Suasana rumah pagi ini lumayan sepi meskipun jam masih menunjukan jam sembilan kurang. Hanya ada pembantu yang sedang bersih - bersih di halaman belakang. Kakek, Papa dan Mama (Namakamu) pergi ke pernikahan cucu saudara kakek yang ada di Bogor tanpa mengajak (Namakamu).
Dan (Namakamu) bersyukur karena itu. Setidaknya dia tidak perlu membatalkan perjanjiannya dengan Rafto. Sekali lagi (Namakamu) melirik jam tangannya. Kenapa menunggu jarum panjang mengarah ke angka dua belas pada jam tangannya terasa lama sekali.
"(Namakamu) main yuk." teriak Ijal seperti anak kecil yang memanggil temannya untuk mengajak bermain.
(Namakamu) mencebikan bibirnya, "Bang Ijal apaan sih? Kayak anak kecil aja deh."
Ijal mendekati (Namakamu) yang duduk di teras rumah, "Katanya kemarin mau ngajak jalan." tanpa permisi Ijal duduk di sebelah (Namakamu).
"Emang kita janjian kemarin?" dahi (Namakamu) mengerut. Seingatnya dia sama sekali tidak memiliki janji jalan dengan Ijal. Dan seingatnya pula dia dulu pernah mengajak Ijal dan kak Naura jalan, tapi Ijal menolak dengan alasan ujian.
"Kita emang gak janjian. Tapi kan lo bisa telepati." Kata Ijal diakhiri senyuman dan kedua alisnya naik turun.
(Namakamu) bingung dengan apa yang dimaksud Ijal, "Telepati? Maksudnya?"
"Nih, lo udah dandan. Udah rapi. Keliatan kalau mau jalan - jalan."
"Gue emang mau jalan - jalan tapi sama temen gue kali abang Ijal." jawab (Namakamu) gemas.
Ijal hanya meng-oh-kan saja lalu berkata, "Yaudah, gue sama Naura nebeng sekalian ya? Biar tambah rame gitu. Temen lo cewek atau cowok?"
Mata (Namakamu) langsung memelototi Ijal, "No way." jawabnya.
Lalu sebuah mobil memasuki area halaman rumah (Namakamu). Itu mobil Rafto. (Namakamu) masih ingat. Itu mobil yang digunakan Rafto mengantarkannya pulang semalam.
"Assalamu'alaikum." salam Rafto setibanya di hadapan (Namakamu) dan Ijal.
"Wa'alaikum salam." jawab Ijal dan (Namakamu).
"Oh ini ya temen lo?" tanya Ijal pada (Namakamu) sambil memandangi Rafto dari ujung kepala sampai ujung kaki. "Lo temen (Namakamu) atau pacar (Namakamu)?" tanya Ijal pada Rafto.
Sebelum Rafto sempat menjawab, (Namakamu) sudah lebih dulu memotong, "Udah deh bang Ijal kalau mau jalan sama kak Naura jalan aja. Gak usah sok - sok an ngajak temen. Mau PDKT aja gak berani, gimana kalau nembak?"
"Eh omongan lo ya? Gue berani. Siapa bilang gue gak berani? Gue kan cuma ngajak biar rame. Biar double date gitu."
"Halah ngaku deh. Kalau Bang Ijal gak modal mau PDKT."
"Halah ngaku deh, lo takut PDKT an lo gue ganggu kan?" Kata Ijal menuding balik. Sontak membuat (Namakamu) membulatkan kedua matanya.
"Enggak ya. Kita cuma temenan doang." Elak (Namakamu). "Udah lah Raf, berangkat yuk. Gak usah ngurusin orang gila." ajak (Namakamu) pada Rafto.
"Kenapa kita gak jalan rame - rame aja? Lebih seru kan?" Tanya Rafto sambil memandang Ijal dan (Namakamu) bergantian.
Ijal langsung tersenyum bangga, "Tuh kan gebetan lo aja gak keberatan." Ledek Ijal pada (Namakamu). Sedang kan Rafto yang disebut sebagai gebetan (Namakamu) oleh orang yang (Namakamu) panggil Bang Ijal hanya tersenyum melihat adegan di depannya.
"Bukan gebetan Bang Ijal, tapi temen, namanya Rafto." ralat (Namakamu) membenarkan title yang diberikan Ijal untuk Rafto.
"Oh ya, kenalin orang sableng, gila dan gak waras ini namanya Bang Ijal. Apapun yang diomongin gak usah dibawa ke hati kalau nyakitin hati. Maklum, dia udah sering patah hati." (Namakamu) tersenyum setelah mengucapkan kata mengenalkan Ijal pada Rafto.