Aku meronta saat dia membawa ku ke dalam mobilnya. aku menatapnya kesal, dan masih mencoba untuk menghancurkan kaca mobilnya dengan tanganku.
" Percuma saja, ini mobil mahal mana mungkin bisa hancur dengan tangan lemah begitu"
Aku menatapnya kesal, dan mengumpat dalam hati.
" Kenapa? kau ingin mengumpat. ayo.. mengumpat saja"
" Sial" gumamku
" Apa ? kau bilang apa?"
ia mendekatkan wajahku, dan langsung ku pukul dengan kepala. aku merasa sakit sama sepertinya, ia langsung memegang tanganku yang hendak kabur.
ia menarik pinggangku dan menguncinya di dalam mobil. bagaimana bisa dia melakukan ini dengan satu tangan. aku mencoba meronta tapi ia menurunkan kursi penumpangku dan menindihku di sana.
aku terkejut dan mulai histeris saat posisinya sudah ada di atasku. melihatnya tersenyum semakin membuat ku takut, ia menelusupkan tangannya di balik kaos ku.
aku mencoba meronta, tapi kaki ku di himpitnya dan kedua tangan ku di pegangnya.
" lepaskan aku"
dia berhenti dan menatapku tajam.
" ohh jadi kau bisa bicara"
" ku mohon lepaskan aku" suaraku gemetar karena menahan tangis. tidak aku tak boleh menangis di depannya.
" aku hanya ingin, kau membutuhkan aku"
Ucapanya membuatku terdiam. apa maksudnya?. ia lalu membuka reseleting celanaku dan aku langsung panik.
" Apa yang kau la-"
bibirnya langsung mnyumbatku. tidak, aku tidak mau memberikan keperawananku dengan makhluk seperti dia.
aku meronta tak karuan, tenaganya kuat sekali. ia menindih badanku dengan kuat, menyumbat mulutku dengan ciuman nya, dan entah kapan ia mengikat kedua tangan ku ke belakang dengan dasinya.
ia sudah berhasil menurunkan celana dan celana dalam ku. tidak, aku menangis, aku memohon padanya. ia tetap saja menyedot bibirku yang aku bungkam tanpa memperdulikan hatiku menjerit.
Dan semua itu berlalu. keperawanan yang telah ku jaga selama ini sudah hilang, di renggut oleh pria brengsek yang selama ini sudah membuat ku hancur, dan sekarang benar benar hancur. aku menatap wajah brengsek nya dengan mata yang sudah memanas, air mataku tak henti hentinya menangis.
deg...
jantungku berdegup kencang saat mata kami bertemu. tak tahu, tapi tatapan mata teduhnya membuatku terdiam sebentar, lalu aku mengumpat dan memukulnya dengan kepalaku.
" Kau tahu rasanya menjadi tersangka selama 10 tahun?"
Dadaku naik turun, menahan amarahku, dan juga rasa lelahku. sekuat tenaga aku mencoba lepas dari nya.
" Aku tahu kau sangat menderita, tapi aku juga menderita"
Matanya mulai berkaca-kaca, dan itu membuatku terdiam. tak ada perlawanan lagi, ia mulai menangis.
" Ibu mu benar benar membuatku di neraka selama ini. semua wanita yang ku sukai pergi entah mengapa, orang tuaku tidak seluruh keluargaku pergi meninggalkanku, mereka meninggalkanku dengan sebuah perusahaan kecil yang entah mengapa mereka memberikan perusahaan itu padaku. pada anak yang sudah membuat nama keluarga mereka hancur"
" Kau tahu.."
Air matanya jatuh ke pipiku, itu membuatku tertohok.
" Kau memiliki trauma dengan semua itu, aku juga..."
" Berkat kejadian itu, aku tak bisa menyentuh gadis manapun selain dirimu"
Aku terkejut, bagaimana bisa dia juga memiliki trauma. apakah dia ingin ku kasihani.
" Bohong " gumamku tak percaya
dia tertawa dan bangun. membenarkan celananya dan memakaikan celanaku kembali. ia pun mengembalikan posisi ku seperti semula. mataku tak terpejam menatapnya dengan kesal.
" Untuk apa aku menikahimu? untuk menyembuhkan penyakitku, itu yang psikolog ku ucapkan. bukankah itu menarik?"
" Kau memanfaatkan ku?" aku menatapnya mengangkat alis, dan tersenyum sebentar
" Bukankah ini seperti simbiolis mutualisme"
Aku mengerutkan keningku bingung.
" Kau dan aku saling menguntungkan. kau akan mendapatkan suami, dan aku akan mendapatkan istri"
aku tertawa bersama nya dan menatapnya kembali dengan rahang keras.
" Bagaimana kita bisa menghentikan kekonyolan ini tanpa menikah?"
Aku melihat dia berfikir, dan menghadapku kembali.
" Mati "
dia tersenyum puas atas jawabannya. tapi aku memikirkannya. ya benar, dengan mati semuanya akan bearakhir. aku melihat ke arahnya yang sudah mengemudikan mobil entah kemana. tadi ia membawaku entah kemana, ke taman sepi yang bahkan aku tak menemukan seseorang siapapun di sini.
***
Auli memasuki kamarku dengan tergesa gesa. ia langsung memeriksa keadaan ku dan terdiam melihat bercak merah di leherku. air matanya tiba-tiba jatuh, dan terduduk di hadapanku yang hanya diam melihatnya.
" Auli "
" Maafkan aku nona, maaf kan aku, aku akan di hukum. hukumlah aku "
Air mataku tertahan, aku tahu bagaimana perasaan Auli sekarang. sejujurnya, aku pun ingin menangis bersamanya. aku sangat hancur sekarang.
" Auli"
Wanita yang lebih tua dari ku ini menatapku dengan mata berair. dia membenarkan posisi poni ku dan memegang pundakku.
" Aku akan membunuhnya "
Aku terkejut, dan langsung menahan tangan nya. ku rentangkan tanganku di hadapannya dan menggeleng cepat.
" Aku akan membunuhnya, minggir nona"
" Tidak Auli, kau tak boleh membunuhnya"
Auli terdiam menatapku tak percaya.
" Kau tak boleh mengotori tangan mu dengan darah pria brengsek seperti dia"
" Tapi nona"
" Aku sudah menemukan jawaban dari semua ini"
Auli menatapku ingin tahu, dan aku hanya tersenyum getir. 'mati' itulah jawaban dari semua ini.
" Percayalah padaku, kau..." Aku berfikir sejenak menyuruh Auli untuk keluar dari kamarku.
" Kau beristirahatlah, aku juga akan beristirahat"
Auli pergi ke arah sofa, dan aku langsung menahannya. semenjak aku di jakarta, Auli tak pernah tidur di kamarnya.
" Tidurlah di kamarmu, aku sungguh... baik baik saja"
Auli menatapku gusar, ia menghela nafas dan bangkit pergi dari kamarku.
" Telfon aku bila terjadi sesuatu"
aku hanya mengangguk dengan bibir yang ku gigit. setelah Auli pergi, aku melihat kesekitar. bagaimana bisa aku mati di sini. aku melihat ke luar, menatap seberapa tinggi balkon kamarku. aku berdiri, dan menatapnya. tidak ini cukup rendah, aku tidak akan mati. aku hanya merasa kesakitan karena patah tulang.
Aku membongkar semua yang ada di kamar ini. obat penenang yang ku temukan. aku menggeleng. tidak, aku tak akan mati dengan ini. sudah teralu sering aku melakukannya, dan aku tak mati.
Gelas
aku menatap gelas itu dan menimang-nimang. bagaimana aku bisa melukai tangan ku. aku bahkan sangat benci terkena goresan, tapi hanya dengan ini aku bisa mati.
TBC

KAMU SEDANG MEMBACA
silent love
عاطفيةmelihat... menganalisa... hanya itu yang bisa ku lakukan selama ini 8 tahun hidupku, aku hanya bisa menganalisa semua orang yang ada di sekitar ku. Bi pinem, salah seorang asisten rumah tangga yang selalu bersama ku sudah lelah mengajak ku berbicar...