Chapter 1 - Mei

21 1 0
                                    

Terdengar dengkuran keras seorang pria berusia hampir 30 tahun.  Wajah pria itu terlihat lebih tua dari usia aslinya dengan rambut-rambut pendek yang tubuh di sekitar dagu. Kelihatannya orang itu tidak menyadari suatu hal yang terjadi di depan pintu. Pria itu tidak tahu bahwa sebentar lagi sesuatu yang tak terduga akan terjadi pada dirinya.

Pria itu berguling ke sebelah kirinya dan menjatuhkan sebuah botol kosong. Banyak sekali plastik-plastik sampah kering yang berserakan. Ruangan apartemennya cukup kecil dan hanya bisa untuk ditinggali oleh satu keluarga yang berjumlah dua orang. Perabotan beserta peralatan elektronik mengelilingi pria itu. Terdapat sebuah dapur kecil di ruangan lain. 

Seharusnya ia tidur di lantai dua,  kalau tempat berukuran lima dikali sembilan meter dengan tangga kayu berjumlah empat anak tangga di paling ujung bisa disebut dengan lantai dua, tapi bukan disana pria itu berada. Ia tidur di lantai bawah, tepatnya berada di samping meja pendek lebar yang terbuat dari kayu dengan posisi menyamping dan ditemani oleh plastik-plastik sampah yang sudah diikat dan botol-botol bekas yang berserakan.

Suara tangisan bayi terdengar samar-samar. Namun cukup keras untuk membangunkan pria itu. Pria itu mengernyit kemudian menggeliat gelisah ketika mendengar suara yang asing. 

"Hnggg, Siapa yang menangis pagi-pagi begini?" Mimpinya buruknya sempat terputus, setidaknya ia mensyukuri hal itu.

"Hah? Mengapa ada suara bayi? Apa ada tetangga baru? Mengganggu sekali." Seingatnya tidak ada tetangga yang punya anak disini. Dia mengerjapkan mata beberapa kali. Terlihat akar-akar merah di sekeliling pupil matanya. Tangannya meraih jam beker yang terletak di atas meja yang berada tepat di sebelahnya. Astaga! Masih jam satu pagi!!! 

Dari semua koridor apartemen berjumlah empat kamar setiap lantai itu tidak ada yang mempunyai bayi atau yang sudah berkeluarga. Ruang apartemen di sebelah kanannya tidak ditinggali dan selama yang dia ketahui, di sebelah kirinya hanya tinggal seorang anak laki-laki yang baru saja menginjak perkuliahan. Dan di ujung lorong hanya tinggal seorang janda.

Pria ini mengelus wajahnya yang kasar. Dia sudah sangat kesal karena tidurnya yang terganggu. Akhirnya ia bangkit dari tempat tidur dan berjalan malas-malasan ke arah pintu. Saat tangannya menggenggam knop pintu. Dug! Dug! Dug! Volume detak jantungnya meningkat Sontak ia membeku; tangannya bergetar, matanya terlihat panik. Peluh menitik dari dahinya.

Shinjiro Kushieda berusaha menarik nafas. Pandangannya mengabur. 

"Bernafas, Shinjiro! Tenangkan dirimu!" Teriaknya pada diri sendiri. 

Tangannya masih saja memegangi knop pintu, mencengkramnya dengan kuat. Ia mengintip keluar lewat lubang intip.

 Tidak ada siapa-siapa di sana. 

Mengapa suara itu terdengar seperti berada di depan pintunya? Suara bayi menangis itu masih terdengar. Dengan perlahan dan dengan tangan yang masih bergetar ia memutar knop pintu apartemennya. KRiiiEEETTTTTT... Suara yang ditimbulkan ketika pintu apartemennya terbuka.

"Ugh! Silau!" Protesnya sambil mengangkat telapak tangan untuk menutupi cahaya lampu koridor yang masuk.

Saat tangannya diturunkan, mata Shinjiro membelalak lebar. Mulutnya menganga, kalau saja dagunya bisa terjatuh mungkin dagunya sudah menggelinding ke lantai sekarang. Ia menggosok-gosok matanya, siapa tahu ini hanya salah satu dari mimpi buruknya dan ia akan terbangun dari peristiwa yang tidak masuk akal ini.

Ia mencubit pipinya dengan keras. Keranjang itu masih berada di sana. Ia menampar pipinya. Bayi itu masih berada di sana, menggeliat-geliat gelisah dan menangis.

Somewhere in NovemberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang