BAB V

9 1 0
                                    

Suara sirine, isakan tangis, sial. aku mengumpat berulang kali dalam hati. bagaimana bisa aku sangat ceroboh. bagaimana bisa aku memecahkan gelas dan membuat seisi rumah mendengarnya. aku memejamkan mataku merasakan sakit di pergelangan tanganku. tidak, ku rasa tidak sampai nadi aku mengirisnya. tapi ini sangat menyakitkan.

seorang dokter menghampiriku, aku enggan membuka mataku ataupun enggan sadar. aku tahu dokter dan petugas sana memahami situasi ku.

" Besok konsulkan ke dokter psikologis" itu yang perintah dokter yang ku dengar kepada perawatnya

setelah mendapatkan pertolongan pertama di IGD, aku pun di bawa ke sebuah ruangan untuk di rawat. aku tersenyum miring, bagaimana ini bisa terjadi.

" nona "

aku masih enggan membuka mataku, aku malu, aku tak berani menatap mata Auli. sudah berapa kali aku mencoba bunuh diri di hadapannya.

Suara pintu yang di dobrak paksa membuat Auli terbangun dari duduknya.

" Tuan Elsan "

mataku terbuka mendengar nama pria brengsek itu. Auli mendekatinya dan menamparnya, aku terkejut melihatnya. Elsan memegang pipinya yang agak merah dan menatap Auli tajam.

" Apa-"

" Kau tahu berapa tertekan nya nona dengan semua ini, ini bukan pertama kalinya ia mencoba bunuh diri. tapi sekarang ia benar benar ingin mati"

Elsan terdiam, menelan ludahnya dengan berat.

" Aku sungguh minta maaf"

Aku memejamkan mataku saat Elsan memandangku dari balik punggung Auli. dia minta maaf. jantungku bergemuruh saat ini.

" Kau tahu, aku benar benar akan menikahinya Auli. aku bersungguh sungguh"

suara handphone menengahi mereka dan aku tahu itu dari ibuku yang membiarkan Elsan bersamaku malam ini. tidak Auli, ku mohon jangan pergi. dan semuanya selesai saat Auli meninggalkan kamarku dengan suara pintu tertutup.

Jantungku bergemuruh, apa yang harus ku lakukan. apakah aku harus berpura pura tak sadarkan diri.

" Bangunlah "

aku terdiam bagaimana dia bisa tahu.

" Bangunlah, kau fikir aku bodoh"

dia menghela nafas dan segera mencium bibirku. dengan sigap aku mendorongnya dan menatapnya kesal.

" Aku baru tahu, mencium dapat membangunkan pasien tak sadar"

" Keluar!"

bukannya angkat kaki dia malah duduk di kursi yang Auli duduki tadi.

" Jadi kau ingin mengakhiri kekonyolan ini?"

Dia menatapku serius dan menunjuk perban dan pain yang ada di tanganku. karena luka yang cukup dalam, Rumah sakit memasangkan pain agar lengan ku tak banyak gerak.

" Ya, aku lebih baik mati saja dari pada menikah dengan mu"

dia tertawa, apakah ini lucu.

" Apakah kau tak banyak dosa?"

Aku mengerutkan keningku, tak percaya dengan pertanyaan nya.

" Hei.. aku tanya apa kau tak banyak dosa? kau bahkan lebih berdosa dengan bunuh diri, jadi kau ingin tinggal di neraka rupanya"

" Tak apa, lebih menyenangkan tinggal di neraka dari pada menikah dengan mu"

dia mengangguk, dan masih saja tertawa.

" ohh begitu, menikah dengan ku akan berakhir bila kau mati nanti. tapi bila di neraka, tak tahu kapan akan selesainya"

aku terdiam mendengar ucapannya, mencoba mencerna apa yang ia katakan. tangan nya memegang jemariku dan meremasnya kuat, membuatku merintih.

" Bila kau mati, aku juga akan mati. jadi berhentilah bersikap konyol" Ucapnya serius, aku hanya tersenyum dan mencoba melepaskan tangannya.

" Ibumu tak akan tinggal diam bila kau mati karena aku. tak apa bila dia akan membunuhku, tapi aku tak bisa pastikan ia bisa membebaskan keluargaku"

aku terdiam, dan menatap mata teduhnya. ekspresinya sama setelah ia menyetubuhiku kemarin. membuat jantungku tak karuan.

" Berjanjilan untuk tak melakukan hal bodoh lagi"

" Kau melakukan ini hanya untuk dirimu dan keluargamu, kau.. kau tak memikirkan aku"

" Cobalah untuk mencintaiku"

aku terperangah, dan tertawa.

" Apa kau gila?"

Dia mengeratkan tangan nya dan duduk di ranjangku. dia menghela nafas panjang, dan memandangiku dengan mata teduhnya. tidak, aku tak boleh jatuh ke perangkap pria brengsek ini.

" Dengan begitu, kau bisa merasa kasihan padaku"

***

Rei Juan Utami

aku terdiam saat namaku ada di daftar siswi baru di sekolah swasta milik ibuku. usiaku masih 18 tahun, dan Elsan ingin aku mendapatkan ijazah SMA sebelum menikah. ibu dan ayahku menyetujuinya.

aku memainkan cincin di jemari tengahku. 1 minggu setelah keluar dari rumah sakit. Elsan meminta ku untuk bertunangan, dengan berat hati aku mencoba mengiyakan. semuanya sudah di rencanakn oleh ibuku.

ibuku akan melakukan semuanya sesuai keinginanya. itulah yang membuatku terkadang mengasihani Elsan. aku hanya kasihan padanya, aku tidak mencintainya. aku tidak merasa aku bisa mencintai pria yang sudah merusak segalanya di hidupku.

" Wuah jadi kau Rei, kau masih kenal aku? aku natalie dulu saat SD kita temen deket lho"

"  ya Rei, aku siska. kamu pasti lupa ya?"

Aku melihat 2 orang yang sejak tadi mengajakku berbicara ini dengan datar saja. tapi kedua orang itu tetap saja mengajak ku bicara.

" Gak usah takut Rei, kita ini sahabat lo"

" Ya Rei, rasanya seneng akhirnya lu bisa sembuh"

aku menatap siska yang sudah berkaca kaca, dia mengatakan semua nya dengan tulus. aku hanya bisa tersenyum dan mencoba menenangkannya.

" Mana si Rei Utami?"

suara seorang pria membuat ku menatap ke arah pintu kelas. saat ini jam istirahat dan tak banyak siswa atau siswi di kelas.

" Pergi lu berdua, gua mau bicara sama dia" Usir pria ini dengan kasarnya pada siska dan natalie

" Lu mau ngapain Rey?"

Aku terkejut mendengar nama pria yang kini udah menyeret Siska dan Natalie ke luar kelas, dan tinggallah aku bersama orang yang namanya sama dengan ku.

" Jangan mikir kalau kita kembar, nama lu itu pake 'i' sedangkan gua 'y' " katanya penuh penekanan

Ia lalu mendekatiku dan memelukku secara tiba tiba. itu membuatku tak nyaman dan mendorongnya. ia hanya tersenyum dan menatapku.

" Ngeliat lu, rasanya gua mau bunuh Elsan"

TBC

silent loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang