Jika biasanya Iqbaal berangkat ke sekolah bersama (Namakamu), hari ini Iqbaal berangkat sendiri diantar sopirnya.
Sesampainya di sekolah dia langsung berhambur berkumpul dengan Rafto, Rajendra, Alwan, Fadlan, dan Ojan yang bergerombol di depan kelas. Alwan yang pertama peka dengan kehadiran Iqbaal langsung menyapa Iqbaal, "Weits baal. Tumben sendiri? Si kesandung kemana?" kesandung? Maksud Alwan adalah Kinandung. Panggilan Alwan dan beberapa teman sekelasnya untuk (Namakamu).
"Dirawat di rumah sakit." Jawab Iqbaal duduk di sebelah Alwan.
"Dia sakit? Sakit apa? Dia di rawat di rumah sakit mana?" tanya Ojan tampak antusias. Bukan. Bukan antusias. Mungkin semacam khawatir yang terpendam. Apasih bahasanya.
Iqbaal, dan teman yang lainnya kecuali Alwan menatap aneh Ojan, "Kenapa khawatir gitu jan?" tanya Iqbaal.
Ojan menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tidak gatal, "Gak papa. Cuma sebagai teman kan harus saling peduli." jawab Ojan beralasan.
"Ck. Alah jujur aja kali jan. Lo itu kan bpppp." Alwan memotong ucapannya karena Ojan membekap mulut Alwan.
"Apa lo? Gak usah ngomong yang aneh - aneh deh. Kompor lo." kesal Ojan.
"Aneh apanya? Lo kan emang bppp." lagi - lagi Ojan membekap mulut Alwan yang ember.
"Kalian kenapa sih?" tanya Iqbaal heran dengan kelakuan kedua temannya.
"GUYS. KAYAKNYA KITA BAKALAN PULANG PAGI!" teriak Danu. Teman sekelas Iqbaal yang juga menjabat sebagai ketua kelas di X IPA - 1.
"Serius?" tanya Namira.
"Serius. Tadi Pak Arya ngasih tugas kita ngerjain tugas selanjutnya. Soalnya gurunya mau rapat nyiapin try out kelas dua belas." jelas Danu di depan kelas dengan napas ngos - ngosan. Pasalnya, dia berlari dari ruang guru ke kelas untuk menyampaikan kabar gembira ini yang belum tentu benar.
"Yipiiiii. Eh btw, si (Namakamu) kemana? Gak seru nih gak ada dia?" tanya Dianty. Sepertinya dia baru menyadari ketidak hadiran (Namakamu).
"Kata si Iqbaal, (Namakamu) sakit. Gimana kalau pulang sekolah kita nengok dia? Janjian jam berapa kek." jawab sekaligus usul Alwan.
"Setuju. Nam, uang kas masih ada kan? Seenggaknya kita kesana gak tangan kosong." kata Danu. Dia masih berdiri di depan kelas.
"Ada kok. Masih cukup buat beli buah." jawab Namira.
"Jan. Lo mau kemana?" tanya Iqbaal saat melihat Ojan hendak keluar kelas dengan membawa tasnya.
"Mau pulang." jawab Ojan dengan santainya.
"Kan tadi gue bilangnya masih 'kayaknya'. Bukan berarti emang pulang pagi. Lo mau bolos ya?!" tuduh Danu. Matanya mendelik menatap Ojan.
Ojan memutar bola matanya kesal, "Gue mau dispen, mau ngantar emak gue ke bandara." jawabnya lalu melongos pergi.
"Si Fauzan Suryana kenapa sih?" tanya Iqbaal masih menatap ke pintu.
"Dia tuh naksir (Namakamu). Gue juga gak percaya dia ngantar emaknya. Emang maknya mau kemana? Gue yakin tuh bocah pasti mau jenguk kesandung. Ck, sabar baal. Kalau si kesandung jodoh lo. Pasti dia jatuh ke lo juga akhirnya. Lagian kesandung juga kan nempel mulu sama lo. Gue yakin kesandung gak akan milih Ojan." cerocos Alwan.
"Yaiyalah. Pesona seorang Iqbaal itu emang luar binasa. Sekali kedip, jutaan perempuan histeris." Iqbaal mengedipkan matanya pada Alwan.
"Dihhh mata lo." Alwan menghindar dari Iqbaal. Sebatas bergurau.
"Btw, emang si Ojan tau (Namakamu) dirawat dimana?" tanya Rajendra. Karena seingatnya Iqbaal belum memberitahu mereka dimana (Namakamu) dirawat.
"Iya juga ya. Iqbaal kan belum ngasih tau, (Namakamu) dirawat dimana." ujar Fadlan menimpali.