"Izumi-san, bolehkah aku bertanya sesuatu?" tanya Shinjiro saat acara minum-minum itu. Pertanyaan ini sudah ada di ujung bibirnya, namun tidak pernah ia utarakan. Izumi mengangguk. Shinjiro menelan ludah. Pertanyaan ini mungkin saja akan membuatnya kehilangan seorang teman bicara yang menyenangkan selamanya.
"Waktu itu secara tidak sengaja aku menemukan album foto di kamar Mei. Aku melihat isinya dan menemukan banyak sekali foto. Aku... hanya penasaran mengenai foto-foto itu." Izumi terdiam, air mukanya berubah. Ia menunduk sambil memandangi gelas sake yang digenggamnya. Hal itu membuat Shinjiro diliputi rasa bersalah.
"Izumi-san, kalau kau tidak mau menceritakannya juga tidak apa-apa. Maaf bila aku bertanya yang tidak-tidak. Aku.." Shinjiro benar-benar merasa tidak enak sekarang, tapi Izumi hanya menunjukkan telapak tangannya ke depan Shinjiro. Memintanya untuk berhenti berbicara. Akhirnya selang beberapa detik, Izumi mengangkat kepalanya kemudian tersenyum simpul. "Apa kau mau mengetahui cerita di foto-foto itu? Kalau kau mau, akan kuberitahu." Ujar Izumi.
Shinjiro mengangguk. Rasanya senyum Izumi terlalu dipaksakan. Ada apa sebenarnya? Izumi menarik nafas dalam-dalam kemudian menghembuskannya dengan perlahan. Ekspresinya terlihat lelah. Dia bangkit berdiri kemudian berjalan masuk ke kamarnya. Shinjiro mengerutkan kening. Tak berapa, dia keluar sambil membawa sebuah benda berbentuk persegi panjang berwarna merah bata.
Ternyata benda yang dipegang Izumi adalah sebuah bingkai foto. Dia menyerahkan bingkai itu pada Shinjiro. Di dalam foto itu empat orang. Sebuah foto keluarga dengan sepasang suami istri dengan kedua orang anaknya. Kedua anak di foto itu kembar.
"Kau pasti bisa menebak yang mana diriku." Kata Izumi lagi. Shinjiro mengangguk kemudian menunjuk sang wanita.
"Aku menikah dengannya pada waktu berumur 27 tahun dan suamiku berumur 35 tahun. Kami bertemu ketika aku sedang menghadiri suatu seminar dan pelatihan di Guang Zhou selama seminggu. Saat itu sedang waktu isitirahat, aku sedang berjalan ke toilet dan ketika aku masuk, aku sangat terkejut karena ada seorang pria di dalam toilet itu. Pria itu juga sama terkejutnya denganku."
"Aku langsung keluar kemudian melihat tanda tertera di luar pintu toilet itu. 'ini toilet wanita, tapi mengapa laki-laki itu ada di sana? Jangan-jangan..' Itulah yang kupikirkan di luar toilet, akhirnya aku masuk kembali kemudian memberitahunya kalau toilet yang ia masuki adalah toilet wanita. Ia terlihat sangat malu kemudian meminta maaf padaku. Saat dia keluar, aku tertawa sekeras-kerasnya. Aku bingung padahal toilet pria dan toilet wanita sangat berbeda. Untung saja, tidak ada orang lain di toilet itu." Izumi tersenyum geli.
"Setelah kejadian toilet, aku mengira tidak akan bertemu dengannya lagi, tapi ternyata perkiraanku salah. Dia juga adalah salah satu panitia seminar . Akulah yang duluan mengajaknya bicara. Ternyata benar, dia tidak tahu kalau itu toilet wanita karena terlalu terburu-buru. Kami bercakap-cakap sampai larut malam setiap sehabis seminar. Aku merasa nyaman bersama dengannya dan kami pun bertukar alamat e-mail karena aku harus kembali ke Jepang sedangkan dia tinggal di Guang Zhou. Dia bercerita padaku bahwa setelah lulus kuliah dia akan pindah ke kampung halamannya dan tinggal di sana."
Izumi menuangkan sake ke gelasnya lagi lalu menghabiskannya dalam sekali teguk. "Kami berhubungan lewat e-mail dan terkadang ia mengunjungiku ketika ia sedang berada di Jepang. Aku baru mengetahui ternyata dia adalah orang Jepang juga, tapi karena sesuatu hal, keluarganya harus pindah ke China. Namanya Izumi Mitsuhide, dia lahir di Jepang dan tinggal selama 15 tahun. Kedekatanku dengannya bermula dari saat itu."
"Dia adalah teman yang menyenangkan. Kami bersahabat baik selama hampir 3 setengah tahun. Kupikir dia hanya menganggapku sebagai teman, tapi ternyata perasaannya sama denganku. Akhirnya kami menemukan satu sama lain dan menikah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Somewhere in November
RomanceKehilangan merupakan bagian dari cerita hidup manusia. Namun ketika ada kesempatan kedua yang datang, akankah kita mengambilnya? Bertemu dengan kematian secara berulang-ulang membuatnya skeptis dengan kehidupan. Suatu ketika hidup Shinjiro Kushieda...