CHAPTER 20 - HIS PAST

3 1 0
                                    

3 tahun yang lalu....

"Keiko! Bertahanlah! Keiikooo!" Seorang pria sedang berusaha menyadarkan istrinya yang menjadi korban tabrak lari di sebuah jalan raya yang saat itu sedang ramai dengan kendaraan. Shinjiro dan istrinya sedang berjalan-jalan untuk membeli keperluan musim panas yang sebentar lagi akan tiba. Tawa dan canda sepanjang siang itu berubah menjadi tangisan dan kekhawatiran.

Shinjiro hanya dapat menggenggam tangan istrinya dengan erat sambil terus berdoa bahwa semuanya akan baik-baik saja. Di dalam ambulance yang sedang berjalan, para tim medis sedang berusaha dengan sebaik-baiknya untuk membuat Keiko Kushieda tetap hidup.

Semuanya bagai adegan film yang pernah dilihatnya di TV. Ambulance yang sampai di rumah sakit. Pintu belakang mobil terbuka dan para tim dokter dengan memakai seragam operasi menurunkan Keiko yang sedang terkapar di tempat tidur. Shinjiro mengikuti dari samping sambil setengah berlari.

"Maaf, Pak. Anda hanya boleh sampai di sini." Seorang perawat yang juga mengenakan seragam operasi menghentikannya untuk memasuki suatu ruangan. Setelah perawat itu masuk, lampu merah yang bertuliskan 'operating' di atas pintu menyala.

Shinjiro hanya bisa berdiri terpaku sambil memandangi pintu yang berada di hadapannya. Ia mendunduk dan memandangi kemeja biru mudanya berlumuran darah, tangannya juga ikut berlumuran darah.

Nafas Shinjiro berantakan, ia menatap tangannya kemudian ia berlari masuk ke dalam toilet dan berusaha mencuci tangannya dengan apapun yang bisa ia pakai. Ia menatap dirinya di cermin. Penampilannya yang tadinya rapi sekarang acak-acakkan. 

Ia menunduk. Hatinya hancur. Bagaimana kalau saat itu adalah terakhir kalinya ia akan melihat tawa Keiko lagi? Ia tidak bisa membayangkan hal itu. Shinjiro mencengkram pinggiran wastafel dan membiarkan luapan emosinya keluar. Untung saja tidak orang yang masuk ke dalam toilet selama ia berada di sana.

Setelah puas, Shinjiro menarik nafas panjang kemudian pergi dari situ. Dia sempat memberitahu orang tuanya dan orang tua dari Keiko tentang kejadian ini. 

2 jam kemudian, mereka semua datang. Dia bisa melihat ibunya yang sedang menggendong putrinya yang berumur 1 tahun. Shinjiro dengan sabar menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh mereka.

Miko Kushieda dan suaminya tidak bertanya apapun. Sebaliknya, Miko Kushieda menyerahkan cucunya kepada suaminya kemudian memeluk Shinjiro erat-erat.

"Para dokter sedang melakukan yang terbaik. Yang bisa kita lakukan hanyalah menunggu." Shinjiro mengangguk dan menaruh kepalanya pada bahu ibunya. Dia merasa sangat kelelahan, ia tahu kelelahan fisik dan mental yang sedang dialaminya. Ia pun menangis tanpa suara.

6 jam kemudian, penantian yang melelahkan itu pun akhirnya usai. Lampu di atas pintu dimatikan, tanda operasi sudah selesai. Knop pintu kamar operasi bergerak ke bawah dan menimbulkan suara berderit kecil ketika dibuka. Seorang dokter bedah membuka maskernya dan memperkenalkan diri. Shinjiro dan yang lainnya hanya terdiam ketika mendengar penjelasan dokter.

"Ada bagian dari otaknya yang harus diangkat karena sudah tidak dapat berfungsi lagi. Hal itu tidak akan mempengaruhi motoriknya, dia akan tetap bisa untuk melakukan kegiatan seperti biasanya. Yang berpengaruh adalah psikologinya, terutama persepsi dan bagaimana cara ia melihat sekitarnya itulah yang akan berubah. Jadi anda harus banyak bersabar dan siap menghadapinya."

Shinjiro hanya bisa mengangguk mendengar penjelasan dokter tersebut. Mendengar bahwa istrinya selamat saja ia sudah sangat bersyukur. "Baik, Dok. Terima kasih atas informasinya. Apa kami sudah bisa melihatnya sekarang?"

"Istri anda sedang dibawa ke ruang pemulihan, dia akan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk sadar. Mohon agar tidak terlalu ribut saat ia sadar nanti." Dokter itu berbalik pergi.

Somewhere in NovemberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang