dataran bawah laut yang terangkat ke permukaan karena pergeseran kerak bumi. Terasing dari sekeliling, semua yang hidup berdiam di atasnya menjadi unik.

Itu rupanya Kalimantan ... hijau semua. Apa semua itu hutan?

Dari ketinggian, gambaran permukaan Kalimantan sangat berbeda dengan Jawa. Bila malam, kerlip lampu di kota-kota Jawa terlihat indah bagaikan taburan permata di antara kegelapan. Namun, bila siang, Jawa tidak lagi hijau. Pemukiman yang tersebar luas di pulau itu mengganti warna hijau pepohonan menjadi cokelat, putih, dan warna-warna lain. Dibandingkan dataran Kalimantan yang homogen, tampilan Jawa mengingatkan Dira pada kulit yang berkeropeng akibat terinfeksi jamur atau kudis.

Bayangan kehijauan semakin menampakkan bentuk setelah pesawat menurunkan ketinggian jelajah. Kini jelas terlihat pepohonan yang rapat. Hutan hujan tropis Kalimantan. Dira membayangkan orang utan berayun dari pohon ke pohon, kera berhidung terong yang dikenal dengan nama bekantan, berteriak saling memanggil.

Di antara belantara kehijauan itu, Dira dapat melihat sebuah bentuk alam yang berkilau ditimpa sinar matahari. Sebuah sungai. Ia takjub pada bentuk meander yang indah.

Wow, kalau dari atas saja sebesar itu, bagaimana di bawah sana?

Tak lama kemudian, ia menemukan bahwa di sela-sela pepohonan itu banyak terlihat kilauan air juga. Rawa-rawa gambut Kalimantan.

Waah ... di bawah sana air semua!

Ia geli sendiri membayangkan reaksi ibunya bila melihat ini. Pasti wanita itu akan segera menyuruhnya pulang.

Dira masih tidak menyangka bahwa ia akhirnya akan menginjakkan kaki di Kalimantan. Segala hal telah ia lalui. Tak sedikit perjalanan hidup yang mengantarnya sampai ke sini.

Dira telah merasakan dirinya berbeda sejak masa kanak-kanak. Perasaan berbeda yang membuatnya bertanya-tanya akan tempatnya di dunia ini; 'Aku akan menjadi seperti apa?', 'Aku akan menapaki jalan menuju ke mana?'.

Ia pun merasakan sesuatu yang besar bersemayam di dalam diri yang terkadang membuatnya yakin untuk melakukan sesuatu. Sayangnya, kekuatan itu kerap menampilkan wajah yang mengerikan yang membuatnya takut akan diri sendiri. Ia teringat perkelahian-perkelahiannya semasa TK dan SD dulu, di mana ia selalu berupaya untuk memenangkan semuanya. Dari pergulatan pertama yang berakhir babak belur, hingga tak ada satu pun teman sekolah yang berani menyentuhnya. Tak heran, ia hanya memiliki seorang teman, anak lelaki mungil bernama Genta yang ia lindungi dari pelaku perundungan.

'Kenapa kamu tidak bisa lembut sedikit, kamu itu perempuan?' atau 'Masa anak perempuan main jotos?' adalah reaksi keluarganya, yang cuma terdiri atas dua orang, yaitu ibu dan seorang kakak perempuan. Bahkan ketika ia diterima di Fakultas Kedokteran, ibu dan kakaknya ternganga. "Apa tidak jantungan semua pasienmu nanti?"

Ia masih ingat perkataan Ika, sahabatnya semasa kuliah. "Kalau diem, kamu tuh kayak cewek lembut tak berdaya gitu. Udah potonganmu langsing, putih, anggun, punya mata bulat besar, hidung mancung, bibir mungil, nyaris kayak artis, dah."

"Lanjutannya apa? Pasti enggak enak, nih!" tanyanya.

Ika terbahak. "Kalau udah mulai ngomong, hmm ...."

"Apa?"

"Cantik tapi brutal, paham enggak?"

Dira menghela napas panjang mengingat hari-hari kelabu bersama monster di dalam dirinya. Betapa berat perjuangannya untuk menjadi sabar dan lemah lembut layaknya wanita terhormat.

Dira kembali menatap penuh tanya dan harap pada raksasa yang berdiam di bawah sana. Sebentuk perasaan lama tergugah setiap ia memikirkan nama Kalimantan. Raksasa itu memanggilnya. Sebuah panggilan yang samar tetapi sangat memikat, menggerakkan segenap naluri untuk menjawab. Sebuah undangan untuk melakukan sesuatu yang benar-benar berarti. Sapaan yang membuat dada bergemuruh untuk mencari makna akan keberadaannya di dunia ini.

Atau ....

Mungkinkah ia hanya ingin melarikan diri dari dunia tempat tinggalnya selama ini? Mungkinkah ia hanya mendambakan penghargaan orang di tempat baru setelah sekian banyak kekalahan diderita di tempat lama?

Entahlah ....

Dira tidak menemukan kata-kata yang tepat untuk menyatakan apa yang tengah terjadi pada dirinya saat ini.

===Bersambung===

Bagi yang belum pernah menginjakkan kaki di bumi Kalimantan, lagu di atas, di bagian multimedia, bisa memberi sedikit gambaran.
Aku share dari akun Baby Borneo di Youtube. Judulnya Borneo Village.

THE YOUNG LION # Republish-RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang