Sebenci apapun kamu sama aku, aku gak akan pernah balik membenci kamu. Karena hati ini gak akan sanggup ngelakuin itu.
more
Iqbaal menatap (Namakamu) dari balik jendela. Di dalam sana, (Namakamu) berbaring memakai berbagai peralatan penunjang kehidupannya. Dilihatnya wajah (Namakamu) yang terdapat luka di pipi, kening dan dagu. Selebihnya Iqbaal tidak tahu. Dia baru tiba beberapa menit yang lalu bersama orang tuanya dan Teh Ody.
"Udah empat hari. Tinggal tiga hari lagi." mata Teh Ody berkaca - kaca melihat keadaan (Namakamu). Meliahat (Namakamu) bagi Teh Ody seperti melihat adiknya sendiri. Dan melihat adiknya yang sekarat, siapa yang tidak sedih?
Iqbaal tersentak dan menoleh kesamping. Menatap Teh Ody penuh kebingungan.
Mata Teh Ody masih terpaku ke depan, menatap ke dalam ruang ICU, "Kata dokter kalau tiga hari lagi (Namakamu) belum sadar, dengan terpaksa pihak rumah sakit harus melepas seluruh alat penunjang yang dipakai (Namakamu)."
"Atas dasar apa mereka harus melepas semua itu?" Iqbaal beralih menatap ke depan lagi.
"Karena kata dokter tadi, kalau (Namakamu) gak sadar dalam kurun waktu tujuh hari, itu berarti (Namakamu) udah gak punya harapan lagi. Dan saat itu juga, (Namakamu) dinyatakan meninggal." Teh Ody sudah tidak bisa membentengi air matanya lagi. Dia membekap mulutnya sendiri agar isakannya tidak terdengar.
Iqbaal tersenyum miris, "Emang dokter itu Tuhan ya teh? Bisa nentuin kapan pasien akan mati."
"Kalian, kalau mau lihat (Namakamu), masuk aja." Marcus, Papa (Namakamu) tiba - tiba muncul di belakang mereka. Bukan muncul sebenarnya, melainkan Iqbaal dan Teh Ody yang tidak menyadari kehadiran Papa Marcus.
Iqbaal dan Teh Ody sama - sama terlonjak kaget mendengar ucapan Papa Marcus. Teh Ody segera mengusap kedua mata dan pipinya untuk menghapus air matanya.
*aneh ya kalau nyebutnya Papa Marcus. 😅
"Seriusan Om Mar?" tanya Iqbaal memastikan. Jika memang mereka diizinkan melihat (Namakamu) lebih dekat, Iqbaal akan sangat bersyukur.
Marcus tersenyum dan mengangguk. Dengan segera Iqbaal dan Teh Ody mengambil pakaian khusus untuk masuk ke ruang ICU dan memakainya. Lalu mereka langsung masuk ke ruang ICU.
Semakin dekat dengan ranjang tempat (Namakamu) berbaring, semakin pelan pula langkah yang Iqbaal ambil. Sedangkan Teh Ody sudah berdiri di samping Mama Lena dan Bunda Rike.
Iqbaal berdiri di seberang Mama Lena, Teh Ody dan Bunda Rike. Mata Iqbaal menatap wajah (Namakamu) dengan pandangan sayu.
Tangannya bergerak untuk memegang tangan (Namakamu) yang sudah beberapa hari belakangan ini ditusuk oleh jarum inpus. Menggenggamnya dengan lembut seolah (Namakamu) memang benar - benar rapuh dan hancur jika Iqbaal memegangnya terlalu kuat.
'Kapan lo bangun? Gue kangen banget sama lo. Kangen senyum lo, kangen ketawa lo, kangen kalau lo lagi nangis. Lo marah sama gue karna gak nepatin janji? Lo boleh marah sama gue begitu lo udah sadar. Kalau perlu lo boleh kok nyubit gue. Mukul juga boleh. Asal lo cepet sadar. Gue gak mau kehilangan lo (Namakamu). Karena lo termasuk perempuan yang istimewa buat gue. Cepet sadar.'
Iqbaal menarik napasnya dalam - dalam. Matanya belum bosan untuk memandang wajah (Namakamu). Tangannya masih menggenggam tangan (Namakamu).
'Bentar lagi ujian, lo gak mau ikut ujian? Bukannya lo bilang lo mau ngalahin peringkat gue?'
Kali ini Iqbaal memejamkan kedua matanya. Matanya sudah memanas dan sebentar lagi air matanya akan jatuh. Jadi dia memejamkan matanya untuk menahan air matanya. Kemudian dia tersenyum miring. Ternyata dia memang benar - benar menyayangi (Namakamu). Bahkan mungkin rasa sayangnya kepada Zidny tidak seberapa dengan rasa sayangnya kepada (Namakamu). Dan mungkin juga ini yang namanya cinta.