CHAPTER 16 - SILENT PAIN AND LOUD TEARS

6 1 0
                                    

Shinjiro terbangun dengan senyum tersungging di bibirnya, melihat dua orang yang paling dicintainya berada di sebelahnya. Ia bergerak sedikit sambil berusaha untuk tidak membangunkan mereka. Ia mengecup kening Mei kemudian bangkit dari tidurnya.

Sudah lima hari sejak Sayak menginap di apartemen Shinjiro dan sudah tepat tiga hari sejak Shinjiro mengirimkan surat lamarannya. Kemarin, Shinjiro mendapat telepon dari perusahaan tersebut kalau ia diterima menjadi akuntan mereka di sebuah bank. Shinjiro sangat senang dan langsung memberitahu Sayaka.

Dia teringat bahwa selama ini segala keperluan Mei dapat terbeli karena kiriman uang dari orang asing yang membuang Mei waktu itu. Sekarang Shinjiro sudah tidak peduli. Sebagai ayahnya, Shinjiro juga ingin merawat Mei dengan usahanya sendiri tanpa bantuan apapun apalagi uang.

Lamunan Shinjiro hilang ketika mendengar Sayaka bergerak-gerak di tempat tidurnya. Ia berbalik dan menatap Shinjiro dengan mata sayu.

"Kau sudah mau pergi?" Tanya Sayaka ketika dilihatnya Shinjiro yang memakai jas hitam, kemeja putih, celana bahan hitam dengan dasi berwarna merah dengan garis-garis kuning. Sayaka menyibak selimutnya sedikit kemudian duduk. Ia mengucek-ucek matanya sambil menggeliat sementara Shinjiro berusaha untuk tidak mencubit pipi Sayaka.

"Akan kubuatkan sarapan untukmu. Apa kau bisa menunggu sebentar?" Shinjiro mengangguk. Sayaka bangkit berdiri dan berjalan menuju dapur. Ia memasakkan telur dadar dengan 3 buah sosis. Ia hanya bisa membuat makanan cepat saji karena bisa selesai dalam waktu yang singkat. Shinjiro duduk di lantai sambil terus mengamati Mei. Semakin hari, Mei semakin menggemaskan. Ingin rasanya ia bisa terus di sini, bersama dengan Mei, tapi pekerjaan baru menunggunya.

"Maaf menunggu lama." Sayaka meletakkan sepiring makanan yang tadi dimasaknya beserta secangkir kopi. "Itadakimasu (Selamat Makan)." Sejak Sayaka menginap di apartemennya, bukan hanya hanya makan malam yang enak. Bahkan sarapan pun juga menjadi lezat karena Sayaka yang memasaknya. Setiap kali Shinjiro ingin pergi bekerja, Sayaka pasti akan selalu membuatkan bekal makan siang untuknya dalam sebuah wadah.

"Ini untuk makan siangmu." Kata Sayaka sambil meletakkan bekal yang sudah diikat dengan kain di hadapan Shinjiro. Dia mengucapkan terima kasih kemudian memindahkan piring ke bak cuci.

"Terima kasih untuk sarapannya." Shinjiro mengelus kepala Sayaka yang disambut dengan kecupan di pipi oleh Sayaka. Shinjiro tersenyum kemudian melangkah pergi.

Hari itu berjalan dengan sangat lambat, meskipun ini adalah pekerjaan baru Shinjiro, tapi ia ingin sekali ingin cepat-cepat pulang ke rumahnya dan bertemu dengan Mei dan Sayaka. Shinjiro menggeleng, ia harus fokus dan melakukan yang terbaik.

Saat malamnya, seperti biasa Shinjiro dan Sayaka akan pergi ke teras untuk melihat bintang-bintang dan menceritakan bagaimana pengalaman mereka saat bekerja. Shinjiro bercerita bahwa ia baru mengetahui bahwa atasannya, yang bernama Tae Fu itu adalah seorang wanita. Ia kira wanita itu adalah sekretarisnya. Sayaka tertawa geli mendengarnya.

Sayaka juga bercerita kalau ia dimarahi oleh manajernya karena menolong seorang perngemis yang kekurangan uang. Manajernya berkata kalau saja ada 100 pelanggan yang seperti pengemis itu. Toko itu bisa menderita kerugian yang besar. Shinjiro berpikir sejenak kemudian setuju dengan pendapat Sayaka.

"Shinjiro..." panggilnya untuk mengubah topik pembicaraan.

"Hmm?" Shinjiro masih menatap pemandangan yang ada di bawahnya sambil meminum bir.

"Apa kau tahu apa alasanku bekerja di klub malam itu?" Shinjiro menoleh pada Sayaka. Ia bisa melihat kalau Sayaka gugup. Shinjiro menggeleng.

"Tidak, aku tidak tahu. Memangnya kenapa?"

Somewhere in NovemberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang